"Termasuk diriku berarti!" Inder menatapku serius. Sedangkan, kukedipkan mata berkali-kali. "Untukmu pengecualian." Aku berbohong. Padahal iya, bahkan Inder orang pertama yang membuat aku jatuh cinta. Ah, entahlah…."Kenapa?""Kau tak tampan!"Inder tak membalas lagi. Ia kembali menatap layar Hp ku yang masih ia pegang. Jari jempolnya bergerak cepat seperti melakukan sesuatu pada benda pilih milikku itu."Hei, apa yang kamu lakukan!" Aku merampas Hp ku saat mencurigai Inder melakukan sesuatu. Awalnya tak berhasil, pria itu menahan tanganku, namun dengan kegigihanku, akhirnya berhasil aku rebut Hp-ku."Sudah aku buang nomor Andra, bahkan sudah aku blokir juga," jawab Inder tanpa d0sa."Kamu…." Saking geramnya, aku sampai tak tahu mau ngomong apa sama itu pria."Kenapa kamu laku
Inder menatapku lama, tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.Aku menundukkan wajah. Mendadak jadi takut sendiri. Namun aku tak menyesali kata-kataku. Aku yakin dengan apa yang telah aku ucapkan barusan adalah benar, bisa jadi yang terbaik untukku.Aku mengatakan ingin cerai bukan tanpa memikirkan sebelumnya.Semalaman aku telah berpikir. Mencari jalan keluarku sendiri. Dan hasilnya memang aku harus cerai. Lagian, untuk apa bertahan jika itu menyakitkan."Apa karena pertengkaran kita semalam, hingga kau ingin pisah?" Aku mengangkat wajah sebentar saat Inder bersuara."Bukan!" jawabku, kembali menundukkan wajah.Sesaat hening, aku dan Inder sama-sama terdiamnya."Apa karena Cleo?" tanya lagi Inder.Aku tak lekas menjawab pertanyaan Inder. Salah satu penyebab utamanya memang itu, tapi ada lagi. Aku merasa tersakiti dalam pernikahan ini. Tepatnya saat aku mulai menyukai Inder. Lagi pula…benar kata Andra, disini yang untung banyak adalah Inder. Dia menang banyak.Dibalik kemenan
"Duh, ngenes banget sih jadi Mbak." Inggit menatapku dengan iba. Segera kusudahi air mataku yang mengalir dengan sendirinya. "Tapi Kenapa, sih, Mbak, tak mau memberitahukan suami Mbak aja?" Inggit tampak heran campur gereget."Gak, Git, percuma dia tahu, malah nanti anak ini akan dianggapnya sebagai penghalangnya untuk bersatu dengan Cleo. akan menambah sakit padaku nantinya. Udahlah Inder tak menyukaiku, aku tak kamu ia juga membenci anakku. Cukup aku yang ia benci.""Emang Mbak merasa Mas Inder membenci Mbak?""Tak suka artinya juga benci, Git.""Gak gitu juga, Mbak," timpal Inggit."Terserah, Git. Yang penting, tak ada orang yang tahu tentang kehamilanku ini. Kecuali kamu. Aku gak akan memberitagu siapapun. Dan kamu jangan cerita Maslahku apalagi kehamilanku pada Emak. Nantiia jadi kepiran." "Lal
Belum sempat aku balas pesan yang pertama, Cleo kembali mengirimku pesan.'Terimakasih atas bantuanmu, Mbak. Kami tak akan melupakan kebaikan, Mbak.' Pesan Cleo di selipi emot senyum kalem.Entah kenapa aku merasa kata-kata terimakasih Cleo hanya sebuah ejekan saja. Apa hanya perasaanku saja. Kenapa aku panas dengan itu. Kenapa begitu menyakitkan, ya? Aku memukul-mukul dadaku yang terasa begitu sesak, ini salahku, salahku sendiri. Hanya karena terlena akan rupa Inder, aku menjerumuskan diriku sendiri ke lembah keterpurukan. Hingga aku lupa apa tujuanku dari pernikahan ini. Iya, ini salahku...yang tak sadar diri. Jika di pikir-pikir, Inder pria br*ngsek yang pernah aku temui. Bisa-bisanya dia tak menghargaiku sama sekali.Tak tahan sudah aku tinggal bersamanya, serumah dengan suami mu nafik.
Aku pulang ke rumah Emak dengan menaiki taxi yang dipesankan Inder. Ah, rupanya pria itu melepaskan aku dengan begitu rela. Percuma aku menangisi kandasnya hubungan ini.Toh, hanya aku yang peduli. Inder tidak. Tentu, memang ini, bukan, yang diinginkan Inder.Saat pertama kali masuk kerumah, aku menjumpai Emak tengah memandangi foto Bapak, dan mata Emak tampak berembun. Beliau menangis.Emak pasti mengenang Bapak, aku tahu Emak begitu sangat terpukul dengan kepergian Bapak.Mendadak aku tak siap masuk tuk bertemu Emak. Emak pasti tambah sedih melihatku pulang tanpa suami, lebih-lebih tahu kalau hubungan rumah tanggaku sudah hancur. Bagaimanapun aku berusaha mengelabui Emak, tentunya Emak pasti curiga juga.Diantara aku, Inggit dan juga Dirham, Emak memang lebih peka dan perhatian padaku. Seperti yang Inggit katakan, kalau
"Jadi Mbak memutuskan untuk bercerai dari Mas Inder?" Dirham tampak terkejut. Setelah tahu dari Inggit, dia langsung mengajakku ketemuan di cafe seperti biasa aku dan Inggit bertemu."Kamu jangan bilang Emak, Dir. Awas aja!" Aku mengancam Dirham sambil menunjukkan tangan yang terkepal ke wajahnya."Tapi kenapa, Mbak. Kenapa Mbak harus memilih cerai. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.""Dan jalan keluarnya Mbak Dinar adalah dengan bercerai!" Inggit menyela."Tapi Mbak Dinar, kan, lagi mengandung.""Udah, jangan bawel. Kamu laki-laki, gak akan tahu perasaan wanita." Lagi-lagi Inggit menyemprot dengan sengit."Tugas kamu hanya tutup mulut pada Emak," lanjut Inggit dengan masih nada sengit."Iya, betul." Aku menambahi."Dan lagi, kalau nanti jadi suami jangan kayak In
"Beraninya, ya, kamu bilang aku sekasar tadi!" Jari telunjuk Cleo menunjuk ke wajahku dengan tatapan penuh amarah.Aku segera menepis jari telunjuk wanita yang tampak memanas rona wajahnya.Aku kembali tersenyum puas. Makanya, Dinar dilawan. Ya aku lawan balek lah."Aku tak peduli meskipun kamu dengan Inder melakukannya berkali-kali. Sungguh itu tak ngefek untukku. Jadi awas minggir, Wahai bekas!"Aku menggeser kasar tubuh Cleo yang menghalangi jalan keluar hingga hampir saja tubuh ramping jatuh ke lantai.Aku tampak baik-baik saja, padahal hatiku, hu hu hu….Inder benar-benar bej4t. Kukira akulah wanita pertama kalinya yang ia sentuh, meskipun tanpa cinta.Tak tahunya, hu hu hu….Inder baj*ngan. Aku jijik disentuh pros itu dan menyesal telah jatuh hati.Hu hu h
Setelah pusingku agak baikan, aku duduk di kursi panjang yang ada di parkiran.Inder juga ikut duduk di sampingku. Ngapain coba ikut-ikutan?"Kenapa kau membohongiku, bilangnya ingin pulang ke rumah Emak, tapi tadi aku kesana kamu gak ada!" Sontak aku menatap terkejut ke Inder. "Jadi kamu ketemu Emak?" Inder menatapku dengan tatapan tak bersahabat."Jawab dulu pertanyaanku. Jangan kebiasaan melontarkan pertanyaan balik!" ketus Inder dengan tatapan sengit.Hadeuh…ribet berurusan dengan orang kayak Inder."Aku tinggal di kontrakan," jawabku tanpa melihat pria yang sebentar lagi berstatus mantan suami."Kenapa berbohong? ""Aku gak bohong, awalnya aku pulang ke rumah Emak, tapi gak jadi," jawabku lagi."Gak usah tanya kenapa gak jadi, aku punya alasan yang tepat pastinya!" sekakku saat melihat mulut Inder bergerak tampak ingin mengatakan sesuatu.Inder terdiam, mungkin kata-kataku ngena."Kalau begitu, ayo sekarang kesana, aku pengen tahu tempat tinggalmu." Inder berdiri dan langsun