Share

Bab 26

Belum sempat Abizar menjawab, ponselku kembali meraung-raung minta diangkat. Lagi-lagi nomor Rahman yang melakukan panggilan. Apa laki-laki ingin mengobral janji lagi? Memperjuangkan aku di depan orang tuanya, yang nyatanya gagal total itu.

Atau Rahman sudah mendapat restu dari orang tuanya, atau bagaimana? Hingga berani menghubungiku? Kalau pun iya, agaknya dia sudah terlambat. Aku sudah terlanjur memutuskan pergi. Kalau pun dia berhasil mendapat restu, aku sudah males hidup di lingkungan itu. Mulut tetangga di sana julid semua.

"Dari siapa sih, Mbak? Kok nggak diangkat?" Tanya Abizar penasaran.

"Bukan siapa-siapa, Bi." Kami masih di lorong pesantren, jadi aku tidak berani cerita tentang Rahman pada Abizar. Butuh tempat khusus, nggak enak kalau ada yang dengar.

"Bukannya mau ikut campur, Mbak. Tapi aku lihat dari tadi ada telfon masuk, dan Mbak Mey abaikan terus. Mungkin orang yang nelfon itu memang benar-benar ada hal penting yang mau disampaikan." Aku menghela nafas panjang.

"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status