Keesokan harinya Andin dan Bagas bergegas menuju perumahan yang dipilih Andin. Tanpa basa-basi dan syarat, Bagas membelikan rumah sebagai kado atas kehamilan istri keduanya."Kamu mau minta apa lagi, sayang?" Mesranya ucapan Bagas jika, Andin mencintainya maka wanita ini akan melayang."Mau aku banyak, mas. Kamu yakin bisa kabulkan semua?" Andin bergelayutan di lengan Bagas selagi bermanja-manja di bahunya.Bagas tersenyum tipis. "Apa sih yang suami kamu nggak bisa? Kamu minta bulan sekalipun akan aku usahakan." Gombalnya dia merayu.Andin semakin menjadi prangko saja walau tidak mungkin Bagas membawakan bulan dan hanya anak di taman kanak-kanak yang meminta bulan.Setelah rumah dalam genggaman tangan licik Andin, tentu harus ada isinya. "Mas ...." Andin merengek dengan mata indahnya.Bagas mengerti maksud istrinya. "Iya ... sayang ... yuk, belanja."Suami dan istri meluncur ke tempat furniture. Tentu Andin-si wanita matre tidak cocok dengan barang murahan, barang sultan dipilihnya. B
Semua orang yang ada di sana tercengang kecuali Eriska. Dia hanya mendesah pelan. Sudah dia duga ini akan terjadi. "Iya, mas." Tanpa protes sedikit pun dia setuju, "terimakasih atas tiga tahun ini, terimakasih udah pernah bahagiakan aku, terimakasih udah jadi suami yang baik, semua kenangan kita nggak akan aku lupakan dari awal pertemuan sampai sekarang. Biar aku ceritakan pada bayi kita nanti setelah dia besar. Dia akan tetap mengenal kamu sebagai ayahnya. Aku tidak akan menghilangkan kamu dari ingatan bayi kita."Banyak Eriska berbicara, mengungkapkan setitik rasa di hatinya. Semua orang mendengarkan. Setelah Eriska, tidak ada lagi yang mampu berbicara. Topik pembicaraan ini rasanya tidak pantas dibahas.Sunyi dalam ruangan menumpuk lebih banyak kesedihan di hati semua orang kecuali Bagas dan Eriska. Bagas menginginkan ini dan dia yang mengambil keputusan, sedangkan Eriska seperti keputusannya semalam. Ini lebih baik.Pasangan suami istri yang sekarang berubah menjadi mantan, saling
Dua bulan berlalu sejak perceraian, Bagas tetap mengurus surat cerai secara sah di pengadilan tanpa peduli pada perut Eriska. Semenjak ketuk palu, Eriska tinggal bersama orangtuanya walau rumah dan semua isinya diberikan padanya. Dia juga tidak pernah keluar rumah ibunya untuk menghindari fitnah tetangga. Menjadi janda bukanlah hal menyenangkan walau dia sudah terbebas dari penderitaan yang diciptakan Bagas.Namun karena sekarang perutnya sedang terisi maka, apa jadinya jika Eriska keluar rumah lalu tiba-tiba beberapa bulan kemudian melahirkan? Pastinya gossip miring akan menyebar dan membuat nama keluarga tercemar.Sekarang Eriska tanpa suami, tapi dia akan tetap merawat calon bayinya sampai akhirnya melihat dunia yang kejam ini. Bayinya akan terlahir tanpa melihat ayahnya. Sudah jelas Bagas tidak akan mau menyapa bayi yang tidak pernah mendapat pengakuannya.Selama dua bulan ini bayinya masih tumbuh dan berkembang normal meski hidup dalam tekanan. "Apa ada keluhan?" tanya dokter kan
Setibanya di rumah, Alex langsung menyodorkan menu pesanan Eriska. Sontak adiknya itu sumringah. "Makasih, om ...," ucapnya mewakilkan bayi dalam perut."Sama-sama keponakan." Tawa renyah Alex sangat menunjukan bahagia. Dia juga menyodorkan menu pemberian Adam, lalu disantap oleh semua anggota keluarga termasuk Eriska. "Ini menu gratis, loh," bongkarnya."Heuh?" Eriska mengerutkan dahi, "mas Adam yang kasih?""Iya, aneh kan dia tiba-tiba dermawan," santai Alex, dia menyuap lahap karena menunya memang enak."Nggak aneh kok ... Mas Adam emang baik banget, aku kalo pulang kerja suka dikasih bekal menu." Kekeh Eriska, "ternyata kebiasaan Mas Adam masih sama." Wanita ini menatap menu favoritenya. Apa sengaja buat aku? Ini semua menu favorit aku."Perhatian banget," selidik Alex. Dia sudah curiga jika Adam menyukai adiknya jika, tidak untuk apa malam hari mengantar Eriska ke rumah ditambah kala itu Eriska masih istri Bagas."Bukan cuma ke aku kok, ke karyawan lain juga. Mas Adam juga sering
Pagi ini Bagas semakin memberi perhatiannya untuk Andin, foto usg bayi orang lain kemarin sangat dipercayai olehnya. "Sayang, kamu mau beli perhiasan kan? Yuk, aku antar." Dipeluknya dengan mesra tubuh Andin dari belakang."Bukannya Mas Bagas mau kerja." Gestur tubuh manja juga ditunjukan Andin agar mangsanya semakin terpikat."Hari ini aku akan pulang lebih awal, kamu tunggu aku ya? Jangan pergi berdua aja." Dikecupnya leher Andin.Wanita itu menggendik geli. "Berdua?""Iya ... ibu muda ini masa nggak ngerti sih.""Oh, iya mas!" Andin baru mengerti jika yang dimaksud Bagas, dia dan bayi palsunya.Pagi ini tidak ada sarapan karena Bagas melarangnya, dia berkata, "Jaga aja anak kita, nggak usah repot-repot buatin sarapan. Nanti kamu capek." Sejak semalam kalimat itu dikatakan kepada Andin.***Siang harinya mereka sampai di toko perhiasan, Andin merasa menjadi ratu. Dia minta ini dan itu, Bagas kira satu kalung, satu gelang dan satu cincin. Namun, ternyata banyak sekali Andin memilih,
Tiga hari berlalu setelah percakapan Adam dan alex. "Niat saya kesini, ingin melamar Eriska," ucap Adam.Semua orang di ruang tamu tercengang dibuatnya, apalagi Eriska. "Mas Adam lagi sadar kan?" Ragu Eriska menanyakan hal itu karena tidak sopan. Namun, dia takut menyesal di kemudian hari jika tidak bertanya."Aku sangat sadar, aku udah berpikir ribuan kali, memikirkan cara agar aku berani mengatakan niatku dan sekarang aku berhasil." Seulas senyum diciptakan, "maukah kamu menjadi istriku?" tanya Adam langsung ke intinya saja walau persentasi penolakan mungkin cukup besar.Ayahnya Eriska bersuara mewakilkan kebingungan putrinya. "Saya menerima niat baik kamu menikahi Eriska sebagaimana keadaannya yang kamu tau, tapi nak bukankah ini terlalu cepat untukmu mengambil keputusan? Saya yakin kamu belum membicarakannya dengan Eriska." Pria ini tidak ingin kecolongan lagi karena kelalaiannya menilai calon untuk sang anak hingga akhirnya Eriska harus merasakan perih.Adam kembali mengulas seny
Bagas dan Andin masih makan di restoran Adam, sebenarnya mendapat pengunjung seperti mereka seolah mengotori ruangan, tapi ya sudahlah manusia tempat salah. Pikir Adam.Adam sedang cemas memikirkan jawaban Eriska. Lonceng kecil di pintu masuk berbunyi. "Adam!" panggil lantang Alex dengan wajah ceria. Tadi dia mengatakan pada Eriska akan menemui Adam setelah bekerja, tapi dia rasa lebih baik sekarang.Panggilan Alex bukan hanya membuat Adam menoleh, tapi juga Bagas dan Andin. "Kak Alex ...." Di mata Andin, sekarang mantan pacarnya terlihat lebih menarik."Andin, ngapain kamu liatin si Alex!" tegur Bagas dengan emosinya."Nggak mas ... nggak usah curiga-an gitu deh." Andin kembali menyuap setelah sempat terjeda.Sementara, Alex berjalan gagah dan elegant menghampiri tempat Adam berpijak. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran dua makhluk beracun.Adam segera menyambut hangat kedatangan Alex. "Gue harap lo bawa kabar.""Hahaha, lo harap gitu ya?" Alex sengaja mengulur waktu untuk memb
Ancaman Andin itu tidak nyata, mana mungkin seorang lintah darat pergi dengan tangan kosong. Selama perusahaan Bagas belum menjadi miliknya maka, dia tidak akan mundur.Bagas mengerjap, setengah tersentak. "Sayang, jangan bikin aku tambah nggak nyaman dong! Aku lagi pusing mikirin cara buat gagalkan pernikahan mereka, kamu malah sembarangan ngomong gugat cerai. Istri nggak boleh ngomong gitu, semua keputusan ada di aku!" tegas Bagas dengan emosi sehingga suaranya cukup berintonasi tinggi seolah membentak."Kamu sih, nggak ada kerjaan banget. Biarin aja mereka nikah, harusnya nggak ada ruginya buat kamu!" Suara Andin juga meninggi.Mobil menepi untuk menghindari hal tidak di-inginkan. "Andin, kamu harus sopan sama aku. Aku ini suami kamu!" bentak Bagas akhirnya.Andin bergeming, menundukan wajah seolah menangis. Bahkan air mata bombainya merembes. "Kamu jahat mas ... aku dianggap apa sama kamu ... kamu sama Eriska udah pisah, harusnya udah bukan urusan kamu lagi ...." Diusapnya perut p