Mira menatap lekat alat test kehamilan dengan dadanya yang berdebar kencang. Selama ini, ia selalu saja dikecewakan satu garis merah di alat tersebut.Setiap kali ia selesai menggunakannya, selalu saja menghasilkan debat mulut dengan Denny. Dan itulah alasan yang paling mendasar untuk Denny menceraikannya.Beberapa detik kemudian matanya benar-benar terbuka lebar karena tak percaya. Hampir saja ia menjerit bahagia saking terkejut dengan kenyataan itu."Mas, aku hamil. Bukankah aku tidak mandul seperti yang kalian tuduhkan selama ini? Ibu...aku hamil, aku bisa menjadikan penerus bagi kalian," bisik lirih Mira di dalam kamar mandi. "Ah, berapa usia kehamilanku ini sebenarnya?" ujarnya pelan, maka iapun membawa hasil testpack tersebut keluar ruangan.Di depan kamar mandi, Neny sudah menunggu Mira dengan raut wajah penasaran."Gimana Mira, hasilnya? Dua apa satu?"Mira tak bisa berkata-kata. Iapun menghambur memeluk Neny dengan senyuman dan deraian air
Sudahlah, untuk apa kembali memikirkan neraka itu. Lebih baik menikmati hidup sendiri tanpa beban apapun. Tapi... apakah mungkin merahasiakan darah daging Denny? Bukankah itu kekejaman? batinnya terus terusik.Selama empat tahun, selalu menjadi bulan-bulanan keluarga Denny, bagaimana ia akan berterus terang sehingga hidupnya kembali berantakan?"Mira? Kenapa? Kok kamu kayak orang bingung?" Neny menatap Mira sedikit heran karena Mira malah melamun."Ah, enggak Neny, ayo ke dalam, ada Faza menungguku. Dan kamu, apa kamu nggak mau pendekatan sama Faza?"Neny meremas tangan Mira."Kamu ini ngomong apa sih? Kamu kan tahu, Faza samasekali tidak melihatku, itu sama saja seperti dulu. Sudahlah, ayo kita ke depan."Mereka menemui Faza di ruang tamu."Kamu memang kelihatan kurang sehat, Mira. Gimana, kamu nggak apa-apa kan?""Iya, nggak apa-apa kok. Paling cuma kelelahan. Dan kamu, apa ada rencana kembali ke Jakarta?"Faza kembali menatap ponselnya. "E
Semua sudah terputus begitu saja. Jangankan mendapatkan pesan, nomornya saja mungkin sudah diblokir.Tiba-tiba rasa rindu menyeruak di hatinya. Iapun menyambar ponselnya, mencoba menekan tombol call pada sebuah nomor anonymous. Ya, itu adalah nomor Mira yang ia sembunyikan dari Imas.Seperti biasa, nomor itu tidak lagi bisa dihubungi.Saat sedang termenung, sebuah pesan masuk di ponselnya. Pesan itu adalah pesan gambar dari seseorang."Imas? Pak Faza? Apa yang sedang mereka lakukan?"Hati Denny terguncang hebat. Saat melihat siapa yang ada di foto-foto tersebut. Mereka adalah Imas, bersama Imas di sebuah restoran di atas kolam. Mereka terlihat sangat ceria dan tertawa bersama."Apakah mereka memang saling berhubungan? Ah, tidak mungkin. Imas sudah bertunangan denganku, mana mungkin dia macem-macem," katanya pada diri sendiri."Dasar Agus, sukanya emang julid. Itu pasti karena dia sekarang tahu kalau aku sebenya dalah suami Mira, temannya," lanjutnya
"Sayangnya, itu cuma harapanku semata, sedangkan kamu akan segera menjadi istri orang lain. Bukankah begitu?"Tangan Imas mengepal kuat, entah mengapa sensasi debaran di jantungnya semakin memburu."Kamu sudah tahu itu, dan kamu bermain-main dengan perasaan aku? Bagaimana kalau aku ternyata terbawa rayuan kamu, apa kamu siap menanggung resikonya?"Kali ini Faza menyambar telapak tangan Imas."Aku Faza, aku tidak pernah memiliki wanita yang membuatku terus memikirkannya seperti ini, aku telah memikirkan berulang kali semuanya. Aku sudah bilang, aku selalu ingin di sampingmu, sementara aku tahu kamu adalah tunangan Denny, apa kamu pikir aku bermain-main?"Imas menarik tangannya dari genggaman Faza, hatinya semakin tak karuan."Faza, aku akan memikirkannya. Masalah pakaian ini, aku akan mencobanya, tapi kalau aku tidak suka, please jangan pernah memaksaku, oke?"Setelah itu Imas memasukkan pakaian itu ke dalam kantong plastik."Oh ya, aku akan memba
Wajah Denny yang gugup tak seperti biasa, membuat Imas dan Magdalena sedikit curiga.Sementara Denny menggenggam erat kertas di tangannya, lalu menyembunyikan benda tersebut di saku celananya.Sebisa mungkin menyembunyikan ekspresi tidak biasa, iapun melangkah mendekati Imas."Mas, darimana? Aku menunggumu pulang, tapi malah belum sampai rumah," sapa Imas saat Denny sudah di teras."Eh, aku mampir rumah sebentar. Sudah lama nggak nengok rumah. Rencana ambil liburan mau bersih-bersih," kilahnya."Ooh, kamu bisa ajak aku kalau mau bersih-bersih rumah itu, Mas.""Enggak perlu, aku bisa sendiri, Kok. Dan kamu dari mana saja tadi? Ada acara apa?"Dalam hati, Denny ingin tahu apa yang dikerjakan Imas bersama Faza di sebuah restoran, bahkan informasi dari Agus, mereka cukup lama dan terlihat akrab di restoran tersebut."Ouh, cuma makan di restoran, sama temen.""Temen?""Iya, temen, kenapa sih? Cemburu?""Hmm, tentu saja kalau itu teman lela
Apa yang harus ia lakukan, jika ternyata foto itu adalah satu-satunya penghubung antara dirinya dengan kebenaran? Apa yang harus ia lakukan jika foto itu adalah satu-satunya bukti bahwa Mira telah mengandung darah dagingnya?Apa yang dikatakan ibunya membuatnya frustasi, antara memberikan atau tidak memberikan meskipun hanya selembar kertas yang sudah kotor."Ibu, ini cuma kertas. Ini bukanlah sesuatu yang akan membahayakan hubunganku dengan Imas. Percayalah," tolak Denny saat Magdalena berusaha merebut kertas USG tersebut."Denny, jangan meremehkan hal seperti ini. Kamu tidak boleh menyimpannya samasekali. Sudahlah, lupakan Mira dan apapun yang berkaitan dengannya. Mengertilah, ini sangat tidak ada perlunya!""Mas Denny, kertas apa sebenarnya yang sedang kamu pegang?" Deg!Kemunculan Imas yang tiba-tiba membuat mereka terdiam dan membeku.Magdalena seketika melebarkan matanya karena tidak menyangka Imas akan kembali dan melihat apa yang mereka laku
Merasa dikhianati dan terluka, merasa benci dan cemburu, mewarnai hari-hari Mira yang sepi. Dan itu semakin menjadi jika teringat dengan bayinya yang mungkin akan lahir tanpa seorang ayah."Suatu saat nanti, jika aku bertemu dengan Denny, aku berharap perasaan benci ini sudah hilang. Aku berharap perasaan marah juga sudah tidak ada lagi, itu karena aku telah berjanji kepadanya untuk melakukannya, Yuli. Aku berjanji untuk tidak membenci dan mengatakan sesuatu yang buruk tentang dia, ayah bayi ini. Aku akan menepati tanpa penyesalan. Kecuali satu hal, dimana aku mungkin akan melanggar satu janji."Yuli mulai merasa Mira hanyut dalam kesedihannya. Ia tak tahan melihatnya, Mira mulai terlihat payah dengan perutnya yang semakin membesar, ia tahu itu tidak mudah. Lalu dengan refleks tangannya merangkul wanita itu, memberikan sedikit ketenangan untuk Mira."Sudahlah, Mira. Jangan terlalu dipikirkan. Kalau kamu cengeng begini, kata orang anak kamu nantinya juga cengeng loh.
"Kamu sangat sesuai dengan riasan ini. Lebih anggun dan menawan," ujarnya sambil menyelipkan anak rambut yang sempat menyembul lebih banyak, karena hijab yang dikenakan Imas memang bukan hijab yang sesungguhnya."Aish, kamu ini pinter menggombal ya," Imas terkikik dengan pujian Faza. Sambil berjalan memasuki mobil, mereka saling melemparkan senyuman.Denny yang bersembunyi di balik pepohonan, hanya bisa mengepalkan tangannya. Kali ini ia bisa merasakan, bagaimana tatapan Faza menatap penuh sayang pada calon tunangannya."Sial kamu Faza, kamu selalu saja menjadi orang yang menjadi masalah dalam hubunganku? Bahkan dengan Mira, kau juga berusaha menggodanya bukan? Ya, selama ini kamu selalu saja muncul diantara kami!" kesalnya."Dan kau Imas, apa yang kamu lakukan di belakangku? Kenapa kamu melakukan semua ini setelah apa yang terjadi?"Denny tak mengerti apa maksud Imas pergi dari rumah sementara mereka berjanji untuk bertemu dengan ayahnya. Sejak tadi ia lupa