Share

47. Pion

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-09-18 22:46:09
Maura masih terdiam. Sekuat apa pun ia mencoba untuk memahami pola pikir Raven, tetap saja ia tak mampu.

Pria ini selalu sulit untuk ditebak.

Maura menarik napas panjang, mencoba untuk menenangkan pikirannya.

Di depan publik, Raven tampil begitu tenang dan percaya diri, seolah semua ini sudah ia rencanakan dengan matang.

Namun Maura tahu ada sisi lain yang tersembunyi, sesuatu yang tak akan pernah sepenuhnya bisa ia mengerti.

Sementara itu, Raven memulas senyum tipis ketika melihat Maura yang tak sadar jika sedang menatap dirinya sambil melamun.

Gadis itu mendesah pelan sesudahnya, dengan kedua maniknya yang terpejam. Menggemaskan sekali.

"Apa kamu lelah?" tanya Raven, tanpa melepaskan tatapannya dari Maura sedetik pun dan tanpa berkedip.

"Hum. Sedikit," sahut Maura, menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa ia benar-benar lelah secara fisik dan mental, setelah bercinta maraton dengan Raven dan beban mental menjalani wawancara live dengan Shailene.

Tiba-tiba Raven m
Black Aurora

nulis ini dari pagi sampe sore... baru kelar sekarang 😭 kepotong tamu yg dateng, buru2 masak makan malam, momong anak yg tiba2 rewel. jujur aku gatau ni bab ancur banget deh keknyaa 😭🙏

| 15
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Netty Tya
Kenapa Madame Jane gak meninggal skaLian Thor
goodnovel comment avatar
Nurul Jannah
nyebelin bgt kalo udh ada madame jane (⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)
goodnovel comment avatar
Black Aurora
makasih kak ♡♡
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Virginity For Sale    48. Kekacauan

    Stefan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menahan gejolak di dalam kepalanya. Ponselnya terus bergetar di meja, menunjukkan notifikasi yang tak henti-hentinya masuk dari berbagai platform media sosial. Setiap kali ia mengintip layar, notifikasi baru muncul—komentar, pesan pribadi, tagar trending, dan banyak lagi. Semua mengarah pada satu hal yang sama : kemesraan Raven dan Maura yang kini menjadi sorotan publik. Sambil menarik napas panjang, Stefan pun menghela frustrasi. Tentu saja ini terjadi. Sial. Raven selalu punya caranya sendiri untuk menciptakan kekacauan. Apa yang seharusnya menjadi wawancara profesional kini telah berubah menjadi drama publik. Dengan tangannya yang gemetar, Stefan membuka aplikasi berita terkemuka. Foto-foto Raven dan Maura di acara itu sudah tersebar di mana-mana—terutama foto Maura tak berkutik duduk di pangkuan Raven, dengan senyum menggoda di wajah sang pria. Komentar dari netizen bermunculan, dari yang memuji hingga yang men

    Last Updated : 2024-09-19
  • Virginity For Sale    49. Pertemuan

    Meskipun udara di sekitarnya dingin, hawa panas yang dipancarkan Raven membuat Maura merasa sesak. Setelah Raven selesai mencumbunya di depan semua orang, pria itu pun langsung menggendong Maura dan membawa gadis itu melewati pintu yang terhubung antara ruang kerja dengan kamar pribadinya. Acara shooting untuk wawancara telah usai, dan saatnya bagi Raven untuk melepaskan bebannya dengan menikmati hal yang ia suka... yaitu Maura. Gadis itu hanya diam dalam dekapan Raven, namun menyurukkan wajahnya di dada bidang pria itu, menyembunyikan malu serta tatapan para kru yang lekat kepada mereka. Entah apa yang akan terjadi nanti, berita apa yang akan beredar setelah skinship yang terlalu provokatif antara Raven dan dirinya tadi disaksikan oleh semua orang. Namun di balik ini semua, Maura hanya merasa sangat beruntung akan satu hal, yakni keberadaan dirinya di Pulau yang terpencil milik Raven yang tak berpenghuni kecuali orang-orang yang berada di mansion ini. Maura pasti tidak

    Last Updated : 2024-09-19
  • Virginity For Sale    50. Perkenalan

    "Kamu mungkin bisa mengabaikanku. Tapi jangan lupa, kamu tak akan pernah bisa lari dari darah yang mengalir dalam dirimu, atau pun dari takdir yang telah digariskan dalam hidupmu, putraku," tutur Sebastian seraya menyunggingkan senyum dingin. Baik Raven maupun Sebastian tampak sama-sama tidak ingin melepaskan tatapan mereka yang saling beradu satu sama lain sesudahnya, seolah saling mengukur kekuatan dan tekad masing-masing. Raven merasakan tekanan luar biasa dari tatapan tajam ayahnya, namun ia enggan menunjukkan kelemahan. Dirinya yang kini telah jauh lebih dewasa, lebih matang, dan memiliki kekuatan yang tak kalah sebanding dengan ayahnya. Raven yang sekarang bukanlah Raven yang dulu, yang lemah dan tak berdaya serat tak berani melawan. Sementara itu, Sebastian dengan sikap superiornya tetap berdiri tenang dan tidak terganggu, justru tampak menikmati ketegangan yang tercipta di antara mereka. "Kamu selalu keras kepala," gumam Sebastian, suaranya rendah namun penuh ancama

    Last Updated : 2024-09-22
  • Virginity For Sale    51. Kekuatan

    Maura tampak terkejut, tidak mengira akan diperkenalkan pada pria yang tampak begitu menyeramkan hanya dari penampilannya saja. Namun sebelum Maura sempat membalas salam, Raven bergegas melangkah maju dan menempatkan tubuhnya seperti tameng di antara ayahnya dan Maura. “Moora, kembalilah ke dalam kamar,” suara Raven terdengar tegas dan tidak ingin dibantah lagi. Maura terlihat ragu sejenak. Tatapannya pun beralih dari Sebastian ke arah Raven, dan ketika melihat sorot dingin di mata Raven, ia tahu bahwa tidak ada gunanya membantah. "Baiklah," gumamnya pelan, sebelum akhirnya membalikkan badannya dan kembali menaiki tangga. Setelah Maura menghilang, keheningan kembali memenuhi area itu. Raven memutar tubuhnya untuk menghadapkan dirinya pada Sebastian yang masih tersenyum penuh arti. Kali ini tanpa ada Maura di sana, percakapan mereka menjadi jauh lebih berbahaya. “Kamu benar-benar protektif terhadap wanita itu,” ujar Sebastian, suaranya terdengar seperti ejekan. “Kamu

    Last Updated : 2024-09-22
  • Virginity For Sale    52. Kenangan

    "Cepat selesaikan sarapanmu. Ayah tunggu di mobil." Pria itu mengucapkan kalimatnya dengan nada yang datar tanpa kehangatan sama sekali, sembari melayangkan tatapan tajam kepada salah seorang anak lelaki kecil yang duduk di meja makan bersamanya. "Baik, Ayah," sahut putranya itu dengan patuh sembari mengangguk. Maniknya yang kelabu hanya melirik ketika melihat ayahnya yang telah berdiri dan meninggalkan ruang makan, kemudian tangan kecilnya pun bergerak untuk menyuapkan makan paginya lebih cepat, karena ia tahu jika ayahnya tidak akan suka jika ia bersikap lambat. "Uhuk-uhukk!!" Karena terlalu terburu-buru, anak kecil itu pun tersedak makanan dan terbatuk. Sebuah gelas kaca berisi air seketika berada di hadapannya. "Minum dulu, Raven." Seorang anak lelaki kecil dengan wajah serupa dengannya tersenyum sembari menyodorkan air. "Thanks, Rhexton." Raven kecil itu segera meminum airnya hingga tandas. "Aku duluan, ayah sudah menunggu," ucapnya lagi kepada saudara kembarnya

    Last Updated : 2024-09-23
  • Virginity For Sale    53. Tantangan

    Ia terbangun dengan tiba-tiba, peluh yang bercucuran membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Mimpi tentang masa lalu telah kembali hadir, membuat tidurnya malam ini gelisah dan berakhir dengan terjaga. Raven duduk di atas ranjangnya dengan satu tangannya menyentuh kepalanya yang terasa nyeri. "Raven?" Suara lembut yang memanggil dirinya membuat pria itu menoleh ke samping, dan mendapati sosok wanita bersurai sehitam bola matanya ikut duduk di ranjang, sedang memandangi dirinya dengan kening yang berkerut halus. "Apa barusan kamu bermimpi buruk?" Maura sempat mendengar racauan pria itu yang berulangkali. Meskipun tak begitu jelas, namun Raven seperti menyebut kata "tidak!" dan "ayah!", hingga membuat Maura pun tak pelak mulai menerka-nerka. Apakah ini ada hubungannya dengan atmosfir dingin dan kaku antara Raven dan Sebastian yang ia lihat tadi siang? Apakah Raven... juga sering mengalami kekerasan di masa kecilnya, sama seperti Maura? Raven tak menjawab, nafasnya masih

    Last Updated : 2024-09-23
  • Virginity For Sale    54. Sebuah Manipulasi

    "Suara ledakan dan gas abu-abu di langit itu hanyalah sebuah pengalihan, Tuan Raven. Yang membuat seluruh penghuni di mansion ini tak sadarkan diri sesungguhnya adalah efek gas pembius yang dialirkan melalui seluruh saluran udara." Raven tetap terdiam, manik kelabunya tajam memandang Alberto yang menyampaikan laporan penyelidikannya. Keningnya berkerut dalam, otaknya berputar mencari celah dari peristiwa yang baru saja terjadi. Sebagai seorang yang selalu mampu mengendalikan situasi, kali ini dia merasa semuanya keluar dari kendalinya. "Lalu siapa penghianat yang melakukannya?" tanyanya dengan suara rendah namun penuh tuntutan. "Salah satu pelayan yang sedang melarikan diri, tapi saya sudah mengutus beberapa pengawal untuk menangkap dan menginterogasinya," sahut Alberto tegas. Raven mengangguk pelan, meski pikirannya tak bisa berhenti berputar. Ia pun berdiri dengan gerakan tiba-tiba, menyebabkan kursi yang ia duduki bergerak mundur dengan roda-roda yang berderit. Langkah

    Last Updated : 2024-09-24
  • Virginity For Sale    55. Penyelamatan

    Sebastian menatap dingin ke arah Maura yang terbaring lemas di atas lantai yang dingin dan kotor. Tubuh gadis itu tersentak, setiap kali aliran listrik dari senjata kejut yang ia genggam menghantam kulitnya. "Apa kamu pikir layak mendapatkan cinta dari gadis ini, Raven? Bodoh. Kekuasaanlah yang terpenting! Dan kamu tidak akan pernah bisa lolos dari kekuasaanku!" ucap Sebastian dengan suaranya yang penuh kebencian. Ia mendekatkan senjata itu lagi, lalu menyeringai ketika mendengar suara listrik berderak. "Maaf, Maura. Ini bukan masalah pribadi, tapi hanyalah antara aku dan Raven. Dan kamu adalah korban, sebagai pembelajaran serta shock therapy yang tepat untuk anak bodoh itu." Maura menggigit bibirnya untuk menahan erangan kesakitan. Tubuhnya mulai mati rasa. Tetapi setiap kali senjata kejut itu menyentuhnya, rasa sakit yang teramat sangat serasa membakar seluruh pori-pori serta sarafnya, membuat tubuhnya bereaksi meskipun hampir menyerah kalah. Ia tidak ingin memberikan

    Last Updated : 2024-09-25

Latest chapter

  • Virginity For Sale    107. Lompat

    Maura membeku saat Rhexton mendadak menciumnya. Sentuhan itu datang begitu cepat dan begitu tiba-tiba, hingga otaknya butuh beberapa detik untuk memproses apa yang sedang terjadi. Bibir yang awalnya kaku perlahan merasakan tekanan yang semakin dalam dari bibir Rhexton. 'Tidak, ini tidak nyata', pikirnya. Tetapi sensasi lembut dan hangat di bibirnya itu membuktikan sebaliknya. Ini sungguh nyata. Ketika Maura mencoba untuk bergerak, Rhexton memegang erat bagian belakang kepalanya, membuatnya tak mampu menghindar. Kedua tangan Maura pun terangkat, berniat untuk mendorong tubuh pria itu menjauh. Tetapi Rhexton tidak bergeming sedikit pun. Pria itu seperti orang yang telah menahan diri begitu lama dan akhirnya menyerah pada dorongan hatinya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Maura. Ia mengerjap, merasakan panas yang mengalir di pipinya. Ia tidak menginginkan ini. Tidak seharusnya Rhexton menciumnya. Tapi ia juga tidak berdaya, kalah tenaga melawan genggaman kuat pria itu

  • Virginity For Sale    106. Berharap Tidak Kembali

    Raven merasakan tubuhnya memanas, darahnya berdesir lebih cepat dari biasanya. Efek obat itu perlahan menguasainya, mengaburkan pikiran dan logikanya hanya dalam sekejap. Tapi seorang Raven King bukanlah pria biasa yang akan begitu mudahnya menyerah. Ia telah terlalu banyak bertarung dan berada di situasi under pressure, terlalu terlatih oleh Santiago yang membuatnya kuat sekaligus tak terkalahkan. Di balik tatapan kosong manik kelabunya itu, sesungguhnya otaknya tengah bekerja untuk mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu satu hal pasti, bahwa wanita di depannya adalah kunci untuk kebebasannya. Wanita itu semakin mendekatkan wajahnya yang memulas senyuman penuh kemenangan. “Bagaimana rasanya, Raven? Menyerah pada sesuatu yang tak bisa kamu kendalikan?” Raven mengangkat wajahnya perlahan, menatapnya dengan mata yang tampak berkilat antara amarah dan gairah. Ia sengaja membiarkan tatapannya berkabut, seolah dirinya benar-benar telah terjerumus nafsu dan tak mampu mengontrol diri

  • Virginity For Sale    105. Lebih Berhati-hati

    "Selamat, Nyonya. Hasil tes kesehatan Anda cukup sudah keluar, dan semuanya normal. Anda sekarang sudah boleh pulang," ucap ramah seorang pria paruh baya berkacamata yang mengenakan jas putih dokter. Maura duduk di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat lebih segar meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ia mengucapkan terima kasih seraya tersenyum kecil saat dokter menyatakan bahwa ia sudah boleh pulang, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Namun perasaan lega itu pun dengan segera berubah menjadi perasaan rikuh, ketika Rhexton tiba-tiba muncul dari balik pintu dan masuk ke dalam ruangan. Pria itu tersenyum dan menyapa sang Dokter, sambil menanyakan kondisi Maura. Raut wajahnya pun tampak gembira ketika mendengar kabar baik tentang kepulangan Maura. Untuk beberapa saat mereka masih berdiskusi, hingga akhirnya dokter pun permisi dan meninggalkan ruangan. “Aku akan menggendongmu ke kursi roda,” ujar Rhexton tegas dan tiba-tiba, tanpa sedikit pun memberi ruang kepada

  • Virginity For Sale    104. Tinggal Bersama

    Maura sedang duduk di depan laptop milik Raven, manik gelapnya terus menelusuri layar monitor dengan konsentrasi penuh. Jarinya dengan lincah bergerak di atas touchpad untuk membuka folder demi folder, dokumen demi dokumen, berharap menemukan secuil informasi yang bisa mengarahkan dirinya pada keberadaan tunangannya. Namun hampir dua jam berlalu dan hasilnya tetaplah nihil. Tidak ada dokumen mencurigakan, tidak ada pesan tersembunyi, tidak ada yang mengindikasikan alasan mengapa Raven menghilang tanpa jejak. Maura menghela napas pelan, kedua tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut. Rasa frustrasi bercampur kelelahan perlahan-lahan menguasainya. Namun ia menolak menyerah. Ini bukan tentang dirinya lagi, tapi ini tentang Raven, pria yang begitu berarti baginya. “Aku harus menemukannya,” bisiknya lirih, seolah memberi dirinya semangat untuk terus berusaha. Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Maura menoleh, membiarkan beberapa detik berlalu sebelum menjawab. “

  • Virginity For Sale    103. Jalan Yang Gelap

    Maura duduk diam di kursi belakang mobil yang meluncur perlahan di jalanan gelap. Kepalanya bersandar pada jendela, mata menatap kosong ke luar. Lewis yang bertindak menjadi pengawal sekaligus supirnya, melirik dari kaca spion dengan ekspresi prihatin. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya bertanya. “Apakah ada informasi dari Tuan Tobias, Nona?” Maura menghela napas panjang sebelum menggeleng lemah. “Tidak ada. Dia tampak sama terkejutnya dengan aku soal hilangnya Raven. Bahkan aku bisa merasakan, di balik ketenangannya, dia sedang mencoba mencerna situasi ini.” Lewis mengangguk pelan, tatapannya kembali ke jalan di depan. "Dan bagaimana dengan Mansion itu? Apa ada hal lain yang mencurigakan?” Maura menarik napas, mencoba merangkai kata-kata. "Mansion itu sekarang ada di tangan Rhexton. Dia tinggal di sana dan... dia akan menjabat sebagai CEO King Enterprise. Tobias bilang, itu keputusan yang terbaik untuk saat ini.” Lewis menoleh sedikit, seakan memastikan bahwa

  • Virginity For Sale    102. Tak Membiarkannya Terluka

    "Turunkan dia." Suara berat yang memberikan perintah itu terdengar menggema di ruangan gelap dan lembab yang kini bercampur aroma darah. Seorang pria tampak menganggukkan kepalanya, lalu perlahan menarik tuas yang yang terhubung dengan tali yang mengikat kaki pria yang sedang digantung terbalik itu. Suara berderik yang nyaring dari besi tuas yang berkarat terdengar bagaikan jeritan makhluk kegelapan yang di tengah keheningan ini. Pria yang digantung terbalik itu sejak tadi diam tak bergeming, bahkan ketika tubuhnya kini telah turun dan terbaring di atas lantai yang kotor dan basah. "Ah, rupanya dia pingsan," ucap si suara berat itu sambil menyentuhkan ujung sepatunya ke kepala pria yang diam terbaring di lantai. "Atau jangan-jangan... dia sudah mati?" cetus pria bersuara berat itu lagi. Pria bersuara berat itu membungkuk sedikit, memperhatikan tubuh yang tergeletak di lantai dengan mata menyipit tajam. "Hei, periksa dia. Pastikan dia masih bernapas. Kalau dia mati,

  • Virginity For Sale    101. Sasaran

    Tobias King duduk di sofa mewah dengan postur yang tenang, namun tatapannya tajam, menyelidik setiap detail dari sosok Maura. Gadis itu terlihat jauh lebih sehat dibandingkan terakhir kali ia tiba ke mansion ini bersama Helen, ibunya. Wajah Maura yang sebelumnya pucat pasi kini tampak lebih cerah, dengan rona halus di pipinya. Bahkan tubuhnya terlihat lebih berisi, seolah-olah telah melalui masa pemulihan yang cukup baik. Namun perhatian Tobias tidak hanya berhenti di situ. Pandangannya tertuju pada bagian perut Maura yang tertutup oleh atasan longgar, mungkin untuk menutupi kehamilannya. Sebuah pertanyaan pun seketika muncul di dalam pikirannya. 'Apakah Maura tahu bahwa kami pernah bertemu sebelumnya?' Tobias tersenyum kecil, sebuah senyum yang tidak sampai ke matanya. Saat terakhir kali Maura berada di mansion ini, kondisinya sangat kritis, bahkan nyaris tidak selamat. Rasanya tidak mungkin Maura mengingatnya, kecuali Raven yang menceritakan soal dirinya. Kalau pun Maura

  • Virginity For Sale    100. Pertemuan Di Mansion Keluarga King

    Maura melangkahkan perlahan kakinya yang terasa berat perlahan ke dalam kamar, seolah beban emosionalnya turut membebani tubuhnya. Matanya yang sembab tampak masih merah karena air mata yang baru saja ia tahan di hadapan Lewis. Namun pemandangan di depan mata membuat napasnya tertahan sesaat. Ia menatap nanar pada nampan berisi segelas susu, beberapa kue, dan potongan buah tersaji rapi di atas meja kecil di dekat ranjang, "Raven." Nama itu pun seketika langsung terlintas di benaknya. Maura tahu, hanya Raven yang memiliki perhatian seperti ini. Tidak ada orang lain yang tahu kebiasaannya yang menyukai susu cokelat hangat disertai camilan ringan untuk menemaninya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Maura pun berjalan mendekati meja itu. Ia menyentuh gelas susu tersebut, tetapi rasa dingin segera merayap ke telapak tangannya. Susu itu telah lama berada di sini, kehangatannya telah hilang... sama seperti hatinya yang kini telah membeku karena kehilangan kehangatan yang

  • Virginity For Sale    99. Hilang

    Di dalam kamar yang diterangi cahaya remang dari lampu di sudut ruangan, Maura berbaring di atas ranjang dengan tubuhnya diselimuti dalam kehangatan Raven. Napas pria itu berhembus dan terasa panas di lehernya, sementara jemarinya dengan lembut mengusap kulitnya yang terasa seperti sutra. Setiap sentuhan Raven membuat Maura tersentak dalam sensasi yang membakar, dengan desahannya yang penuh mengisi ruang di antara mereka. Raven menatap wajah Maura yang merona karena tak berdaya dalam gairah, lalu bibirnya pun melengkung membentuk senyuman puas. "Apa kamu tahu, Moora? Aku bisa menghabiskan seluruh hidupku hanya untuk memujamu seperti ini," bisiknya seraya mengecup lembut bibir Maura, yang dengan pasrah menerima ciumannya. Maura merintih lirih saat bibir panas Raven kini berpindah untuk mencium dadanya dengan penuh nafsu, lalu menggelitik lekukan lembut itu dengan usapan lidahnya. Ia sungguh tergila-gila oleh rasa manis serta aroma kulit Maura yang selalu terasa memabukkan.

DMCA.com Protection Status