Melati menyalami Pak Norman yang duduk di sofa, kemudian menyalami Bu Rista yang duduk di kursi sebelah brankar Moana. Wanita itu merangkul Melati. Netranya berkaca-kaca. Tubuhnya bersinggungan dengan perut Melati yang membulat. Hati wanita itu serasa terisis-iris. Pasti Akbar lebih merana lagi. Mantan istrinya sedang mengandung anak dari adiknya."Sudah berapa bulan?" tanya Bu Rista."Delapan bulan, Ma."Wanita itu manggut-manggut.Melati juga menyalami Akbar, baru kemudian memeluk Moana. Melati menangis tapi Moana tersenyum senang. Bocah perempuan itu menciumi pipi sang mama.Sementara Saga juga menyalami semua orang yang ada di sana. Terakhir dia mencium tangan Bu Rista. Wanita itu juga memeluk dan meneteskan air mata, meski bibirnya tidak mengucapkan sepatah kata pun."Om Aga," panggil Moana saat Saga mendekat dan tersenyum padanya.Gadis cantik itu memeluk omnya. "Om bawain boneka buat, Moa. Lihat ini, Winnie the Pooh." Saga menunjukkan boneka warna kuning di tangannya. Moana m
Waktu yang Hilang- Welcome, ShakaMelati masih bertahan untuk tidak membangunkan sang suami. Menahan rasa nyeri yang kadang datang kadang menghilang. Ia berharap ini hanya kontraksi palsu dan semoga tidak melahirkan di Malang. Tak bisa membayangkan kalau harus berjauhan dengan sang suami.Terus dia pun tidak membawa perlengkapan lahiran sama sekali. Baju bayi juga tak ada sehelai pun. Bagaimana ini? Pasti akan kalang kabut kalau ia lahiran di Malang."Sabar, Dek. Besok pagi kita pulang," ucapnya lirih sambil terus mengelus perut.Setengah jam kemudian ia sudah tidak tahan lagi. Rasa mulas kerap menghampiri. Dilihatnya jam di dinding kamar. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam.Disentuhnya lengan Saga. "Mas," panggilnya pelan.Saga yang telah pulas itu cukup peka. Sontak dia membuka mata kemudian duduk memandang Melati yang bersandar di kepala dipan."Kamu kenapa?" Saga panik melihat Melati yang gelisah dengan keringat membasahi keningnya."Perutku mulas, Mas.""Kita ke dokter. S
Saga menahan tubuh Melati yang menengang, tangan wanita itu merangkul erat lengan sang suami yang berdiri tegak menopang raganya. Kontraksi yang datang membuatnya menghentikan langkah. Ruangan itu lumayan luas untuk berjalan-jalan. Agar seluruh otot panggul serta rahim menjadi lebih rileks, membantu pembukaan lebih cepat. "Mas, kita akan berpisah setelah ini," ucap Melatih lirih."Berpisah bagaimana?" Saga kaget. Pikirkannya sontak ke mana-mana. Bahkan menjangkau hal paling buruk yang menimpa wanita melahirkan. Ia tidak suka mendengar istrinya bicara seperti itu. Tak akan sanggup kehilangan Melati."Nggak mungkin setelah lahiran, aku dan anak kita pulang ke Jogja."Saga bernapas lega. Melati ternyata hanya kepikiran tentang hal itu. "Siapa bilang tidak mungkin? Aku akan membawa kalian langsung pulang."Melati tersenyum getir sambil menahan nyeri. "Nggak mungkin, Mas.""Jangan pikirkan hal itu dulu. Yang penting sekarang kamu bisa melahirkan secara lancar," potong Budhe Tami yang ikut
Waktu yang Hilang- MinderSiang itu kamar perawatan Melati dipenuhi oleh kerabat. Bu Rista, Akbar, Moana, dan Tini belum pulang, sudah kedatangan keluarga Ana. Kemudian Pak Norman, Budhe Tami, dan Pak Slamet yang baru pulang dari belanja. Shaka sama sekali tidak terganggu. Bayi tampan itu rewel kalau ingin minum susu saja. Setelah kenyang juga terlelap kembali. Moana tidak mau jauh-jauh dari adiknya. Bahkan bilang kalau adiknya tidak boleh dibawa pulang ke Jogja.Melati terharu. Dielusnya kepala bocah perempuan yang duduk di sebelahnya. Seorang psikolog anak mengatakan, bahwa anak bisa menjadi pintar itu ada waktunya sendiri. Anak usia dini harus jadi anak yang bahagia, bukan anak yang pintar. Karena yang berkembang pertama kali dari seorang anak adalah perasaannya. Kalau perasaannya bahagia, dia akan gampang menjadi anak yang cerdas.Walaupun ia telah bercerai dari Akbar. Nyatanya Moana tidak kekurangan kasih sayang. Bu Rista sangat mencintai cucunya itu.Akbar yang duduk di pojoka
"Kakek!" teriaknya memanggil Pak Norman. Laki-laki itu memeluk dan menciumi sang cucu. Kemudian Moana melepaskan diri dan berlari masuk rumah. "Om, mana adeknya?" tanya Moana sambil bersandar pada Saga."Itu adeknya lagi dipangku sama Mbah Tami." Saga menggendong Moana dan mengajaknya mendekat pada Budhe Tami."Moa, papa pulang dulu, ya. Nanti sore papa jemput lagi." Akbar bicara dari depan pintu.Moana mengangguk. "Mas, tidak masuk dulu?" tanya Saga."Nanti saja aku datang lagi. Aku mau ke perkebunan karena ada barang yang akan diambil siang ini.""Oke."Akbar memandang ke arah Tini yang duduk di sebelah Melati. "Tin, jagain Moa. Jangan biarkan ganggu adeknya yang lagi tidur.""Njih, Mas Akbar.""Ga, Mel, aku pamit dulu!" Akbar juga menyapa beberapa orang yang ada di dalam rumah. Orang-orang yang bagi Akbar menatapnya dengan pandangan aneh. Entah tatapan iba, mengejek, atau tertawa dalam hati melihat kenyataan hidupnya sekarang ini."Pa, aku pergi dulu," pamitnya pada sang papa."Iy
Waktu yang Hilang- Waktunya PulangAkbar masih diam menunggu keputusan mamanya. Beberapa orang tetangga yang di undang, memperhatikan mobil Akbar yang berhenti di sebelah mobilnya suami Yuli. Mereka sempat saling berbisik.Untung terhalang mobil itu, jadi tidak semua orang bisa melihatnya. Akbar paham perasaan sang mama. Butuh nyali besar untuk mampu berhadapan dengan keluarganya Bu Ariani. Perempuan yang selalu disakitinya selama ini. "Kita pulang saja, Bar," ajak Bu Rista."Ini kesempatan kita bertemu dengan mereka, Ma. Moana dan Tini juga ada di dalam," bujuk Akbar sekali lagi. Walaupun nyalinya juga masih dipertanyakan. Keluarga besar Saga akhirnya bakal tahu kalau dirinya mantan suami Melati. Kakak dari Saga sendiri. Akbar juga butuh menata hati."Jangan sekarang. Suatu hari nanti saja, kita bisa pergi ke Jogja. Sambil nganterin Moana bertemu sama adiknya."Akbar termenung sejenak mendengar keputusan sang mama. "Baiklah, Ma." Akbar melajukan mobilnya lagi. Dia yang memahami pe
Akbar pun tidak memungkiri ucapan laki-laki di hadapannya itu. Karena dia pun mengenal bagaimana Saga. Dia memang pendengar yang baik. Meski awalnya mungkin karena suaranya tidak berarti di tengah keluarganya. Namun hal itu akhirnya menjadi sisi positif yang sangat dibutuhkan dalam karir Saga yang sekarang. Akbar mendapatkan pelajaran penting, bahwa segala sesuatu tidak ada yang sia-sia. Jam setengah sepuluh Akbar mengajak Moana dan Tini pulang. Gadis kecil yang telah mengantuk itu menurut. Melati menciumi putrinya. "Besok ke sini lagi, ya. Adek masih di sini."Moana mengangguk. "Iya, Ma."Moana minta gendong pada papanya setelah bersalaman dengan semua orang yang ada di sana.Akbar pamitan pada kerabat Saga dan Melati. Juga mempersilakan mereka singgah ke perkebunan besok sebelum kembali ke Jogja.Sementara di rumah almarhumah Bu Ariani. Pak Norman sempat mendengar kedua mertuanya masih terjaga, meski waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam."Apa dulu Ariani bahagia tinggal di
Waktu yang Hilang- LDMAkbar menghentikan mobil di tempat biasanya. Di jalan depan rumah Budhe Tami. Moana mencium tangan sang papa sebelum diturunkan oleh Tini."Jangan nakal, ya. Kalau adeknya bobok, Moa jangan gangguin. Nanti adek Shaka rewel, loh. Kasihan karena papanya sudah pulang ke Jogja," pesan Akbar pada putrinya."Loh, papanya adek, Papa Akbar, 'kan?" tanya Moana polos. Mata beningnya menatap penuh tanya pada sang papa.Mendengar hal itu Akbar tersenyum. Dijelaskan sekarang pun Moana pasti belum bisa memahami. Di dalam pikirannya, kalau itu adek dia, berarti memiliki papa yang sama.Jika memaksakan diri dijelaskan panjang lebar, khawatir Moana justru salah pengertian. Anak sekecil itu adalah perekam yang baik, takut jika persepsi yang salah akan diingat dan diyakininya sampai dia dewasa nanti."Sayang, papanya adek Shaka itu Om Saga," jawab Akbar pelan."Kok bisa? Kalau Shaka adeknya Moa, berarti papa kita sama. Seperti temanku. Sheren dan adiknya punya mama dan papa yang
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y