Beranda / CEO / Wanita Pilihan Mafia / Bab 37. Kau Kalah

Share

Bab 37. Kau Kalah

Penulis: Aleena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tu-an ...." Tangan Salwa terulur perlahan, menyentuh rahang yang ditumbuhi rambut-rambut kecil, mengusapnya hati-hati.

Sean menangkap tangan itu, tak membiarkan tangan itu terjatuh, membawanya pada bibirnya untuk dikecup beberapa kali. Rasa menyesal semakin mendera dirinya setelah menatap memar di pipi Salwa akibat tamparannya. "Kenapa harus seperti ini?"

Berniat membawa Salwa pergi dari tempat itu, Sean membenarkan pakaian Salwa terlebih dulu, mengancingkannya piyama yang sempat ia lepaskan secara paksa. Perempuan yang sudah menguasai hatinya tanpa ia sadari sekarang sedang menahan sakit dengan darah yang tak kunjung berhenti.

Mencoba tetap tenang meski rasa panik itu kian menjadi-jadi, takut jika Salwa tak bisa bertahan membuat Sean mempercepat langkahnya ketika menggendong tubuh Salwa. Para anak buah sudah bersiap diri, membantu atasannya untuk keluar dari rumah besar Yang Pohan.

***

"Cepat! Tabrak saja mereka semua!"

Sean membentak anak buahnya yang sedang menyetir mobil, mengen
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 38. Sikap yang Aneh

    Ruangan itu terlihat porak-poranda, berserakan barang-barang yang sudah tercecer dan terpecah belah. Semua orang hanya bisa menunduk, tak berani sedikit pun melihat apa yang terjadi di depan mata."Bagaimana Sean Arthur bisa lolos? Ke mana kalian saat itu?"Hening. Hanya suara Yang Pohan saja yang terdengar karena semua orang tampak menunduk tak berani menjawab. Salah satu di antara mereka ditemukan tewas terbunuh dengan dada tertusuk pisau. Dari rekaman kamera pengawas, Sean membawa Salwa dalam gendongannya. Perempuan itu tampak sedang terluka jika dilihat dari banyaknya darah yang tercecer di lantai.Apa yang sebenarnya terjadi?Apakah Sean telah tega melukai Salwa?Yang Pohan semakin kesal memikirkan itu semua. Dia tidak terima jika Salwa harus kembali ke tangan Sean. Apalagi perempuan itu sedang dalam kondisi terluka.Ia merasa dipermalukan jika sampai kehilangan Salwa. Salwa berada dalam wilayah kekuasannya, rumahnya sendiri. Akan tetapi, Sean Arthur tetap bisa membawanya paksa.

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 39. Pengakuan Salwa

    Waktu terasa berhenti di satu angka. Pukul delapan malam dan langit pias di antara bumbungan hasil apa saja yang telah berkobar terbakar. Asap kendaraan bermotor bergelung bersamaan dengan debu-debu jalanan yang membuat napas sesak bagi siapa saja yang tengah berada di sana. Sean memandang keluar dari jendela kaca di mana menampilkan pemandangan malam kota Kowloon. Salwa masih tertidur, dengan napas turun naik teratur. Perasanan bersalah Sean semakin menjadi-jadi melihat bagaimana kondisi psikis Salwa yang menyedihkan.Perempuan pertama yang mampu membuat hatinya gelisah, cemas, dan tidak bisa tidur, malah takut kepadanya. Tatapan Salwa yang begitu mengenaskan ketika memandangnya membuat hati Sean meringis pilu. Salwa takut kepadanya. Salwa membencinya.Banyak hal yang menjadi misteri, dan sampai saat ini masih belum bisa ia mengerti, yaitu bagaimana arti keberadaan perempuan itu di hatinya.Apakah yang Alan katakan benar adanya, jika dirinya bergantung pada Salwa?Mana mungkin dirin

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 40. Perasaan yang Mati

    Salwa hanya diam, tak sanggup menjawab pertanyaan Sean Arthur. Terlalu lelah menjalani kehidupannya, perempuan yang selalu menahan diri dari segala hinaan seorang Sean Arthur kini tenggelam dalam kesedihannya. Mungkin luka-luka yang ditorehkan Abust di tubuhnya sudah tak kentara dan tak sakit lagi, tetapi trauma yang ia alami masih terus-menerus berlanjut hingga sekarang. Dia tak sanggup untuk melupakan kejadian itu barang sedetik pun. Layaknya sebuah mimpi buruk dan berubah menjadi momok menakutkan yang selalu menghantui kehidupan Salwa."Sial!" Sean mengumpat. Dia ikut terpedaya dengan semua perkataan kedua adiknya. Keyakinan bahwa mereka tidak mungkin menyakiti Salwa membutakan dirinya akan hal yang terjadi sebenarnya.Pandangannya masih tak beralih sedikit pun pada sosok rapuh di depannya. Tangannya mengepal erat, merasa gagal menjadi pelindung, apalagi terkait kehormatan Salwa sebagai istrinya. Patutlah perempuan itu begitu ketakutan, memilih kabur dari penyekapan karena tak taha

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 41. Sisi Lain Sean Arthur

    "Salwa sudah sadar. Aku yakin dia akan menceritakan semuanya kepada Sean. Kau dalam masalah."Leon meletakkan wine yang baru saja ditenggaknya, menyisakan sedikit cairan kehitaman di dasar gelas. Pandangannya mengarah kepada Abust yang tampak bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia yakin tidak akan selamat, jika Sean mendengar perbuatannya dari mulut Salwa."Aku akan mendatanginya. Aku akan bernegosiasi dengan Sean agar Salwa menjadi palayanku saja.""Bodoh! Kau mau menyetorkan nyawamu sia-sia?" Leon mendengkus, setidaknya otaknya masih mengandalkan akal sehat serta logika jika dihadapkan pada situasi yang rumit. Tidak seperti Abust yang hanya mengandalkan emosi serta perasaan sesaat."Kau tidak merasakannya. Aku belum bisa melupakan wanita itu." Kedua tangannya mencengkeram rambutnya kasar. Tatapan mata perempuan itu masih jelas dalam pikirannya. Rintihan Salwa, harum tubuh perempuan itu, ia tak sanggup melupakannya. "Aku yakin dia menggunakan magic agar Sean dan aku tergila-gil

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 42. Menahan diri (Part 1)

    mendapat kabar bahwa Abust menghilang. Dia tak menyangka jika seorang Abust bisa bersikap pengecut seperti itu, memilih kabur dan tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepercayaan yang selama ini ia berikan kepada adiknya itu musnah sudah. Dengan wajah kesal lelaki yang selalu menampilkan wajah dingin mulai memarahi anak buahnya, menyuruh mereka melakukan apa saja agar bisa menangkap Abust. Pria yang sebelumnya menduduki strata tinggi di depan seorang Sean Arthur, kini hanyalah seorang buronan."Kepung bandara! Cari dia sampai dapat! Aku yakin Abust berniat kabur ke luar negeri," perintahnya tegas dan tak terbantahkan.Sean mengakhiri panggilannya ketika mendengar suara sesuatu terjatuh, dan ia mendapati Salwa tengah berusaha beranjak dari pembaringan dengan menahan tangannya di atas nakas. Sebuah botol air mineral yang baru saja jatuh dari sana tampak menggelinding ke arahnya. Mengabaikan botol tersebut, Sean memilih membantu Salwa berdiri. Ia tahu bahwa wanita itu kesulita

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 43. Salah Obat

    "Alan!" Suara itu terdengar menggema, ketika Sean masuk ke ruang kerjanya. Pria yang biasanya lengkap mengenakan sneli putihnya itu kini tampak berpakaian bebas, kaus berlengan pendek, celana panjang dengan jam tangan melingkar di lengan kanannya.Alan datang hanya untuk memeriksa kondisi Salwa sekaligus memberikan obat untuk mengurangi rasa nyeri pada luka yang hampir mengering itu."Kau masih menjaga jarak dengan Salwa, bukan?" Alan tampak mengangkat kedua alisnya sembari menunggu jawaban dari Sean. "Tidak berhubungan dengannya?"Sean mengempaskan tubuhnya di kursi putar, lalu bersandar dengan nyaman. "Aku masih waras dengan tidak menyentuhnya. Setidaknya sampai lukanya mengering." Terlihat wajah merah lelaki itu ketika mengucapkannya seolah sedang menahan sesuatu yang menggebu di sana."Ah, syukurlah." Alan bernapas lega. "Harusnya semalam aku memberinya suntikan kontrasepsi sesuai jadwal. Dan kau harus menahannya hingga esok hari. Aku akan datang pagi-pagi untuk memberikan suntika

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 44. Semakin Nyaman

    Ruangan itu masih hening, hanya suara Sean yang terdengar sayup-sayup bercakap-cakap di telepon dengan Alan. Kening Salwa mengernyit, tubuhnya tampak mengeliat, menggesek tubuh Sean yang juga tak berpenghalang, lantas tangannya memeluk lelaki itu layaknya guling.Dersik angin malam yang masuk melewati ventilasi udara, melambai-lambaikan tirai yang tak tertutup sempurna. Sean menggertakkan giginya, merasakan kulit perempuan itu menempel di tubuhnya. Gelora yang sebelumnya sudah terpadamkan dengan percintaan yang memanaskan, kini mulai terasah kembali.Salwa benar-benar menguji kesabarannya."Alan!" Suara Sean terdengar berat dan parau, menahan hal yang sudah mulai memuncak tak terkendali. "Apakah Salwa akan hamil?""Aku belum bisa memastikan. Aku akan memeriksanya satu atau dua minggu lagi." Alan terdengar menghela napas. "Aku harap kau tidak berhubungan dulu selama masa penantian. Kecuali, kau menginginkan seorang anak.""Apa? Dua minggu?" Sean mengesah, dua minggu adalah waktu yang s

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 45. Rasa Kecewa

    "Sebaiknya kau memutuskan perasaanmu segera." Alan langsung mengatakan hal itu setelah mendaratkan pantatnya di sofa kecil di sudut ruang kerja Sean Arthur. Mereka mulai membuka obrolan terkait hubungan Sean dan Salwa yang tampaknya semakin serius.Sean duduk di kursi putarnya, menyandarkan punggung dengan nyaman di sana. Ia belum juga mengenakan pakaian, masih setia dengan handuknya yang dililit di batas pinggang. "Kenapa harus buru-buru? Aku masih menikmatinya.""Ini bukan masalah kau menikmati atau tidak." Alan berkata kesal. "Jika Salwa tidak hamil, itu tidak jadi soal. Akan tetapi, jika Salwa hamil, kau harus melakukan peranmu yang sesungguhnya sebagai seorang suami." Lelaki bermata sipit menatap lurus ke arah Sean, menunjukkan betapa seriusnya dia. Masalah nyawa bagi Alan adalah hal yang utama dan tidak boleh dianggap main-main."Aku sudah melakukan tugasku sebagai suami. Apa kau tidak lihat, aku sudah merawatnya belakangan ini.""Tapi kau masih menggantungkan perasaannya, bukan

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 128. Tamat

    Alan kembali tertawa. Tawa renyah tanpa takut Sean akan menghajarnya setelah itu."Tentu saja tidak. Kau sangat menggemaskan, Tuan Arthur.""Kau!"Sean beranjak berdiri, ingin mencekik Alan yang kembali mentertawainya. Namun, Alan segera menghindar, ikut berdiri dengan menghadapkan ke depan kedua telapak tangannya yang terbuka lebar."Ayolah, Sean. Aku hanya bercanda.""Bercandamu tidak lucu. Pulang saja ke negaramu!" ucap Sean menahan kesal kepada sahabatnya itu.***Malam ini adalah minggu ke dua setelah tragedi mualnya Salwa yang anti didekati oleh Sean. Sean terpaksa menahan diri agar tidak menyentuh Salwa, padahal dia termasuk lelaki yang tidak sanggup menahan kebutuhan hasrat biologisnya dalam waktu lama.Dia terpaksa tidur di ruang kerja yang berada tepat di samping kamar tidur utama. Dia berusaha memejamkan mata, mengatasi rasa menggigil ingin dihangatkan oleh tubuh wanita yang dicintainya.Suara derit pintu terdengar lirih, dengan langkah kaki yang menapak lantai marmer di ru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 127. Ngidamnya Salwa

    Jelas perhatian semua tamu undangan kini beralih pada sosok tegap yang wajahnya terlihat meradang. Lelaki tinggi dengan berbalut tuxedo mahal berjalan di atas karpet merah menuju panggung di mana Salwa dan Angela berdiri di sana.Langkah kakinya terdengar tegas begitu berada di atas panggung. Tangannya mengambil paksa microphone di tangan Angela, lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana untuk digunakan mengelap kepala serta gagang microphone tersebut. Hal itu sengaja ia pertontonkan di hadapan Angela, menunjukkkan bahwa perempuan itu lebih menjijikkan dari dugaannya.Sementara sebelah tangan Sean memeluk pinggang Salwa, menarik perempuan itu agar lebih mendekat ke arahnya. Tatapannya tertuju pada semua tamu undangan yang sebelumnya tampak riuh karena ulah Angela, kini tiba-tiba hening dan senyap."Dia memang pernah menjadi pelayanku. Dia juga pernah mengandung anakku." Air mata Salwa seketika menetes mendengar perkataan Sean. Ada apa ini? Apakah ia datang ke sini hanya untuk dip

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 126. Pesta Pernikahan

    Tidak ada kata terlambat untuk menciptakan kehidupan yang diinginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang sedang kita perjuangkan.Pria bermata biru mengusap kepala sang istri yang baru saja tersadar setelah pemeriksaan dokter dilewati beberapa menit yang lalu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memandang bulu mata lentik mengerjap ringan. Mata bulat itu memandang dengan sayu, buliran air pun menggenang di pelupuk mata, lantas menetes dengan aliran ringan membasahi pipi."Syukurlah kau sudah sadar." Sean menyeka air mata di pipi Salwa dengan ibu jari kanannya secara bergantian. Pria itu tak menanyakan hal yang sesungguhnya ingin sekali ia tanyai, terkait apa saja yang sudah Salwa lakukan dengan Ramunsen di kamar mereka."Mas, ...." Suara Salwa terdengar serak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Menyadari hal itu, Sean mengambilkan minum untuknya, membantu Salwa duduk dari pembaringan.Sedikit demi sedikit air di dalam gelas itu berpindah ke mulut Salwa, membasahi tenggo

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 125. Mengejar Ramunsen

    Mobil sport yang memiliki kecepatan lintasan di atas rata-rata digunakan Sean untuk mengejar Edward dan Salwa. Zoe bertugas mengendarai, sementara Sean duduk di sampingnya sembari berpikir dan mendengar segala laporan anak buahnya yang telah memata-matai Ramunsen dari atas ketinggian.Mobil mewah berwarna metalic itu menerobos apa saja yang ada di depan mata, memacu secepat yang ia bisa di tengah keramaian. Kepiawaian Zoe dalam mengendarai mobil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Lelaki itu mengernyit ketika titik koordinat yang akan mereka lewati menuju daerah dataran tinggi."Tuan, mobil mereka ...."Sean hanya diam, meski Zoe tidak melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu terlihat berpikir serius, tentang apa yang dilakukan Ramunsen di tempat seperti itu. Benar-benar tidak masuk akal.Sekelebat bayangan seorang wanita hamil dari kejauhan tampak tertatih-tatih dalam menahan kesakitan dan di sebelahnya dirangkul oleh seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah suaminya, menjadi perh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 124. Datang Tepat Waktu

    Salwa bernapas lega melihat siapa yang datang. Air mata yang sejak tadi mengalir terus saja berlinang tiada henti. Dia terisak, tetapi tetap membungkam mulutnya.Pria itu adalah Sean Arthur bersama Zoe sang asisten yang berdiri di belakangnya. Rasa lega bukan hanya karena Salwa merasa aman sebab ada yang menyelamatkannya, tetapi juga melihat sang suami masih hidup dan dalam keadaan sehat. Padahal sebelumnya ia sudah sangat putus asa karena informasi akan keadaan Sean yang sedang bertaruh nyawa dengan bahan peledak, tetapi ternyata Tuhan memberinya secercah harapan."Jangan bergerak! Tetap di tempat." Ramunsen membuang gelas tersebut hingga pecah dan membasahi karpet bulu yang membentang di hampir seluruh permukaan lantai. Tangannya merogoh sesuatu di balik saku celana, lalu menunjukkan benda itu kepada semua orang. Sebuah suntikan berukuran mikro kini berada dalam genggaman lelaki itu."Ini adalah zat afrodisiak. Aku sudah memasukkan afrodisiak ini dalam konsentrasi tinggi. Bayangkan,

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 123. Ramuan Laknat

    Lima jam berlalu setelah melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Baru saja Sean menyalakan mode data smarphone, sebuah email masuk dari Zoe sang asisten mengharuskan Sean menatap layar digital tipis miliknya untuk memeriksa. Di sana, Zoe mengirimkan file attachment di mana berisi foto-foto dan potongan berita khusus yang membuat Sean tercengang. Segera ia hubungi lelaki itu untuk mengetahui kejelasan lebih dalam dari email yang baru saja dikirimkan kepadanya."Tuan Arthur," ucap Zoe begitu menghormati Sean sesaat lelaki itu menjawab panggilan."Katakan, apa maksud semua ini? Mayat siapa itu?" Sean tak kuasa menahan diri. Semua yang terpampang di depan mata seperti sebuah teka-teki.Namun, Zoe di seberang sana terdengar menghela napas panjang sebelum pada akhirnya menjawab, "Polisi telah menemukan jenazah hancur kepalanya sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dilihat dari kondisi jenazah itu, kemungkinan besar dia adalah korban pembunuhan sadis dan kejam. Dia ditemukan di sebuah alir

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 122. Penyesalan Seorang Anak

    Hingga beberapa waktu mereka menunggu, tiada sesuatu yang terjadi. Semua pasang mata terbuka hampir bersamaan. Ketakutan dan kepasrahan kini berubah menjadi rasa penasaran. Dilihatnya bom itu telah berhenti di angka 00.01 yang artinya, terlambat hanya dalam satu detik saja, mereka semua akan lenyap dari muka bumi.Terdengar helaan napas dari bibir semua orang. Rasa lega belum sepenuhnya terobati, Fang Yi melihat sinar merah di kepala Abust. Dia menyeret lelaki itu, tetapi dirinya justru terjatuh dengan tubuh Abust menimpa dirinya."Cih, minggir! Kau bau." Abust segera berguling ketika kedua tangan Fang Yi menolaknya. Sementara sinar itu tetap mengarah kepadanya."Kau sendiri yang menyeretku. Kalau suka bilang saja."Fang Yi melihat sosok dari balik pagar sedang bersiap menarik pelatuk, dia segera menarik kembali tubuh Abust, membiarkan pria itu menimpanya sekali lagi dan ....Suara lesatan peluru itu terdengar, menerbangkan debu-debu yang ada di puncak gedung rumah sakit itu. Semua or

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 121. Terselamatkan

    Fang Yi menuruni anak tangga darurat sembari mengatur frekuensi di earpiece yang tersemat di telinganya. Ia lebih yakin untuk membuntuti empat pria bertubuh kekar dengan orang tua berwajah mencurigakan daripada langsung menuju ruang bawah tanah. Instingnya bekerja cepat, merasa ada hal tidak beres dengan sekelompok mereka tadi. Meskipun Abust tidak memercayai perkataannya, tetapi ia sangat yakin dengan keyakinannya.Dia kehilangan jejak mereka, tetapi terus saja melangkah karena merasa mendengar suara sayup-sayup di lorong tangga darurat. Suara itu menggema, mungkin karena tiada benda-benda yang memantulkan suara dengan sembarang arah, sehingga lebih terdengar jelas di indra pendengaran.Langkah kaki Fang Yi menapak hati-hati, mengurangi suara pantulan sepatu agar tidak membuat kecurigaan seseorang yang mungkin sedang bersembunyi tanpa sepengetahuannya.Tepat ketika kaki Fang Yi melangkah melewati kelokan, menuruni anak tangga berikutnya, sebuah tangan mendekap kepalanya.Dia berontak

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 120. Love at The Darkness

    Abust menoleh ke arah sumber suara, melihat sosok berpakaian putih dengan badan tegap membawa troli dengan kain-kain putih ternoda. Tampaknya lelaki itu adalah petugas rumah sakit.Merasa tidak ada waktu berbasa-basi, Abust segera menodongkan senjata ke dahi lelaki itu. Mata pria berpakaian putih membukat, tak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Kedua tangan ia angkat ke atas dengan telapak tangan membuka lebar."Jongkok!" perintah Abust.Pria itu mengangguk hati-hati, menurut dengan merendahkan diri sembari melipat kaki."Katakan! Di mana ruang rahasia itu?"Lelaki itu menggeleng. "Ruang rahasia apa? Aku hanya petugas pembersih.""Sudah berapa lama kau bekerja?""Empat tahun. Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Biarkan aku bekerja dengan tenang."Abust tak menuruti. Dia masih meletakkan ujung senjata di dahi pria itu. Empat tahun lamanya menjadi petugas di ruangan itu, mana mungkin tidak menyadari sesuatu."Jika kau masih mencintai pekerjaanmu, kau harus menunjukkan

DMCA.com Protection Status