Pagi ini Bagas semakin memberi perhatiannya untuk Andin, foto usg bayi orang lain kemarin sangat dipercayai olehnya. "Sayang, kamu mau beli perhiasan kan? Yuk, aku antar." Dipeluknya dengan mesra tubuh Andin dari belakang."Bukannya Mas Bagas mau kerja." Gestur tubuh manja juga ditunjukan Andin agar mangsanya semakin terpikat."Hari ini aku akan pulang lebih awal, kamu tunggu aku ya? Jangan pergi berdua aja." Dikecupnya leher Andin.Wanita itu menggendik geli. "Berdua?""Iya ... ibu muda ini masa nggak ngerti sih.""Oh, iya mas!" Andin baru mengerti jika yang dimaksud Bagas, dia dan bayi palsunya.Pagi ini tidak ada sarapan karena Bagas melarangnya, dia berkata, "Jaga aja anak kita, nggak usah repot-repot buatin sarapan. Nanti kamu capek." Sejak semalam kalimat itu dikatakan kepada Andin.***Siang harinya mereka sampai di toko perhiasan, Andin merasa menjadi ratu. Dia minta ini dan itu, Bagas kira satu kalung, satu gelang dan satu cincin. Namun, ternyata banyak sekali Andin memilih,
Tiga hari berlalu setelah percakapan Adam dan alex. "Niat saya kesini, ingin melamar Eriska," ucap Adam.Semua orang di ruang tamu tercengang dibuatnya, apalagi Eriska. "Mas Adam lagi sadar kan?" Ragu Eriska menanyakan hal itu karena tidak sopan. Namun, dia takut menyesal di kemudian hari jika tidak bertanya."Aku sangat sadar, aku udah berpikir ribuan kali, memikirkan cara agar aku berani mengatakan niatku dan sekarang aku berhasil." Seulas senyum diciptakan, "maukah kamu menjadi istriku?" tanya Adam langsung ke intinya saja walau persentasi penolakan mungkin cukup besar.Ayahnya Eriska bersuara mewakilkan kebingungan putrinya. "Saya menerima niat baik kamu menikahi Eriska sebagaimana keadaannya yang kamu tau, tapi nak bukankah ini terlalu cepat untukmu mengambil keputusan? Saya yakin kamu belum membicarakannya dengan Eriska." Pria ini tidak ingin kecolongan lagi karena kelalaiannya menilai calon untuk sang anak hingga akhirnya Eriska harus merasakan perih.Adam kembali mengulas seny
Bagas dan Andin masih makan di restoran Adam, sebenarnya mendapat pengunjung seperti mereka seolah mengotori ruangan, tapi ya sudahlah manusia tempat salah. Pikir Adam.Adam sedang cemas memikirkan jawaban Eriska. Lonceng kecil di pintu masuk berbunyi. "Adam!" panggil lantang Alex dengan wajah ceria. Tadi dia mengatakan pada Eriska akan menemui Adam setelah bekerja, tapi dia rasa lebih baik sekarang.Panggilan Alex bukan hanya membuat Adam menoleh, tapi juga Bagas dan Andin. "Kak Alex ...." Di mata Andin, sekarang mantan pacarnya terlihat lebih menarik."Andin, ngapain kamu liatin si Alex!" tegur Bagas dengan emosinya."Nggak mas ... nggak usah curiga-an gitu deh." Andin kembali menyuap setelah sempat terjeda.Sementara, Alex berjalan gagah dan elegant menghampiri tempat Adam berpijak. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran dua makhluk beracun.Adam segera menyambut hangat kedatangan Alex. "Gue harap lo bawa kabar.""Hahaha, lo harap gitu ya?" Alex sengaja mengulur waktu untuk memb
Ancaman Andin itu tidak nyata, mana mungkin seorang lintah darat pergi dengan tangan kosong. Selama perusahaan Bagas belum menjadi miliknya maka, dia tidak akan mundur.Bagas mengerjap, setengah tersentak. "Sayang, jangan bikin aku tambah nggak nyaman dong! Aku lagi pusing mikirin cara buat gagalkan pernikahan mereka, kamu malah sembarangan ngomong gugat cerai. Istri nggak boleh ngomong gitu, semua keputusan ada di aku!" tegas Bagas dengan emosi sehingga suaranya cukup berintonasi tinggi seolah membentak."Kamu sih, nggak ada kerjaan banget. Biarin aja mereka nikah, harusnya nggak ada ruginya buat kamu!" Suara Andin juga meninggi.Mobil menepi untuk menghindari hal tidak di-inginkan. "Andin, kamu harus sopan sama aku. Aku ini suami kamu!" bentak Bagas akhirnya.Andin bergeming, menundukan wajah seolah menangis. Bahkan air mata bombainya merembes. "Kamu jahat mas ... aku dianggap apa sama kamu ... kamu sama Eriska udah pisah, harusnya udah bukan urusan kamu lagi ...." Diusapnya perut p
Hari ini Andin pergi berfoya-foya bersama banyak temannya, semua harta Bagas sudah dikusai. "Hahahaha!" Tawa lepas selalu hadir dari mulut Andin, "gue udah menang.""Kok bisa sih, suami lo kasih semuanya?" Temannya meneguk segelas minuman berwarna merah. Andin dan teman-temannya memesan banyak minumam beralkohol setelah banyak belanja, sekarang mereka sedang berada di sebuah klab malam. Satu jam lagi arloji menunjukan waktu pulang Bagas.Tadi pagi Bagas berkata, "Kayanya hari ini aku harus lembur, mungkin pulang ke rumah sekitar pukul delapan malam."Perusahaannya sedang meroket, Andin sangat beruntung mendapat gedung penghasil uang yang dikelola Bagas. Wanita ini meneguk minuman berwarna merah yang berada dalam gelas berkaki. Isinya hanya sedikit, tapi mampu menambah kadar kepuasan hingga berkali lipat. Dia menjawab tanya temannya dengan gaya setengah mabuk, "Hahahaha, ini Andin, Andin punya banyak cara, Andin pintar.""Waw." Tepuk tangan diberikan sebelum temannya tidak sadarkan dir
Bagas masih berdiri lemas dengan tatapan tertuju hanya pada Eriska. "Maafkan aku, aku terlalu merindukanmu."Air mata tumpah di wajah Eriska sekali lagi karena Bagas, rasanya tubuhnya kotor karena jelas mereka sudah tidak halal, tapi Bagas menyentuhnya.Ibunya Eriska yang berkata, "Pergi kamu!" Satpam langsung menarik bahu Bagas setelah mendengar kalimat nyonya rumah.Bagas menepis tangan kekar satpam. "Saya bisa jalan sendiri!" Pria ini mulai melangkah menuju ke pintu keluar, tapi sudut matanya tetap melirik Eriska sampai hilang dari pandangan.Eriska masih menyimpan trauma atas kejadian tadi walau Bagas telah enyah. Sementara, Bagas sudah mengendarai mobilnya dengan jantung memburu tidak tenang. "Eriska, aku ingin memilikimu lagi, kembalilah, sayang." Penyesalan besar merundung sampai tiba di rumah, rupanya Andin sudah di sana."Mas, kok kamu udah pulang, kamu nggak kerja?" Kedua alis Andin menukik bertanda tidak suka atas kehadiran Bagas.Bagas mendengus dengan tatapan tidak bersah
Panggilan Bagas pada Eriska mengundang amarah Andin yang sedang terbaring lemah dan takut melihat sisi lain suaminya. Wanita ini segera berlari menuju ke pintu, keluar terburu-buru sebelum Bagas mengambil nyawanya. Langkah kaki memburu diambilnya. Namun, rupanya Bagas tidak mengejar kala dia menoleh ke belakang. "Ck, jadi kamu masih berhubungan sama mantan istri kamu, pengecut, pengkhianat!" Hanya itu makian Andin karena rasa takutnya lebih besar.Andin melanjutkan langkah terburu-burunya, menyusuri anak tangga hingga kakinya tergelincir dan berguling bebas hingga di ujung tangga. Darah mengalir lewat hidung, mulut dan telinga akibat benturan kepala yang sangat keras.Bagas tidak bicara apapun dengan Eriska karena Alex yang bicara berbagai hal. Mengancam ini dan itu, tapi kala mendengar suara benda jatuh, Bagas mematikan telepon.Bagas keluar kamar dengan arogan, siap memburu Andin. Namun, takdir sudah memburunya lebih dulu. "Andin!" pekik Bagas. Kala sampai di samping tubuh istrinya,
Di kamar rias, Bagas melihat Eriska yang sudah duduk dengan cantik. Kebaya khas pengantin sudah memeluk tubuhnya, usia kandungannya belum terlihat jadi, bentuk tubuhnya masih sangat bagus. Namun, anehnya Adam masih memakai kemeja dan celana jeans, bahkan jika dibandingkan dengan Bagas penampilan Adam kalah telak. "Kalian pasangan pengantin, tapi kenapa lo belum siap-siap?" tanya Bagas pada Adam. Adam tersenyum tipis, dia berjalan menghampiri Bagas. "Kenapa harus siap-siap? Emangnya gue mau nikah?" Bagas mengerutkan kedua alisnya. "Maksud lo? Hari ini kan ...." Adam menyela, "Hari ini pernikahan kalian." Senyum tulus berhasil diukir Adam setelah berlatih semalaman. Dia sudah merelakan Eriska kembali pada Bagas karena dia pikir bayi dalam perut Eriska lebih menginginkan ayah bioogisnya dari pada ayah asuh. "Hei, lo nggak usah ngerjain gue, gue ... gue berusaha ikhlas-nggak, ralat. Gue ikhlas," kata Bagas dibuat kuat."Hahahaha!" Adam tertawa lepas, "nggak ada waktu lagi, cepet siap