Dipandang dari samping, Pak Norman melihat sosok Bu Ariani yang anggun. Dadanya berdesir. Buru-buru dialihkan perhatiannya pada sang putra dan mengajak Saga menyisih sejenak untuk bicara. Moana sedang bercanda dengan mamanya dan Mbah Putri Ariana. "Hari ini kalian balik ke Jogja?" "Ya, Pa. Rencananya sore nanti. Malam sampai Jogja. Besok pagi saya harus masuk kerja. Tak enak sudah beberapa hari ngambil cuti. Kuliah juga bolos beberapa kali.""Papa akan ngurusi semua biaya kuliahmu.""Tak perlu, saya juga punya gaji, Pa.""Pendidikanmu tanggungjawab papa. Gajimu untuk istrimu. Setelah ini kalian butuh tempat tinggal juga, kan?""Ya. Sebelum dapat kontrakan, sementara saya akan tinggal di kafe. Setelah ujian semester nanti, baru fokus nyari rumah kontrakan. Sebenarnya Bulek Ariana meminta saya tinggal bersamanya, tapi saya yang tidak enak. Sungkan."Saga diam sejenak."Bertemu beliau serasa saya bertemu dengan ibu lagi." Saga memandang halaman rumah peninggalan ibunya. Pak Norman ter
Waktu yang Hilang- Hidup Baru Kelopak mawar dan melati menguarkan aroma wangi saat terlumat oleh aktivitas malam mereka. Bunga berjatuhan di atas karpet yang berada di bawah tempat tidur. Perjalanan berjam-jam tadi tidak membuat mereka lelah untuk mendaki bersama yang berakhir dengan senyum bahagia.Saga mendekap erat tubuh ramping sang istri. Ranjang sempit itu membuat mereka tidak leluasa untuk mengambil jarak dan bergerak. "Bang, kenapa janggal banget aku manggil dengan sebutan Abang. Panggilan Mas lebih terdengar manis dan menyenangkan. Ingat, nggak? Waktu aku kecil dulu juga memanggilmu Mas Saga. Setelah menikah dengan Mas Akbar saja, aku memanggilmu tanpa embel-embel Mas.""Oke, kamu manggil Mas juga tidak apa-apa," jawab Saga mengalah."Bener, Mas ikhlas?" Melati bertanya untuk meyakinkan diri."Tentu saja, Sayang. Senyamannya kamu saja."Melati tersenyum. Jemarinya meraba punggung Saga. Parut dari bekas luka-luka itu masih ada di tubuh tegap suaminya. Dibalik badannya yang
Cekalan Saga tidak mengendur sama sekali. Dia suka menjahili istrinya. Menatap lembut yang membuat pipi Melati merona. "Nanti kamu telat, loh!" ulang Melati.Sebelum kembali terbuai, Saga segera bangkit dan mengambil jaket yang tergantung di balik pintu kamar. Meninggalkan baju kotornya di sana, karena mereka akan tinggal di kafe untuk sementara waktu. Ketika mengantarkan sang suami hingga di halaman depan kafe. Suasana masih gelap. Namun geliat aktivitas di jalan depan sana, sudah mulai padat. Saga mencium kening Melati sebelum pergi.***LS***"Mas Saga, pergi ke mana dalam beberapa hari nggak kelihatan pulang ke kosan?" tanya Farhana yang tiba-tiba muncul dengan pakaian olahraga. Calon dokter itu memang rajin lari pagi. Tentu menjaga kebugaran adalah prioritas utamanya. Sesuai dengan profesi yang dipilih.Saga yang hendak membuka pintu kamar kosnya menoleh. "Saya beberapa hari ini pulang ke Malang, Mbak.""Oh, pantesan. Soalnya mama juga nanyain, kenapa beberapa hari ini nggak na
Waktu yang Hilang- Sekotak Cokelat Selama lima belas menit Akbar menunggu di depan rumah Nara. Tapi tetap saja nomernya tidak bisa dihubungi. Dia memang sengaja mematikan ponselnya. Kenapa suka sekali menghilang? Dulu dia kabur karena diancam oleh Saga. Lalu sekarang dia kabur dengan alasan apa? Sengaja pergi biar dicari? Tidak. Akbar tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Namun untuk mengambil keputusan, mesti menunggu beberapa waktu. Menanti Nara pulang atau ia akan bertindak sepihak tanpa menunggu istrinya itu kembali.Akbar menyalakan mesin mobil, lalu meninggalkan tempat itu. Namun tidak langsung pulang. Dia ingin refreshing sejenak. Mobil melaju cepat meninggalkan kota Surabaya dengan segala kepadatan aktivitas penduduknya. Menuju kota otonom Batu. Kota yang terpisah dari Kabupaten Malang dan menjadi salah satu kota wisata yang paling terkemuka di Indonesia. Kota yang menyimpan sejuta kenangan indah baginya.Sebelum lahir Moana, dalam sebulan dia bisa mengajak Melati
Mereka melangkah melewati lorong untuk menuju ruang rapat yang berada di bangunan yang terpisah dari bangunan induk. Anggota meeting sudah berada di sana, tinggal menunggu Pak Benowo dan Saga saja.Lima menit kemudian, rapat di mulai. Membahas tentang survei pasar, yang berkaitan dengan daya beli masyarakat terhadap perumahan, developer kompetitor, harga jual, harga kalkulasi keseluruhan material untuk bangunan. Membahas tentang tim produksi juga mendiskusikan segala kemungkinan terjadinya kesalahan, kekacauan, yang mempengaruhi hasil akhir properti. Termasuk penataan jalan, pintu gerbang utama, pos satpam, dan biaya perawatan lainnya.Meeting kali ini memang lebih lama dari biasanya. Sebab Pak Benowo memperkenalkan kembali putranya yang sempat mundur dari perusahaan dan memilih berkarir di luar negeri. Namun sekarang telah siap kembali bergabung dengan perusahaan keluarga.Gama sendiri dengan penuh percaya diri, bicara pada peserta rapat, bahwa dia siap bergabung kembali dengan peru
Waktu yang Hilang- Bukan Mantan"Laki-laki apa perempuan?" tanya Melati pada gadis berjilbab hitam di depannya."Perempuan, Mbak.""Oke, suruh tunggu sebentar, ya." Selama di Jogja, Melati tidak memiliki teman dekat. Kenal hanya sepintas saja karena seringnya mereka ke kafe. Cuma say hello, ngobrol sejenak, gitu saja. Terkadang ada juga langganannya tukang daging itu yang sering mengajak anak dan istrinya makan di kafe. Tapi jarang memanggilnya, biasa Melati yang menghampiri untuk menyapa mereka. Kalau pun ada yang booking tempat atau mau pesan makanan, biasanya langsung ke karyawan nanti baru pekerjanya yang menyampaikan kepada Melati.Setelah anak buahnya pergi, Melati mengangkat nampan. Dia harus mengutamakan meladeni makan malam untuk suaminya lebih dulu.Di luar, Saga menunggu di salah satu bangku kosong paling tepi di bawah pohon bunga tabebuya. Lelaki itu tersenyum pada sang istri yang menghampiri sambil membawa nampan.Menu yang sederhana. Semangkuk sayur pakis, tempe goren
Kalau langsung diberitahu, pasti Saga bakalan kaget. Merusak suasana makan malam mereka. Walaupun Saga pernah bilang tidak memiliki perasaan pada Alita, tapi bagaimanapun juga mereka dulunya adalah teman kuliah. Bahkan Saga pernah menyetujui dijodohkan dengan gadis itu. Kalau setuju menikah, berarti siap hidup dengan Alita selamanya.Ketika tengah menikmati makan malam dan berbincang dengan sang istri. Ponsel Saga berdering. Ada panggilan dari Bu Ariana."Assalamu'alaikum, Bulek.""Wa'alaikumsalam, Ga. Kamu sudah pulang?""Iya, saya di kafe sekarang.""Tadi siang kamu ketemu Gama di kantor?""Iya.""Bulek cuman mau ngasih tahu. Gama memang agak angkuh, Ga. Kamu nggak usah kaget dengan apapun yang dia ucapkan. Ambisinya terlalu tinggi. Dia ingin menguasai banyak hal. Dipikir berkarir di luar negeri bisa menjadikannya jauh lebih besar, makanya dia meninggalkan perusahaan, meninggalkan istri dan anaknya. "Tapi kenyataannya dia gagal. Karir gagal, rumah tangga pun berantakan. Sekarang dia
Waktu yang Hilang- Cemburu Alita yang hendak ke kamar mandi berdiri terpaku memandang Saga. Kaget karena bertemu laki-laki itu di Jogja sini, apalagi di kafenya Melati. Tadi Melati tidak memberitahu kalau ada Saga di kafenya.Saga mengulurkan tangan. "Apa kabar, Alita?""Kabar baik," jawab gadis itu gugup sambil menyambut uluran tangan Saga. "Kamu ada di sini, Ga.""Ya, aku sudah hampir enam bulan tinggal di Jogja."Perempuan itu tampak heran sekaligus juga bingung, tapi ada binar bahagia pada tatapannya. Kenapa Saga ada di kafe Melati juga? Apa seperti dirinya yang sengaja datang karena tahu kalau kafe itu milik Melati? Mantan kakak ipar Saga sendiri."Aku dan Melati menikah belum ada seminggu."Alita makin terbeliak kaget. Bibirnya sampai membentuk huruf O seraya menatap serius pada Saga.Pada saat yang bersamaan, muncul Melati dari dalam. Wanita itu pun kaget karena tiba-tiba saja Alita sudah ada di dekat suaminya. Dipikir sudah pergi karena kafe mau tutup."Sayang, sini!" Saga m