Share

41. Surat

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-08 23:17:42
"Halo lagi, Raven King. Been a while, how are you?" Sapa seorang wanita cantik bersurai pirang yang tersenyum memikat kepada Raven.

"Halo juga, Shailene. Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Raven pun menyahut seraya membalas senyum wanita itu. Ini adalah pertemuan kedua mereka dalam sesi wawancara, dan sesuai rencana dengan Stefan sebelumnya, lokasi shooting kali ini bertempat di Mansion milik Raven.

"Aku? Aku merasa sangat luar biasa!" cetus Shailene sembari tertawa. "Terima kasih sekali karena telah mengundangku ke Pulau Little Olive dan berada di dalam Mansion milikmu yang megah dan luar biasa ini, Raven. Sungguh, aku benar-benar merasa terhormat."

Raven tersenyum tipis ke arah kamera yang menyorotnya, meskipun sebenarnya ia ingin sekali memutar bola mata bosan. Siapa juga yang ingin mengundang Shailene beserta timnya?

Jika saja Stefan tidak memaksanya, Raven sudah pasti tidak akan pernah membiarkan orang luar tidak jelas masuk ke dalam area pribadinya!

"Well, selamat dat
Black Aurora

banyak typo gasi? maap yaa, ngantuk berat ini ಥ⁠‿⁠ಥ

| 13
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Virginity For Sale    42. Tidak Seharusnya

    Maura menatap nanar amplop lusuh itu di tangannya, sembari menghela napas pelan dan mengutuk diri sendiri. Aaarghh... apa sih yang dia pikirkan ketika tanpa ragu mengambil benda ini dari laci meja kerja Raven?! Bodoh. Jelas-jelas amplop dengan tulisan ini adalah benda yang sangat pribadi dan berharga bagi Raven, karena masih disimpan dengan baik meskipun rupanya sudah lecek dan kumal. Lalu kenapa Maura malah dengan santai mengambilnya? Bagaimana jika ketahuan oleh Raven?? Tangan Maura pun mulai gemetar membayangkan kemarahan pria itu atas sikap lancangnya. Apa sebaiknya ia kembalikan saja amplop ini ke dalam laci kerja Raven?? Hanya saja... Maura tak bisa menampik rasa penasaran yang memenuhi benaknya, ketika membaca kalimat yang tertera di bagian depan amplop itu. "Untuk putraku, Raven. Maafkan aku." Maura membaca kalimat itu dengan lirih, mencoba mengurai makna yang tersirat di dalamnya. Ia bisa merasakan sebuah benda yang tebal di dalam amplop, mungkin selemba

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • Virginity For Sale    43. Seberapa Jauh

    Untuk Raven, anakku tersayang. Maafkan ibu. Selama bertahun-tahun ini, ibu tak pernah mengirim surat, tak pernah menelepon, juga tak pernah datang. Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa ibu meninggalkanmu? Mengapa ibu memilih Rhexton dan tidak membawa kamu bersama-sama? Ibu tahu, ada banyak pertanyaan yang menghantui hati dan pikiranmu. Hari ini, ibu ingin menjawabnya, walau tahu kata-kata ini mungkin terlambat dan terasa begitu pahit. Ketika ibu dan ayahmu memutuskan untuk berpisah, ibu berada dalam pilihan yang tak pernah ibu bayangkan sebelumnya. Ayahmu... kamu kan tahu betapa keras, kaku dan dinginnya dia? Dia menginginkanmu, Raven. Tapi bukan karena dia sangat mencintaimu, tetapi karena dia melihat sesuatu yang dia inginkan ada dalam dirimu. Yaitu kekuatanmu, ketangguhanmu, serta keberanianmu. Ibu tahu kamu lebih kuat dibandingkan Rhexton yang rapuh, yang sering sakit-sakitan. Ibu tidak bisa membiarkan Rhexton hidup di bawah aturan ayahmu yang begitu keta

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-10
  • Virginity For Sale    44. Tak Kan Pernah Melepasmu Lagi

    Manik bening dengan bola mata sepekat malam milik Maura pun sontak membelalak lebar, mendengar perkataan Raven kepada Stefan via sambungan telepon barusan. Pria itu mau memperkenalkan sosok 'Moora' kepada Shailene? Bukankah karakter 'Moora' dalam buku terbaru Raven adalah... dirinya?? "Raven?" lirih Maura, dengan tatapan yang sejak tadi terkunci rapat tanpa lepas pada manik kelabu Raven. "Hm?" "Itu... barusan. Maksudnya, kamu berniat untuk memperkenalkan... aku?" tanya gadis itu ragu. "Kamu cuma bercanda kan?" Raven tak langsung menjawab, karena masih ingin menikmati wajah cantik dan polos dengan ekspresi penuh tanya yang tampak menarik di matanya. Pria itu pun tersenyum penuh teka-teki, matanya tak lepas dari tatapan Maura. Suasana di ruangan itu terasa semakin tegang. “Tidak, Moora. Aku tidak bercanda," jawabnya akhirnya. “Aku rasa memang sudah waktunya kamu bertemu dengan Shailene.” Maura menelan ludah, suasana yang tiba-tiba membara di sekelilingnya hampir membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-11
  • Virginity For Sale    45. Ayah

    Udara kini terasa berat dan pekat oleh kabut gairah, menyelimuti kedua anak manusia yang sedang saling berbagi kehangatan di atas peraduan itu. Tubuh yang saling menyatu serta detak jantung yang saling berpacu, adalah sebuah harmonisasi indah dalam aktivitas bercinta yang mampu menggetarkan seluruh raga. Napas mereka tersengal, memburu, seiring dengan desahan-desahan pelan yang memenuhi seisi ruangan. Sinar lampu kamar yang sengaja diatur oleh Raven dalam nuansa temaram, turut membingkai siluet tubuh mereka dalam bayang-bayang samar yang sedikit buram. Maura merasakan kehangatan yang menjalari seluruh tubuhnya, seperti gelombang lembut yang tak henti-hentinya mengalir. Jari-jarinya yang lentik bergerak perlahan untuk menyusuri punggung Raven, menghafal setiap lekuk, setiap ototnya yang terasa keras dan liat, setiap garis maskulin yang tercipta di bawah kulit. Mengagumi sosok sempurna tanpa cela yang saat ini sedang berada di atasnya, sekaligus juga menyadari bahwa meman

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Virginity For Sale    46. Kekasih

    “Halo.” Sebuah senyuman yang sangat manis terurai di wajah gadis itu, saat ia menyambut kedatangan Shailene dan Raven yang baru saja memasuki ruang kerja. Senyum itu milik Maura. Wajahnya yang berdarah Asia tampak cantik serta menyiratkan ketenangan, meskipun jauh di dalam sana hatinya terasa bergemuruh. Bagaimana tidak, hari ini Raven telah memintanya untuk turut dalam wawancara yang disiarkan secara langsung, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Ia tak boleh salah berucap dan bersikap, karena seluruhnya akan ditonton tanpa ada proses editing sama sekali. Shailene pun membalas Maura dengan tersenyum sopan, maniknya yang biru tampak tajam mempelajari ke sekeliling ruangan. Ini bukan sekadar wawancara biasa. Ini adalah sebuah akses yang langka untuk masuk ke dalam kehidupan pribadi seorang Raven King, novelis thriller yang karyanya selalu membuat pembaca terpaku. Mereka sudah menyelesaikan tur singkat keliling mansion mewah di pulau pribadinya, yang kini ten

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Virginity For Sale    47. Pion

    Maura masih terdiam. Sekuat apa pun ia mencoba untuk memahami pola pikir Raven, tetap saja ia tak mampu. Pria ini selalu sulit untuk ditebak. Maura menarik napas panjang, mencoba untuk menenangkan pikirannya. Di depan publik, Raven tampil begitu tenang dan percaya diri, seolah semua ini sudah ia rencanakan dengan matang. Namun Maura tahu ada sisi lain yang tersembunyi, sesuatu yang tak akan pernah sepenuhnya bisa ia mengerti. Sementara itu, Raven memulas senyum tipis ketika melihat Maura yang tak sadar jika sedang menatap dirinya sambil melamun. Gadis itu mendesah pelan sesudahnya, dengan kedua maniknya yang terpejam. Menggemaskan sekali. "Apa kamu lelah?" tanya Raven, tanpa melepaskan tatapannya dari Maura sedetik pun dan tanpa berkedip. "Hum. Sedikit," sahut Maura, menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa ia benar-benar lelah secara fisik dan mental, setelah bercinta maraton dengan Raven dan beban mental menjalani wawancara live dengan Shailene. Tiba-tiba Raven m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Virginity For Sale    48. Kekacauan

    Stefan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menahan gejolak di dalam kepalanya. Ponselnya terus bergetar di meja, menunjukkan notifikasi yang tak henti-hentinya masuk dari berbagai platform media sosial. Setiap kali ia mengintip layar, notifikasi baru muncul—komentar, pesan pribadi, tagar trending, dan banyak lagi. Semua mengarah pada satu hal yang sama : kemesraan Raven dan Maura yang kini menjadi sorotan publik. Sambil menarik napas panjang, Stefan pun menghela frustrasi. Tentu saja ini terjadi. Sial. Raven selalu punya caranya sendiri untuk menciptakan kekacauan. Apa yang seharusnya menjadi wawancara profesional kini telah berubah menjadi drama publik. Dengan tangannya yang gemetar, Stefan membuka aplikasi berita terkemuka. Foto-foto Raven dan Maura di acara itu sudah tersebar di mana-mana—terutama foto Maura tak berkutik duduk di pangkuan Raven, dengan senyum menggoda di wajah sang pria. Komentar dari netizen bermunculan, dari yang memuji hingga yang men

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Virginity For Sale    49. Pertemuan

    Meskipun udara di sekitarnya dingin, hawa panas yang dipancarkan Raven membuat Maura merasa sesak. Setelah Raven selesai mencumbunya di depan semua orang, pria itu pun langsung menggendong Maura dan membawa gadis itu melewati pintu yang terhubung antara ruang kerja dengan kamar pribadinya. Acara shooting untuk wawancara telah usai, dan saatnya bagi Raven untuk melepaskan bebannya dengan menikmati hal yang ia suka... yaitu Maura. Gadis itu hanya diam dalam dekapan Raven, namun menyurukkan wajahnya di dada bidang pria itu, menyembunyikan malu serta tatapan para kru yang lekat kepada mereka. Entah apa yang akan terjadi nanti, berita apa yang akan beredar setelah skinship yang terlalu provokatif antara Raven dan dirinya tadi disaksikan oleh semua orang. Namun di balik ini semua, Maura hanya merasa sangat beruntung akan satu hal, yakni keberadaan dirinya di Pulau yang terpencil milik Raven yang tak berpenghuni kecuali orang-orang yang berada di mansion ini. Maura pasti tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19

Bab terbaru

  • Virginity For Sale    107. Lompat

    Maura membeku saat Rhexton mendadak menciumnya. Sentuhan itu datang begitu cepat dan begitu tiba-tiba, hingga otaknya butuh beberapa detik untuk memproses apa yang sedang terjadi. Bibir yang awalnya kaku perlahan merasakan tekanan yang semakin dalam dari bibir Rhexton. 'Tidak, ini tidak nyata', pikirnya. Tetapi sensasi lembut dan hangat di bibirnya itu membuktikan sebaliknya. Ini sungguh nyata. Ketika Maura mencoba untuk bergerak, Rhexton memegang erat bagian belakang kepalanya, membuatnya tak mampu menghindar. Kedua tangan Maura pun terangkat, berniat untuk mendorong tubuh pria itu menjauh. Tetapi Rhexton tidak bergeming sedikit pun. Pria itu seperti orang yang telah menahan diri begitu lama dan akhirnya menyerah pada dorongan hatinya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Maura. Ia mengerjap, merasakan panas yang mengalir di pipinya. Ia tidak menginginkan ini. Tidak seharusnya Rhexton menciumnya. Tapi ia juga tidak berdaya, kalah tenaga melawan genggaman kuat pria itu

  • Virginity For Sale    106. Berharap Tidak Kembali

    Raven merasakan tubuhnya memanas, darahnya berdesir lebih cepat dari biasanya. Efek obat itu perlahan menguasainya, mengaburkan pikiran dan logikanya hanya dalam sekejap. Tapi seorang Raven King bukanlah pria biasa yang akan begitu mudahnya menyerah. Ia telah terlalu banyak bertarung dan berada di situasi under pressure, terlalu terlatih oleh Santiago yang membuatnya kuat sekaligus tak terkalahkan. Di balik tatapan kosong manik kelabunya itu, sesungguhnya otaknya tengah bekerja untuk mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu satu hal pasti, bahwa wanita di depannya adalah kunci untuk kebebasannya. Wanita itu semakin mendekatkan wajahnya yang memulas senyuman penuh kemenangan. “Bagaimana rasanya, Raven? Menyerah pada sesuatu yang tak bisa kamu kendalikan?” Raven mengangkat wajahnya perlahan, menatapnya dengan mata yang tampak berkilat antara amarah dan gairah. Ia sengaja membiarkan tatapannya berkabut, seolah dirinya benar-benar telah terjerumus nafsu dan tak mampu mengontrol diri

  • Virginity For Sale    105. Lebih Berhati-hati

    "Selamat, Nyonya. Hasil tes kesehatan Anda cukup sudah keluar, dan semuanya normal. Anda sekarang sudah boleh pulang," ucap ramah seorang pria paruh baya berkacamata yang mengenakan jas putih dokter. Maura duduk di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat lebih segar meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ia mengucapkan terima kasih seraya tersenyum kecil saat dokter menyatakan bahwa ia sudah boleh pulang, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Namun perasaan lega itu pun dengan segera berubah menjadi perasaan rikuh, ketika Rhexton tiba-tiba muncul dari balik pintu dan masuk ke dalam ruangan. Pria itu tersenyum dan menyapa sang Dokter, sambil menanyakan kondisi Maura. Raut wajahnya pun tampak gembira ketika mendengar kabar baik tentang kepulangan Maura. Untuk beberapa saat mereka masih berdiskusi, hingga akhirnya dokter pun permisi dan meninggalkan ruangan. “Aku akan menggendongmu ke kursi roda,” ujar Rhexton tegas dan tiba-tiba, tanpa sedikit pun memberi ruang kepada

  • Virginity For Sale    104. Tinggal Bersama

    Maura sedang duduk di depan laptop milik Raven, manik gelapnya terus menelusuri layar monitor dengan konsentrasi penuh. Jarinya dengan lincah bergerak di atas touchpad untuk membuka folder demi folder, dokumen demi dokumen, berharap menemukan secuil informasi yang bisa mengarahkan dirinya pada keberadaan tunangannya. Namun hampir dua jam berlalu dan hasilnya tetaplah nihil. Tidak ada dokumen mencurigakan, tidak ada pesan tersembunyi, tidak ada yang mengindikasikan alasan mengapa Raven menghilang tanpa jejak. Maura menghela napas pelan, kedua tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut. Rasa frustrasi bercampur kelelahan perlahan-lahan menguasainya. Namun ia menolak menyerah. Ini bukan tentang dirinya lagi, tapi ini tentang Raven, pria yang begitu berarti baginya. “Aku harus menemukannya,” bisiknya lirih, seolah memberi dirinya semangat untuk terus berusaha. Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Maura menoleh, membiarkan beberapa detik berlalu sebelum menjawab. “

  • Virginity For Sale    103. Jalan Yang Gelap

    Maura duduk diam di kursi belakang mobil yang meluncur perlahan di jalanan gelap. Kepalanya bersandar pada jendela, mata menatap kosong ke luar. Lewis yang bertindak menjadi pengawal sekaligus supirnya, melirik dari kaca spion dengan ekspresi prihatin. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya bertanya. “Apakah ada informasi dari Tuan Tobias, Nona?” Maura menghela napas panjang sebelum menggeleng lemah. “Tidak ada. Dia tampak sama terkejutnya dengan aku soal hilangnya Raven. Bahkan aku bisa merasakan, di balik ketenangannya, dia sedang mencoba mencerna situasi ini.” Lewis mengangguk pelan, tatapannya kembali ke jalan di depan. "Dan bagaimana dengan Mansion itu? Apa ada hal lain yang mencurigakan?” Maura menarik napas, mencoba merangkai kata-kata. "Mansion itu sekarang ada di tangan Rhexton. Dia tinggal di sana dan... dia akan menjabat sebagai CEO King Enterprise. Tobias bilang, itu keputusan yang terbaik untuk saat ini.” Lewis menoleh sedikit, seakan memastikan bahwa

  • Virginity For Sale    102. Tak Membiarkannya Terluka

    "Turunkan dia." Suara berat yang memberikan perintah itu terdengar menggema di ruangan gelap dan lembab yang kini bercampur aroma darah. Seorang pria tampak menganggukkan kepalanya, lalu perlahan menarik tuas yang yang terhubung dengan tali yang mengikat kaki pria yang sedang digantung terbalik itu. Suara berderik yang nyaring dari besi tuas yang berkarat terdengar bagaikan jeritan makhluk kegelapan yang di tengah keheningan ini. Pria yang digantung terbalik itu sejak tadi diam tak bergeming, bahkan ketika tubuhnya kini telah turun dan terbaring di atas lantai yang kotor dan basah. "Ah, rupanya dia pingsan," ucap si suara berat itu sambil menyentuhkan ujung sepatunya ke kepala pria yang diam terbaring di lantai. "Atau jangan-jangan... dia sudah mati?" cetus pria bersuara berat itu lagi. Pria bersuara berat itu membungkuk sedikit, memperhatikan tubuh yang tergeletak di lantai dengan mata menyipit tajam. "Hei, periksa dia. Pastikan dia masih bernapas. Kalau dia mati,

  • Virginity For Sale    101. Sasaran

    Tobias King duduk di sofa mewah dengan postur yang tenang, namun tatapannya tajam, menyelidik setiap detail dari sosok Maura. Gadis itu terlihat jauh lebih sehat dibandingkan terakhir kali ia tiba ke mansion ini bersama Helen, ibunya. Wajah Maura yang sebelumnya pucat pasi kini tampak lebih cerah, dengan rona halus di pipinya. Bahkan tubuhnya terlihat lebih berisi, seolah-olah telah melalui masa pemulihan yang cukup baik. Namun perhatian Tobias tidak hanya berhenti di situ. Pandangannya tertuju pada bagian perut Maura yang tertutup oleh atasan longgar, mungkin untuk menutupi kehamilannya. Sebuah pertanyaan pun seketika muncul di dalam pikirannya. 'Apakah Maura tahu bahwa kami pernah bertemu sebelumnya?' Tobias tersenyum kecil, sebuah senyum yang tidak sampai ke matanya. Saat terakhir kali Maura berada di mansion ini, kondisinya sangat kritis, bahkan nyaris tidak selamat. Rasanya tidak mungkin Maura mengingatnya, kecuali Raven yang menceritakan soal dirinya. Kalau pun Maura

  • Virginity For Sale    100. Pertemuan Di Mansion Keluarga King

    Maura melangkahkan perlahan kakinya yang terasa berat perlahan ke dalam kamar, seolah beban emosionalnya turut membebani tubuhnya. Matanya yang sembab tampak masih merah karena air mata yang baru saja ia tahan di hadapan Lewis. Namun pemandangan di depan mata membuat napasnya tertahan sesaat. Ia menatap nanar pada nampan berisi segelas susu, beberapa kue, dan potongan buah tersaji rapi di atas meja kecil di dekat ranjang, "Raven." Nama itu pun seketika langsung terlintas di benaknya. Maura tahu, hanya Raven yang memiliki perhatian seperti ini. Tidak ada orang lain yang tahu kebiasaannya yang menyukai susu cokelat hangat disertai camilan ringan untuk menemaninya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Maura pun berjalan mendekati meja itu. Ia menyentuh gelas susu tersebut, tetapi rasa dingin segera merayap ke telapak tangannya. Susu itu telah lama berada di sini, kehangatannya telah hilang... sama seperti hatinya yang kini telah membeku karena kehilangan kehangatan yang

  • Virginity For Sale    99. Hilang

    Di dalam kamar yang diterangi cahaya remang dari lampu di sudut ruangan, Maura berbaring di atas ranjang dengan tubuhnya diselimuti dalam kehangatan Raven. Napas pria itu berhembus dan terasa panas di lehernya, sementara jemarinya dengan lembut mengusap kulitnya yang terasa seperti sutra. Setiap sentuhan Raven membuat Maura tersentak dalam sensasi yang membakar, dengan desahannya yang penuh mengisi ruang di antara mereka. Raven menatap wajah Maura yang merona karena tak berdaya dalam gairah, lalu bibirnya pun melengkung membentuk senyuman puas. "Apa kamu tahu, Moora? Aku bisa menghabiskan seluruh hidupku hanya untuk memujamu seperti ini," bisiknya seraya mengecup lembut bibir Maura, yang dengan pasrah menerima ciumannya. Maura merintih lirih saat bibir panas Raven kini berpindah untuk mencium dadanya dengan penuh nafsu, lalu menggelitik lekukan lembut itu dengan usapan lidahnya. Ia sungguh tergila-gila oleh rasa manis serta aroma kulit Maura yang selalu terasa memabukkan.

DMCA.com Protection Status