"Kamu kenapa tadi?" tanya Inder saat dalam perjalanan."Kapan? Yang mana?" tanyaku, malas. Sambil bersandar ke jok mobil."Tadi saat mau terjatuh, itu bukan akal-akalan kamu saja 'kan, biar di peluk Andra!" tuduh Inder. Sekilas melirikku sengit, sebelum akhirnya kembali fokus menatap ke depan.Aku memutar bola mata, malas. Tak menggubris tuduhan Inder. Gak penting juga buat dibahas.Lagian, tumben mau jemput. Apa mungkin karena suruhan Papa? Sepertinya. Mungkin ada syarat baru untuknya. Dih, menyebalkan."Jawab!" Suara Inder terdengar nyaring memekakkan telinga, sekilas melirikku dengan masih tatapan sengit."Tak penting!" Aku cuek. Membuang pandangan keluar jendela mobil. Aku pikir lebih baik menatap keluar daripada menatap wajah pria pemuja mantan itu.Dan entah kenapa, sekarang aku mulai malas bicara dengan Inder. Tepatnya setelah mengetahui semuanya apa yang ia lakukan itu tak tulus, hanya ingin segera mendapatkan apa yang ia inginkan.Dan aku juga yakin, kali ini ia menjemputku
"Termasuk diriku berarti!" Inder menatapku serius. Sedangkan, kukedipkan mata berkali-kali. "Untukmu pengecualian." Aku berbohong. Padahal iya, bahkan Inder orang pertama yang membuat aku jatuh cinta. Ah, entahlah…."Kenapa?""Kau tak tampan!"Inder tak membalas lagi. Ia kembali menatap layar Hp ku yang masih ia pegang. Jari jempolnya bergerak cepat seperti melakukan sesuatu pada benda pilih milikku itu."Hei, apa yang kamu lakukan!" Aku merampas Hp ku saat mencurigai Inder melakukan sesuatu. Awalnya tak berhasil, pria itu menahan tanganku, namun dengan kegigihanku, akhirnya berhasil aku rebut Hp-ku."Sudah aku buang nomor Andra, bahkan sudah aku blokir juga," jawab Inder tanpa d0sa."Kamu…." Saking geramnya, aku sampai tak tahu mau ngomong apa sama itu pria."Kenapa kamu laku
Inder menatapku lama, tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.Aku menundukkan wajah. Mendadak jadi takut sendiri. Namun aku tak menyesali kata-kataku. Aku yakin dengan apa yang telah aku ucapkan barusan adalah benar, bisa jadi yang terbaik untukku.Aku mengatakan ingin cerai bukan tanpa memikirkan sebelumnya.Semalaman aku telah berpikir. Mencari jalan keluarku sendiri. Dan hasilnya memang aku harus cerai. Lagian, untuk apa bertahan jika itu menyakitkan."Apa karena pertengkaran kita semalam, hingga kau ingin pisah?" Aku mengangkat wajah sebentar saat Inder bersuara."Bukan!" jawabku, kembali menundukkan wajah.Sesaat hening, aku dan Inder sama-sama terdiamnya."Apa karena Cleo?" tanya lagi Inder.Aku tak lekas menjawab pertanyaan Inder. Salah satu penyebab utamanya memang itu, tapi ada lagi. Aku merasa tersakiti dalam pernikahan ini. Tepatnya saat aku mulai menyukai Inder. Lagi pula…benar kata Andra, disini yang untung banyak adalah Inder. Dia menang banyak.Dibalik kemenan
"Duh, ngenes banget sih jadi Mbak." Inggit menatapku dengan iba. Segera kusudahi air mataku yang mengalir dengan sendirinya. "Tapi Kenapa, sih, Mbak, tak mau memberitahukan suami Mbak aja?" Inggit tampak heran campur gereget."Gak, Git, percuma dia tahu, malah nanti anak ini akan dianggapnya sebagai penghalangnya untuk bersatu dengan Cleo. akan menambah sakit padaku nantinya. Udahlah Inder tak menyukaiku, aku tak kamu ia juga membenci anakku. Cukup aku yang ia benci.""Emang Mbak merasa Mas Inder membenci Mbak?""Tak suka artinya juga benci, Git.""Gak gitu juga, Mbak," timpal Inggit."Terserah, Git. Yang penting, tak ada orang yang tahu tentang kehamilanku ini. Kecuali kamu. Aku gak akan memberitagu siapapun. Dan kamu jangan cerita Maslahku apalagi kehamilanku pada Emak. Nantiia jadi kepiran." "Lal
Belum sempat aku balas pesan yang pertama, Cleo kembali mengirimku pesan.'Terimakasih atas bantuanmu, Mbak. Kami tak akan melupakan kebaikan, Mbak.' Pesan Cleo di selipi emot senyum kalem.Entah kenapa aku merasa kata-kata terimakasih Cleo hanya sebuah ejekan saja. Apa hanya perasaanku saja. Kenapa aku panas dengan itu. Kenapa begitu menyakitkan, ya? Aku memukul-mukul dadaku yang terasa begitu sesak, ini salahku, salahku sendiri. Hanya karena terlena akan rupa Inder, aku menjerumuskan diriku sendiri ke lembah keterpurukan. Hingga aku lupa apa tujuanku dari pernikahan ini. Iya, ini salahku...yang tak sadar diri. Jika di pikir-pikir, Inder pria br*ngsek yang pernah aku temui. Bisa-bisanya dia tak menghargaiku sama sekali.Tak tahan sudah aku tinggal bersamanya, serumah dengan suami mu nafik.
Aku pulang ke rumah Emak dengan menaiki taxi yang dipesankan Inder. Ah, rupanya pria itu melepaskan aku dengan begitu rela. Percuma aku menangisi kandasnya hubungan ini.Toh, hanya aku yang peduli. Inder tidak. Tentu, memang ini, bukan, yang diinginkan Inder.Saat pertama kali masuk kerumah, aku menjumpai Emak tengah memandangi foto Bapak, dan mata Emak tampak berembun. Beliau menangis.Emak pasti mengenang Bapak, aku tahu Emak begitu sangat terpukul dengan kepergian Bapak.Mendadak aku tak siap masuk tuk bertemu Emak. Emak pasti tambah sedih melihatku pulang tanpa suami, lebih-lebih tahu kalau hubungan rumah tanggaku sudah hancur. Bagaimanapun aku berusaha mengelabui Emak, tentunya Emak pasti curiga juga.Diantara aku, Inggit dan juga Dirham, Emak memang lebih peka dan perhatian padaku. Seperti yang Inggit katakan, kalau
"Jadi Mbak memutuskan untuk bercerai dari Mas Inder?" Dirham tampak terkejut. Setelah tahu dari Inggit, dia langsung mengajakku ketemuan di cafe seperti biasa aku dan Inggit bertemu."Kamu jangan bilang Emak, Dir. Awas aja!" Aku mengancam Dirham sambil menunjukkan tangan yang terkepal ke wajahnya."Tapi kenapa, Mbak. Kenapa Mbak harus memilih cerai. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.""Dan jalan keluarnya Mbak Dinar adalah dengan bercerai!" Inggit menyela."Tapi Mbak Dinar, kan, lagi mengandung.""Udah, jangan bawel. Kamu laki-laki, gak akan tahu perasaan wanita." Lagi-lagi Inggit menyemprot dengan sengit."Tugas kamu hanya tutup mulut pada Emak," lanjut Inggit dengan masih nada sengit."Iya, betul." Aku menambahi."Dan lagi, kalau nanti jadi suami jangan kayak In
"Beraninya, ya, kamu bilang aku sekasar tadi!" Jari telunjuk Cleo menunjuk ke wajahku dengan tatapan penuh amarah.Aku segera menepis jari telunjuk wanita yang tampak memanas rona wajahnya.Aku kembali tersenyum puas. Makanya, Dinar dilawan. Ya aku lawan balek lah."Aku tak peduli meskipun kamu dengan Inder melakukannya berkali-kali. Sungguh itu tak ngefek untukku. Jadi awas minggir, Wahai bekas!"Aku menggeser kasar tubuh Cleo yang menghalangi jalan keluar hingga hampir saja tubuh ramping jatuh ke lantai.Aku tampak baik-baik saja, padahal hatiku, hu hu hu….Inder benar-benar bej4t. Kukira akulah wanita pertama kalinya yang ia sentuh, meskipun tanpa cinta.Tak tahunya, hu hu hu….Inder baj*ngan. Aku jijik disentuh pros itu dan menyesal telah jatuh hati.Hu hu h
Setelah habis beper-baperan karena kalimat Inder yang mengatakan kalau memang hanya aku jodohnya, aku menatap Inder untuk meyakinkan perkataannya. Namun, ia hanya menaik turunkan alisnya."Sudah jelas, kan, sekarang alasanku apa?" Dia melipat tanga di dada sambi menaikkan satu kakinya ke lutut."Apa?" Aku masih tak paham. Tepatnya pura-pura tak paham, sih."Sekarang perasaan kira sudah impas. Sama seperti kamu," ucapnya tenang."Memang apa perasaanku?" Aku melipat tangan menirukan gaya Inder saat ini sambil menatapnya dengan sebelah alis terangkat."Gak tau. Yang aku tahu kamu mau menikah denganku sebab uang."Aku terdiam sejenak. Antara ingin mengaku dan tidak pada Inder. Malu gak, ya? Andaikan aku mengaku pada Inder kalau aku suka dia. Bahkan cinta dia suda lama, sebelum kami menikah.
"Tadi kamu bilang apa?" tanyaku sambil melirik Inder, untuk meyakinkan pendengaranku tak salah."Apa? Gak ada!" elak Inder sambil menjalankan mobil."Itu tadi, yang aku cemburu!" ingatku, siapa tahu ini pria punya penyakit amnesia mendadak.Inder tak menggubris ucapanku, malah ia memasang kaca mata, terlihat santai seakan tak mendengar pertanyaanku. Padahal jelas-jelas pertanyaanku begitu jelas dan cukup nyaring. Hanya saja Inder cuek. Malu kali. Setelah tak sengaja bilang cemburu."Cie, yang cemburu, ehem!" Entah kenapa aku suka dan ingin sekali untuk menggoda pria sok jaim itu kali ini."Coba, dong, ulang sekali lagi, aku cemburu gitu!" tuntutku. Ah, kemaruk banget emang aku. "Tadi kurang jelas aku dengarnya!" pintaku. Kembali Inder tak menggubrisku. Tapi gak masalah, aku suka itu, lama-lama aku terbiasa dengan sikapnya. Kesel-kesel gemes gitu. Tapi aku cinta."Mas Inder ….""Bisa diem, gak? Jangan mancing-mancing saya, kamu itu gak bisa diapa-apain!"Hah! Maksudnya? Aku melongo m
Setelah 20 menit kemudian, Dokter Mekka, dokter kepercayaan keluarga Inder yang bekerja sudah bertahun-tahun lamanya tersebut masuk kedalam kamar dengan membawa tas.Dokter Meka langsung memeriksaku. Setelah duduk di pinggir ranjang."Nyonya gak minum vitamin yang kemarin saya kasih? Untuk mengurangi sensitif bau yang Nyonya rasakan yang mengakibatkan Nyonya terus ingin mual," tanya Dokter Meka. Menatapku penuh kelembutan."Udah, kok, Dok, cuman gak ngefek!" jawabku sambil duduk dari posisi tidurku. Setelah diperiksa Dokter Mekka."Kok bisa, ya? sedikitpun tak ngefek?" tanyanya lagi dengan raut heran. "Tidak, Dok!" jawabku sambil menggelengkan kepala."Emhhh … apa ada hal lain yang bisa ngilangin sensitif baumu?" tanya lagi Dokter Meka. Tampak sedang berpikir.Aku
Aku mengusap-usap perutku yang mulai membuncit di usia kandunganku yang sudah lima bulan lebih ini."Bisa tidak, kamu gak usah mandi dulu!" Inder yang baru masuk kamar sepulang dari kantornya, dan membuka jasnya tampak terkejut dengan permintaanku.Inder menatapku dengan ekspresi anyep. Cukup lama Inder menterengin wajahku, membuatku tak nyaman dan menyesali ucapanku barusan. Hingga beberapa detik berlalu, Inder masih saja menatapku dengan raut heran. Aku menelan saliva. Benar-benar menyesali permintaanku.Selanjutnya, tanpa berkata, Inder meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mengusap dada, terasa lega tak mendapatkan perkataan yang nyelekit dari Inder atas permintaan anehku tadi. Iya, aneh memang. Jelas-jelas Inder tak bisa hidup tanpa mandi. Selama aku hidup dengannya saja entah berapa kali aku menjumpai ia seharinya mandi ban
Hening ….Selama dalam perjalan menuju pulang, aku dan Inder hanya diem-dieman. Tepatnya Inder saja yang diam. Sebenarnya sedari tadi aku sudah jenuh dengan keheningan ini. Aku tidak suka keheningan saat sedang bersama seseorang. Aku maunya ngobrol atau cerita.Saat Inder memergokiku tengah duduk bersama dengan Andra, aku kira ia bakalan marah atau apapun, tak tahunya ia hanya menyuruhku masuk kedalam mobil. Itu pun hanya melalui bahasa isyarat saja, bukan tanpa kata-kata atau perintah dengan sengit seperti biasanya.Inder tidak marah, namun sikapnya yang pria itu tunjukkan padaku lebih dari kemarahannya. iya, aku merasakan itu.Sikap diam Inder bukan mengatakan kalau ia tidak marah, melainkan perasaan ia sedang tidak baik-baik saja. Lambat laun, sedikit demi sedikit aku sudah memahami karakter Inder. Diamnya Inder menandakan bahwa ia sedang marah. Sedangkan jika dia banyak omong maka kebalikannya.Inder memang sedikit berbeda dengan pada umumnya. Ia lebih suka diam saat ada masalah,
Saat aku melangkah ke parkiran untuk menunggu jemputan Inder, mataku menangkap sosok Andra yang lagi duduk di kursi biasa aku duduk di sana.Andra tersenyum ke arahku. Duh …mendadak bingung, dilema juga. Di satu sisi aku ingin menghampiri Andra. Dia baik dan gak seburuk yang Inder kira dan selalu katakan padaku. Andra justru sering membantu dan perhatian padaku tanpa pamrih.Tapi di sisi lain aku takut akan pesan Inder tadi pagi. Yang berpesan bahkan dengan sangat menekan untuk tidak mendekati pria saudara tirinya itu."Gak papa, kok, Din, sini aja. Aku gak macam-macam, kok!" ujar Andra seakan tahu isi hatiku.Aku nyengir merasa malu. Bak maling yang sedang ketangkap basah. Ragu-ragu aku melangkah mendekati kursi tempat di mana Andra tengah duduk dengan tenang di sana."Aku cuman mau mengembalikan ini." Andra menyodorkan sebuah map dan amplop coklat setibanya aki di hadapannya.Aku mengernyit. "Apa ini?" tanyaku sambil menerima Map yang disodorkan Andra."Itu milik Inder suami
Pagi setelah sarapan, Aku langsung pergi ke kampus dengan diantar Inder.Ada rasa senang di hati diantar olehnya. "Ingat…jangan dekat-dekat atau menemui Andra lagi!" pesan Inder saat aku hendak membuka pintu mobil, sebab dia mana pernah berinisiatif untuk membuka pintu mobil buat istrinya yang lagi hamil ini.Kalah sama Andra emang. Padahal dia bukan suamiku."Kenapa?" Nada pertanyaanku terdengar ketus."Kamu lagi hamil!" Nada Inder tak kalah ketusnya.Hah! Apa hubungannya coba? Hamil sama ketemu Andra. Aneh banget. "Dia bukan pria baik-baik, nanti anakku nurun dia." Inder melirik perutku yang masih rata. Hanya sekilas, selanjutnya ia kembali membuang pandangan. Aku segera membuka pintu mobil dan keluar.Inder langsung menjalankan mobilnya keluar dari area parkiran kampus setelah a
Aku masih ternganga mendengar jawaban Inder bahwa ia sebenarnya tak suka Cleo. Lalu ...?"Aku hanya memaksakan diri ini untuk suka pada Cleo. Sekalipun Papa tak pernah merestui hubungan ku dengan Cloe. Aku lakukan itu hanya karena agar Ibu Yasmin memberikan kasih sayangnya padaku. Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan. Hanya kasih sayang dari Papa saja yang aku dapatkan," jelas Inder seolah tahu isi pikiranku."Lalu kenapa kau membencinya? Membenci Papa Aleks?" tanyaku."Karena dia menikah lagi disaat Ibu Yasmin mengalami depresi. Sekalipun pernikahan itu atas permintaan Ibu Yasmin. Ibu menyuruh Papa menikah lagi sebab Ibu tak mau berperan sebagai istri dari Papa lagi. Ia hanya mau jadi istri di atas kertas saja."Benar-benar rumit ternyata kisah keluarga Inder. Aku kira orang kaya gak akan sepusing orang tak punya sepertiku. Sebab harus banting tulang untuk mencari uang. Bahkan aku harus rela menik
Meskipun aku tak ingin pulang dari rumah Emak, tapi melihat sikap Inder yang seperti benar-benar tak betah di rumah Emak, entah apa alasannya, akhirnya aku pun ikut dengannya. Pulang ke rumahnya. Tentunya setelah Inder pamit dan minta maaf sama Emak dan menjelaskan pada Emak juga adik-adikku bahwa semua masalah yang terjadi hanya sebuah kesalahan pahaman dan Inder tidak selingkuh dengan Cleo.Usai makan malam, aku berdiri di balkon kamar bersama Inder. Menikmati angin malam yang sejuk.Di sana, pria itu menjelaskan semua pertanyaanku yang tadi siang. Inder bilang, bahwa, ibunya Yasmin mengalami depresi saat ia kehilangan perusahaan dan beberapa bisnis lainnya. Semuanya dialihkan atas nama keluarga Cleo. Entah bagaimana caranya dia tak menjelaskan begitu detail.Inder dan Cleo sudah dari sejak SMA menjalin hubungan. Kata Inder, Cleo mendekati Inder hanya karena ada sesuatu yang ia incar, yaitu bisnis Ibu Yasmin.Ibu Yasmin dan Papa Aleks menikah bukan karena cinta, melainkan karen