Tepat hari ke 5 Sari tanpa kabar, apakah aku harus menganggap dia benar-benar pergi? Atau hanya sekedar istirahat? “Sudahlah aku tidak perduli,” itu adalah kalimat yang selalu aku ucapkan tapi tidak pernah aku lakukan. Kenyataan memang tidak semudah itu, mengaplikasikan semua rasa yang masih tertinggal.
Hari ini adalah hari pengumuman terkait apakah aku lulus atau tidak masuk ke Universitas Negeri Malang, aku mencoba menghubungi Devi dan Chaca tapi ternyata mereka sedang tidak ada dikampus. Aku harus sabar menunggu kabar pengumuman kelulusan aku sampai nanti sore aku bisa datang langsung ke kampus.Saat sedang bekerja tiba-tiba ponselku berbunyi.“Assalmuallaikum mas, gimana apakah keterima di UM?” tanya Kina ditelepon.“Wallaikumsalam, aku belum liat Kin ini masih dikantor,” jawabku.“Oh gitu, yaudah deh mas lanjutin dulu kerjanya, semangat ya,” ucap Kina dengan halusnya.Ternyata Kina masih ingat dengan“Terimakasih ya sayang,”Kalimat itu yang di ucapkan Sari saat aku mengantar dia kembali, dia tersenyum dengan lambaian tanganya mengantar perjalananku kembali. Aku merasa kali ini tidak ada yang spesial dari lambaian tanganya, tidak ada perasaan yang membuat aku menjadi lebih berarti. Justru aku beranjak pergi dangan perasaan cemas, entah apa yang aku cemaskan seolah-olah ada pertempuran batin yang membuat hatiku masih saling berdebat. Sempat goyah hati ini dalam beberapa hari atas hilangnya kabar dari Sari, lalu tiba-tiba Kina datang menguatkan lagi dan mulai memperbaiki hati yang mulai goyah dengan cara dia yang berbeda namun membuatku merasa kembali berharga. Kini Sari hadir lagi dengan senyuman yang beberapa hari lalu aku cobakan lupakan, tapi sekarang saat dia kembali aku harus mulai membiasakannya lagi dengan senyuman itu. Aku sudah mulai menikmati kedekatanku dengan Kina dan mulai terbiasa tanpa Sari, aku tidak tahu apakah seharusnya aku senang atau se
Tenggelamnya matahari menandakan waktunya kami untuk kembali, ditemani riuhnya jalanan kota dan rasa lelah seharian bekerja membuat raga ini seolah tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk sekedar berdiri, saat ini aku ingin segera merebahkan badan dengan nyaman. Entah sadar atau tidak dengan posisi duduk menyamping Kina menyandarkan kepalanya dipunggungku, sejenak aku terkejut tapi aku mencoba tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jalanan yang macet seolah-olah menjadi teman yang mendukungku dalam perjalanan kali ini, aku tidak akan membuat manuver untuk mencari jalan alternative. Saat ini aku malah berharap jalanan macet total agar aku bisa menghabiskan waktu bersama Kina jauh lebih lama lagi.Tapi seperti kata orang tua, apa yang kita sukai akan segera berlalu dan apa yang kita benci akan terasa lama berlalu, aku benci dengan realitas yang seperti ini.“Mas besok keluar yuk,” ucap Kina.“Hahh.. kemana?” tanyaku yang terkejut.&ldq
“Mas aku udah pulang kuliah,” isi pesan singkat dari Kina.“Siiaappp aku kesana sekarang,” jawabku sembari bergegas menjemput Kina dikampus.Sampai dikampus aku melihat Kina sedang duduk dibawah pohon yang rindang sembari membaca buku, aku menyapanya dan dia langsung menoleh ke arahku. Kina mendekat menghampiriku, aku melihat kali ini Kina nampak cantik sekali. Sepertinya dia menggunakan make up tipis ditambah lip ice yang menemani bibir manisnya membuat setiap goresan dari senyumnya membuat semakin menawan.Sejenak aku terpana melihatnya, kecantikan dan kesederhanaan ini tidak dapat aku abaikan begitu saja.“Kita mau kemana tuan putri?” tanyaku dengan nada bercanda.“Hehehe.. nanti aku kasih tahu,” jawab Kina sembari tersipu malu.“Kemanapun aku siap mengantar tuan putri,” ucapku sembari menggoda.“Ahhh.. jangan gitu dong mas,” jawab Kina sembari malu-malu.“Kenapa
Sore hari sepulang dari kerja, seperti biasanya aku keluar bersama Kina. Kali ini Kina meminta tolong aku untuk ke acara ulang tahun temanya. Kina yang pemalu meminta aku menemani dia, sebelum menjemput Kina aku pulang dahulu untuk mengganti baju yang sesuai dengan acara ulang tahun temannya. Setelah mengganti baju aku bersiap berangkat untuk menjemput Kina, ada tantangan yang harus aku lalui saat menjemput Kina. Aku menjemput Kina dikosnya Sari, saat ini tempat itu adalah salah satu tempat yang paling aku hindari. Meskipun dulu tempat itu sering aku gunakan untuk menghabiskan waktu bersama Sari, tapi saat ini kegiatan itu yang paling aku hindari bersama Sari. Aku mencoba menghubungi Sari untuk memastikan apakah dia sedang berada dikos, tapi untungnya dia sedang ada jam kuliah dikampusnya. Informasi sederhana itu mampu membuat aku merasa jauh lebih nyaman untuk melangkah ke tempat Kina. Aku menyuruh Kina untuk bersiap diteras kosnya sembari aku mulai melakukan perjalanan untuk menje
Pagi hari sebelum matahari terbit dengan sempurna Sari meminta tolong untuk mengantar dia ke terminal gadang, dengan senang hati aku lakukan itu. Aku menjemput Sari dikosnya untuk menuju keterminal, dengan jaket tebal, masker dan celana jeans panjang membuat aku sempat tidak mengenalinya saat di depan kos. Tapi setelah melihat mata indahnya, aku tahu mata itu hanya milik Sari. Kami berjalan santai menuju terminal, menerobos udara dingin pagi di Kota Malang.“Udah sarapan yang?” tanyaku.“Belum yang,” jawab Sari singkat.“Yaudah kita makan dulu ya,” ajakku ke Sari.“Boleh, makan soto ya,” jawab Sari dengan antusias.Aku hanya mengangguk sembari melihat jalanan kira-kira apa ada soto sepagi ini, sampai akhirnya aku menemukan penjual soto dipinggir jalan. Kami berhenti lalu masuk dan makan.“Yang gak mau titip sesuatu buat orang rumah? Tanya Sari sembari makan.“Hmmm.. apa ya yang,” j
“Terimakasih untuk hari ini,”Kalimat itu yang Kina bisikan ditelingaku saat kami berjalan menuju arah pulang, dengan duduk kesamping dan kepala yang bersandar dipundaku. Karena beberapa hari belakangan ini memang sepertinya itu posisi yang paling sering Kina lakukan saat dia aku bonceng.Bersandarlah Kina dipundakku, ini adalah tempat paling aman untukmu sementara ini. Jangan buru-buru bersandar di hatiku, karena masih ada Sari yang menetap di dalamnya. Aku tidak tahu mana diantara kalian yang akan menetap lama, aku hanya bisa mencoba menjaga sebaik mungkin itu semua.Sampai dikos aku langsung merebahkan badanku dikasur sembari membuka ponselku, aku melihat ada 12x panggilan tidak terjawab dari Sari. Setelah itu aku melihat pesan singkat ternyata Sari juga mengirim 6x pesan singkat ke aku secara bertahap.“Selamat malam yang?”“Sedang apa sayang?”“Yaaaahhh.. dicuekin.”“Haaallllloooooooooo&h
Sudah seharian ini Sari tidak membalas telephone dan pesanku, aku tidak tahu apakah masalah sesimpel itu bisa membuat hubungan kami serumit ini, dia mengabaikan aku lebih dari 24 jam. Aku tidak tahu apakah masalah seperti itu cukup fatal dalam sebuah hubungan? Atau memang Sari saja yang terlalu ke kanak-kanakan dan menganggap ini sebagai masalah besar?Saat ini pikiranku tidak mau bermasalah dengan siap saja, aku mulai mencoba dengan tidak memikirkan masalah sederhana karena saat ini masalah terbesarku adalah aku sudah hampir satu tahun merantau di Kota Malang tapi belum ada perubahan yang berarti dalam hidup ini, terutama pendidikan. Seharusnya aku kesini untuk kuliah bukan untuk yang lainya, tapi sekarang kuliah malah menjadi opsi ke tiga dalam pikiranku selain wanita dan pekerjaan.Pagi hari Kina menyapaku dengan suara lembutnya, suara selembut itu mampu memberi motivasi baru dalam pagiku. Aku sadar ada mimpi yang harus terwujud dan ada cinta yang harus tetap aku ra
“Yang.. yang.. yang… ayyoookk,”Ucap Kina sembari menggoyang-goyangkan lenganku, aku merasa terpesona dengan kecantikan Kina malam ini sampai-sampai aku tidak sadar bahwa dia sudah ada didepanku, aku bingung imajinasiku lari kemana saja dari tadi.“Ohhh.. sudah yang, ayok naik yang,” ucapku ke Kina.“Aku sudah naik yang dari tadi,” jawab Kina sembari memukul pundaku.“Oh.. iya iya maaf,” ucapku menahan malu karena kurang konsentrasi.Aku dan Kina mulai berjalan menuju tempat janjian kami disalah satu café di Kota Batu, udara dingin menemani perjalanan kami sepanjang jalan. Beberapa kali Kina menanyakan kecemasanya akan bertemu dengan teman-temanku.“Aku udah cantik belum?” tanya Kina sembari melihat kaca spion motor yang sudah tertuju kepadanya.“Suda,” jawabku singkat sembari fokus ke jalan.“Eh.. beneran? Gak kelihatan jelek dadananku?” tany