Saga dan Melati buru-buru mandi. Pasti papa dan Akbar sudah menunggu untuk sarapan. Melati mengenakan bergo warna pastel tanpa mengeringkan rambutnya lebih dulu. "Sayang, hati-hati kalau jalan," tegur Saga sambil meraih lengan Melati yang tergesa-gesa menuruni tangga. "Mereka pasti udah nungguin kita, Mas.""Tidak apa-apa. Belum ada jam tujuh sekarang ini." Saga melihat jam tangannya."Kemarin kan aku pesan makanan dari restoran Bulek untuk jam tujuh pagi. Takutnya kurir yang nganterin udah menunggu kita di luar."Wanita itu menghampiri Mbak Harti yang selalu bangun lebih pagi dari karyawan yang lain."Dibuatin minum sekarang, Mbak?" tanya Mbak Harti."Ya, Mbak. Tiga kopi ya, jangan terlalu manis."Saga membuka pintu kafe bagian samping. Benar saja, seorang pemuda tanggung, pegawai dari Rumah Makan Wijaya Kusuma tengah duduk di kursi sambil membawa rantang susun berisi lauk pesanan Melati. Mereka lantas membawanya ke rumah belakang."Maaf, Pa, Mas Akbar, nunggu lama ya tadi?" Melati
Waktu yang Hilang- Bertemu Lagi Menikah lagi? Tentu tidak gampang untuk mendapatkan seorang perempuan yang benar-benar tulus menyayangi Moana. Menerima masa lalunya yang sungguh rumit. Bisa berdampingan juga dengan sang mama dan menghadapi segala sifatnya. Siapa perempuan yang sanggup berdiri tegak di sisinya?Sekarang prioritas Akbar adalah Moana. Dia gagal membahagiakan Melati, ia tidak boleh gagal menjadi ayah yang baik dan membahagiakan putri semata wayangnya.Jika ia menikah dengan janda yang telah memiliki anak, banyak hal yang harus ia lakukan. Mendekati anaknya, membuat anak masing-masing bisa akur menjadi saudara. Ini sungguh rumit dan belum tentu mereka bisa rukun.Andai menikah dengan perawan, lalu perawan mana yang mau sama dia. Dengan masa lalu yang kelam seperti itu.Untuk itulah Akbar lebih menikmati kesendirian, daripada salah melangkah dan menyakiti Moana. Gadis kecil yang menjadi nyawanya sekarang ini."Masa depanmu masih panjang, Bar. Carilah pendamping hidup," ka
Bu Rista gelisah menatap putranya. Mendung masih tampak di wajah lelaki yang dipenuhi cambang itu. Akbar kurang memperhatikan diri semenjak bercerai dari Melati. Nanti setelah mamanya mengomel, dia baru mau cukuran.Menyesal juga kenapa dulu dia yang mendukung mati-matian saat Akbar ingin menikah lagi. Hanya karena ingin balas dendam pada Melati, karena orang tua dari mantan menantunya itu berteman baik dengan Bu Ariani.Sekarang bukan mereka yang menderita, tapi dirinya yang menuai hasilnya."Apa papamu pendekatan dengan Bu Ariana?" tanya Bu Rista pelan. Sebenarnya ia malu menanyakan hal itu, tapi rasa penasaran yang membuatnya nekat bertanya. Akbar menatap sang mama. Jelas terlihat ketidakrelaan di wajah tua itu. "Enggak, Ma. Papa sudah bahagia menikmati hidupnya. Beliau bilang hanya ingin fokus ibadah saja sekarang. Bu Ariana sendiri perempuan yang terhormat. Mapan meski pun seorang janda. Almarhum suaminya seorang kapten. Keluarganya juga terpandang di Jogja sana. Mama, nggak per
Waktu yang Hilang- Pulang"Mas, aku ke rumah untuk bertemu Tante Rista dulu, ya. Sekalian aku pamit, nanti dari sana aku langsung pulang. Sore nanti mau balik ke Jombang," kata Nara setelah Pak Radi menunggunya di atas motor di depan kantor."Ya. Hati-hati di jalan.""Terima kasih banyak, Mas.""Semoga kamu nanti mendapatkan jodoh seorang pria yang tepat, Ra."Nara senang sekaligus sedih mendengar doa Akbar. Dipandanginya lelaki yang ia cintai itu. "Aamiin. Makasih. Semoga Mas nanti mendapatkan perempuan yang sholehah."Akbar tersenyum. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Lelaki itu masuk kembali ke kantornya setelah Nara pergi di antar oleh Pak Radi. Duduk di kursi dan menghadap laptopnya lagi. Namun pikirannya jauh berkelana. Tak ada yang tahu segala rahasia di depan sana. Seperti Nara. Setelah berbulan-bulan menghilang, sekarang muncul dengan perubahan yang luar biasa.Apa yang diceritakan tadi pasti hanya sebagian kecil dari pergolakan batin sebelum akhirnya ia hijrah. Ini p
Panggilan itu membuat Saga menoleh. Gama yang belum masuk ke dalam mobilnya juga melihat ke arah gadis cantik yang menyalami Saga."Farhana, kamu sama siapa?" tanya Saga."Sendirian, Mas. Tadi sama teman sih, tapi mereka masih mau nonton. Mas Saga, mau pulang?""Iya.""Aku juga mau pulang. Boleh numpang, nggak?" Kebetulan Saga telah membeli kendaraan sendiri. Jika ada urusan di luar kantor, ia akan mengendarai mobil, tapi untuk keseharian ia lebih nyaman naik motor."Biasanya kamu bawa kendaraan sendiri, kan?""Iya, tapi tadi aku nebeng sama teman."Saga menebarkan pandangan ke area parkir yang luas. Siapa tahu ada taksi yang tengah mangkal di sana atau kebetulan sedang menurunkan penumpang. "Maaf, aku tak bisa ngasih tumpangan. Apa sebaiknya kamu naik taksi saja? Biar aku telpon taksi online."Farhana tersenyum kecut. Kalau taksi online tidak perlu minta tolong untuk dipesankan. Dia bisa melakukannya sendiri. Tadi emang sengaja, melihat Saga sejak dari lantai tiga dan berniat untuk
Waktu yang Hilang- Menjaga Perasaan Melati memakai baju hamil warna biru tua, dengan jilbab warna senada. Dalam tas ukuran sedang ia membawa pakaian ganti untuk dirinya dan Saga."Kamu belum minum vitamin dan obat penambah darah kan pagi ini? Minum dulu baru kita berangkat," kata Saga setelah Melati keluar kamar. Diambilnya benda yang berada di dekat meja televisi."Nanti siang bisa aku minum, Mas.""Sekarang saja. Kata Mbak Harti setiap hari kamu suka lupa kalau tak diingatkan." Saga memberikan obat di telapak tangan sang istri. Ditungguinya sampai obat itu berhasil ditelan oleh Melati.Setelah diam sejenak, Saga membawa tas di tangan kirinya, sedangkan tangan kanan membimbing sang istri menuruni tangga.Mbak Harti menyiapkan bekal untuk di perjalanan. Steak plus nasi, buah anggur hijau, peach, dan buah jeruk. Semenjak hamil kegemaran Melati pada buah meningkat drastis. Dalam seminggu ada saja buah yang tiba karena dibeli secara online. Kalau buah-buahan lokal, ia menyuruh salah se
Melati menyalami Pak Norman yang duduk di sofa, kemudian menyalami Bu Rista yang duduk di kursi sebelah brankar Moana. Wanita itu merangkul Melati. Netranya berkaca-kaca. Tubuhnya bersinggungan dengan perut Melati yang membulat. Hati wanita itu serasa terisis-iris. Pasti Akbar lebih merana lagi. Mantan istrinya sedang mengandung anak dari adiknya."Sudah berapa bulan?" tanya Bu Rista."Delapan bulan, Ma."Wanita itu manggut-manggut.Melati juga menyalami Akbar, baru kemudian memeluk Moana. Melati menangis tapi Moana tersenyum senang. Bocah perempuan itu menciumi pipi sang mama.Sementara Saga juga menyalami semua orang yang ada di sana. Terakhir dia mencium tangan Bu Rista. Wanita itu juga memeluk dan meneteskan air mata, meski bibirnya tidak mengucapkan sepatah kata pun."Om Aga," panggil Moana saat Saga mendekat dan tersenyum padanya.Gadis cantik itu memeluk omnya. "Om bawain boneka buat, Moa. Lihat ini, Winnie the Pooh." Saga menunjukkan boneka warna kuning di tangannya. Moana m
Waktu yang Hilang- Welcome, ShakaMelati masih bertahan untuk tidak membangunkan sang suami. Menahan rasa nyeri yang kadang datang kadang menghilang. Ia berharap ini hanya kontraksi palsu dan semoga tidak melahirkan di Malang. Tak bisa membayangkan kalau harus berjauhan dengan sang suami.Terus dia pun tidak membawa perlengkapan lahiran sama sekali. Baju bayi juga tak ada sehelai pun. Bagaimana ini? Pasti akan kalang kabut kalau ia lahiran di Malang."Sabar, Dek. Besok pagi kita pulang," ucapnya lirih sambil terus mengelus perut.Setengah jam kemudian ia sudah tidak tahan lagi. Rasa mulas kerap menghampiri. Dilihatnya jam di dinding kamar. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam.Disentuhnya lengan Saga. "Mas," panggilnya pelan.Saga yang telah pulas itu cukup peka. Sontak dia membuka mata kemudian duduk memandang Melati yang bersandar di kepala dipan."Kamu kenapa?" Saga panik melihat Melati yang gelisah dengan keringat membasahi keningnya."Perutku mulas, Mas.""Kita ke dokter. S
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y