Eriska terpaku sendu seiring menatap buah hatinya bersama Bagas. "Gimana keadaan mas Bagas?" Dirinya segera mengalihkan topik karena keadaan Bagas hari ini seolah menjawab alasan ketidak mampuan mantan suaminya memberikan nama pada malaikat kecil. "Masih sangat parah!" Alex melanjutkan kebohongannya.Eriska mendesah pelan, "Kalau gitu ..., aku namakan Aulya saja. Gimana Kak, apa bagus?" Senyuman ceria disisipkan. Namun, wajah Alex tidak menunjukan keceriaan yang sama sedikit pun. "Kenapa harus Aulya, Dik?" Bukan perkara nama yang membuatnya heran, melainkan pemikiran Bagas dan Eriska begitu kompak padahal mereka tidak pernah berkomunikasi sama sekali. "Mau saja, aku pikir nama Aulya itu bagus. Cuma ..., aku nggak tahu nama panjangnya apa. Coba Kakak pikirkan." Alex hanya tersenyum getir. "Akan Kakak pikirkan nanti. Kakak harus mencari nama paling baik," tulusnya, "tapi Dik, yakin mau Aulya, tidak mau ganti yang lain?" "Aulya saja Kak, buat nama depannya. Selebihnya biar Kakak ata
Dua bulan kembali berlalu, keadaan Bagas mendekati pulih. Dokter memberikan rincian laporan tentang perkembangannya, ditunjukan pada pihak keluarga. Sebenarnya pria itu sudah bisa dibawa pulang, hanya saja kedua orangtuanya inginkan putranya tetap mendapatkan pengawasan sampai benar-benar pulih. Kabar ini segera sampai pada Eriska dan keluarganya. "Alhamdulillah ...," syukur wanita ini begitupun kedua orangtuanya hanya Alex yang tidak mengucapkannya. Saat kakak dan adik berdua di atas balkon, Alex mengutarakan pemikirannya, "Dik, cepat tanyakan pada Adam kapan dia akan menikahi kamu.""Kak ..., masa aku yang tanyakan!" protes kecil Eriska."Kakak udah coba tanya beberapa kali, tapi Adam selalu bilang belum dapat tanggal baik. Kapan dong, dia dapat tanggal baiknya!" Tatapan serius Alex yang sebenarnya masih memercayai Adam hanya saja kini dirinya sudah sangat panik akibat mendengar kondisi Bagas, "coba sesekali kamu yang nanya.""Malu, Kak. Aku ini janda anak satu, nggak mungkin aku t
"Maaf, Kak ...." Eriska segera merasakan amarah Alex."Dik, berhenti memikirkan Bagas dan jangan samakan Bagas dengan Adam, mereka sangat berbeda!" tegas Alex yang selaras dengan tatapannya. "Aku cuma ingat aja kok, Kak. Karena tidak semudah itu membuang semuanya, apalagia ada Aulya yang mirip banget sama mas Bagas." "Kemiripan Aulya bukan berarti membuat kamu harus dibayang-bayangi Bagas. Ingat Dik, Adam sangat peduli sama kamu, bukan Bagas!" Lagi, ketegasan ditunjukan Alex hingga Eriska mengangguk sendu dan seakan tertekan, tetapi pria ini memang sengaja melakukannya supaya adiknya membuka lebaran baru yang jauh lebih baik.Satu bulan berlalu, hari ini tepat pernikahan Adam dan Eriska yang diadakan secara kecil-kecilan, hanya dihadiri kedua belah pihak keluarga saja, tetapi tanpa diduga jika keluarga Bagas hadir membawa Bagas. "Eriska, kamu akan meninggalkan aku dan semua kenangan kita?" Keadaan mental pria ini sudah stabil dan sangat sehat. Maka, semua hal yang pernah terjadi dal
Tap tap tap! Langkah pelan dan pendek Eriska memecah kesunyian di dalam ruang tamu. Eriska baru saja pulang dari bekerja paruh waktu. Selama tiga tahun menikah, kehidupan Eriska dan sang suami bernama Bagas belum sempurna karena belum mendapatkan buah hati jadi. Lantas, untuk mengisi waktunya, Bagas mengusulkan agar sang istri bekerja di sebuah restoran milik salah satu temannya dari siang sampai pukul sembilan malam. Sebagai sosok wanita mandiri, Eriska menyetujui usulan sang suami karena rasa jenuh selalu hinggap kala dia sendirian di rumah. Dia juga ingin memperingan beban suami. Cepat, Eriska membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi yang tidak jauh dari kamarnya. Namun, pemandangan tidak lazim ditemuinya "Siapa kamu?" tanya Eriska segera kala melihat sosok wanina dengan penampilan sama dengannya, wanita asing itu hanya memakai handuk yang melingkar di atas dada. "Aku? Justru, kamu yang siapa?" Wanita itu balik bertanya. Eriska berjalan perlahan ke arahnya tak
Petir yang sedang menyambar di luar rumah dengan energi luar biasa, kini sampai pada hati Eriska. Wajahnya langsung memucat, suaranya berubah parau. "Apa, mas ...?" Bagas membuat garis bibirnya melengkung sesaat. "Iya, sayang. Bukankah kamu liat sendiri, ada bercak darah di atas ranjang kita. Itu milik Andin." Pria itu menyeringai.Kini Eriska tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya yang sudah melebur hingga sebuah tetesan bening jatuh begitu saja. Namun, dia segera mengusapnya. "Apa alasan kamu melakukan ini padaku, mas?" Bibirnya bergetar hebat.Bagas tertawa singkat. "Aku menginginkan seorang putra, tapi kamu tidak bisa mengabulkan keinginanku. Kamu harusnya bersyukur selama ini aku masih bertahan dan menutupi kekurangan kamu itu di depan orangtuaku." Angkuh Bagas. "Terus, kamu pikir wanita itu bisa?" tantang Eriska, dia meninggikan wajahnya dengan suara menekan.Keangkuhan Bagas menipis. "Sudahlah, Andin adalah wanita sempurna berbeda dengan kamu!" pungkasnya. Bagas segera b
Setelah pernikahan usai, Bagas dan Andin langsung pergi bulan madu. Sementara, Eriska kembali menatap kepergian mereka. "Mbak ... kok bisa sih, mbak?" heran tetangga yang tempo hari bertanya. "Takdir," jawab santai Eriska. Dia memang sudah ikhlas, lagipula apa yang bisa dilakukannya selain berlapang dada?"Mbak harusnya nolak, jangan mau dimadu. Kenapa nggak minta cerai?" Sederet pertanyaan yang mewakili rasa bingung juga heran Nina-tetangga dekat Eriska yang sekarang menjadi ibu satu anak. Eriska membuat garis senyuman yang begitu tulus. "Nggak apa-apa, anggap aja ladang amal buat aku." "Ya ampun mbak ...." Nina geleng-geleng kepala mendengar jawaban Eriska yang jauh dari dugaannya. Eriska dan Nina adalah teman sebaya. Mereka sama-sama berusia dua puluh lima tahun. Namun, tentu nasib rumah tangga mereka berbeda. Nina berhasil melahirkan anak dari suaminya, berbeda dengan Eriska. Usianya dan Bagas terpaut lima tahun, suaminya memang cukup berumur wajar saja jika pria itu tidak sa
Adam dan Eriska hanya duduk senyap. Pria itu bingung harus berkata apa, sedangkan wanita dengan status istri pertama tentu sedang memikirkan keselamatan Bagas. Semoga Mas Bagas baik-baik aja, semoga Andin bukan wanita yang cuma mau uang kamu, mas, lirih Eriska dalam hatinya. Lima bulan berpacaran dan tiga tahun menikah tentu membuat rasa sayang Eriska terhadap Bagas sangat besar. Sebenarnya dia tidak pernah menyangka sama sekali jika Bagas tega berselingkuh. Dua tahun lalu Eriska dinyatakan mandul. Namun, Bagas tetap menunjukan cinta dan sayangnya. "Nggak apa-apa, sayang. Siapa tau nanti takdir berkata lain." Tangan hangat Bagas mendekap Eriska begitu sayang, bahkan tidak mempunyai rasa malu sedikit pun walau di depan dokter. Kala itu Eriska sedang terisak di dada bidang Bagas. "Aku nggak sempurna, mas." "Nggak ada manusia sempurna di dunia ini, sayang. Aku juga cuma laki-laki banyak kekurangan. Jangan sedih, jangan kecil hati. Kita banyak berdoa saja pada yang maha kuasa." Sungg
Malam ini Eriska berbenah, dia pindah ke kamar di sebelah kamarnya bersama Bagas dulu. Wanita itu merasa diusir secara tidak langsung dari kamarnya sendiri. Tanpa izinnya Bagas menyulap kamar mereka menjadi kamar pengantin dengan dekorasi mewah dan di sana juga terdapat rangkaian bunga bertuliskan 'Welcome to Andin.'Jelas Eriska harus keluar dari kamar penuh kenangan bersama Bagas sejak malam pertama sampai malam terakhir sebelum suaminya selingkuh. Tangan Eriska sempat menyapu ranjang pengantin yang kini milik Andin. "Dulu kamu seneng tidur sama aku, mas," lirihnya, tapi dia tidak mau tenggelam dalam kesedihan yang sudah tertulis dalam takdir hidupnya. Setelah melihat-lihat seisi kamar yang telah hilang kenangannya, Eriska mulai mengambil bajunya satu persatu dari dalam lemari yang cukup besar hingga tidak satu pun tersisa. Dia menarik baju dari dalam koper besar menuju ke kamar barunya yang terletak di samping kamar lamanya. Dulu kamar itu selalu digunakan oleh orangtua Bagas atau