Nah kan. dibilangin jan cepet percaya sama Raven loh, wkwkwk. lanjut besok ya. semoga masih ada yg bertahan bacanya 😅❤️
Maura masih terdiam. Sekuat apa pun ia mencoba untuk memahami pola pikir Raven, tetap saja ia tak mampu. Pria ini selalu sulit untuk ditebak. Maura menarik napas panjang, mencoba untuk menenangkan pikirannya. Di depan publik, Raven tampil begitu tenang dan percaya diri, seolah semua ini sudah ia rencanakan dengan matang. Namun Maura tahu ada sisi lain yang tersembunyi, sesuatu yang tak akan pernah sepenuhnya bisa ia mengerti. Sementara itu, Raven memulas senyum tipis ketika melihat Maura yang tak sadar jika sedang menatap dirinya sambil melamun. Gadis itu mendesah pelan sesudahnya, dengan kedua maniknya yang terpejam. Menggemaskan sekali. "Apa kamu lelah?" tanya Raven, tanpa melepaskan tatapannya dari Maura sedetik pun dan tanpa berkedip. "Hum. Sedikit," sahut Maura, menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa ia benar-benar lelah secara fisik dan mental, setelah bercinta maraton dengan Raven dan beban mental menjalani wawancara live dengan Shailene. Tiba-tiba Raven m
Stefan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menahan gejolak di dalam kepalanya. Ponselnya terus bergetar di meja, menunjukkan notifikasi yang tak henti-hentinya masuk dari berbagai platform media sosial. Setiap kali ia mengintip layar, notifikasi baru muncul—komentar, pesan pribadi, tagar trending, dan banyak lagi. Semua mengarah pada satu hal yang sama : kemesraan Raven dan Maura yang kini menjadi sorotan publik. Sambil menarik napas panjang, Stefan pun menghela frustrasi. Tentu saja ini terjadi. Sial. Raven selalu punya caranya sendiri untuk menciptakan kekacauan. Apa yang seharusnya menjadi wawancara profesional kini telah berubah menjadi drama publik. Dengan tangannya yang gemetar, Stefan membuka aplikasi berita terkemuka. Foto-foto Raven dan Maura di acara itu sudah tersebar di mana-mana—terutama foto Maura tak berkutik duduk di pangkuan Raven, dengan senyum menggoda di wajah sang pria. Komentar dari netizen bermunculan, dari yang memuji hingga yang men
Meskipun udara di sekitarnya dingin, hawa panas yang dipancarkan Raven membuat Maura merasa sesak. Setelah Raven selesai mencumbunya di depan semua orang, pria itu pun langsung menggendong Maura dan membawa gadis itu melewati pintu yang terhubung antara ruang kerja dengan kamar pribadinya. Acara shooting untuk wawancara telah usai, dan saatnya bagi Raven untuk melepaskan bebannya dengan menikmati hal yang ia suka... yaitu Maura. Gadis itu hanya diam dalam dekapan Raven, namun menyurukkan wajahnya di dada bidang pria itu, menyembunyikan malu serta tatapan para kru yang lekat kepada mereka. Entah apa yang akan terjadi nanti, berita apa yang akan beredar setelah skinship yang terlalu provokatif antara Raven dan dirinya tadi disaksikan oleh semua orang. Namun di balik ini semua, Maura hanya merasa sangat beruntung akan satu hal, yakni keberadaan dirinya di Pulau yang terpencil milik Raven yang tak berpenghuni kecuali orang-orang yang berada di mansion ini. Maura pasti tidak
Kaki jenjang berkulit keemasan itu tampak rapuh dan gemetar, ketika sedang berdiri di hadapan sebuah bangunan megah bertingkat dua. Ia tahu jika sudah seharusnya sekarang bergegas memasuki Mansion mewah di depannya itu, namun entah kenapa serangan gugup dan panik mendadak melanda dirinya. "Miss Maura?" Gadis itu pun sontak terkejut dan menoleh, ketika sebuah suara pria menyapa dirinya yang tengah melamun. Sosok pria paruh baya berbusana formal serba hitam tersenyum kepada dirinya, namun gadis itu masih diam tak membalas senyumnya. "Perkenalkan nama saya Alberto. Mari ikut dengan saya untuk masuk ke dalam, karena kehadiran Anda telah sangat ditunggu," ucap pria paruh baya yang masih tetap murah senyum meski Maura tak bergeming. Tak lagi bisa mengelak, gadis bergaun merah selutut itu pun mau tak mau mengikuti langkah Alberto yang berjalan di depannya, menuntun dirinya memasuki Mansion bercat putih yang terlalu mewah untuk menjadi nyata. Lagi pula, bagaimana ia bisa mengel
Maura pun menguatkan batinnya yang mulai goyah, untuk tetap tegak dan terus melangkah. Ia sangat membutuhkan uang itu untuk lepas dari keluarganya yang toxic. Ia butuh uang yang sangat banyak untuk bisa menata kehidupan baru di luar negeri, jauh dari ayahnya yang ringan tangan dan orang-orang sekelilingnya yang hanya ingin merusaknya.. Gadis bersurai panjang itu pun mengepalkan kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya dengan kuat. Ya, itulah tujuan awalnya mendaftarkan diri di situs gelap perdagangan wanita yang tanpa sengaja ia temui di internet. Virginity For Sale, itu namanya. Sebuah agensi gelap yang menjual gadis-gadis yang masih perawan dengan harga tinggi, kepada pria-pria kaya hidung belang yang ingin merasakan tubuh murni belum pernah tersentuh. "Sebaiknya Anda segera naik ke lantai atas, Miss Maura. Tuan adalah pria yang sangat tidak suka menunggu," tegur Alberto, yang melihat Maura sejak tadi hanya berdiam diri mematung di tempatnya berdiri. "Oh iya. Maaf," gum
Raven King... RAVEN KING??? Pria bersurai coklat gelap itu pun sedikit memiringkan kepalanya, kala melihat wajah cantik Maura yang tampak sedikit memucat ketika menatapnya. "Apa kamu mengenalku?" Leher Maura terasa kaku ketika mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Raven. Ia masih tampak shock, benar-benar tidak menyangka jika pria yang akan ia layani adalah sosok fenomenal dan sangat, sangat terkenal di dunia. 'Sial. Raven King? For real? Untuk apa pria setampan dan terkenal seperti dia menyewa jasa agensi Virginity For Sale??''Ya ampun... benar-benar tidak disangka jika pria ini mengincar keperawanan para gadis! Apa jangan-jangan dia memiliki semacam kelainan?!' Ribuan pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran Maura, tak pelak ikut tergambar pula di wajahnya meski tak jua ia ucapkan dari bibirnya. Raven tampak menyeringai samar melihat bayang-bayang asumsi yang tampak dari ekspresi gadis bersurai hitam panjang ini. Manik abu-abu pria itu sejenak mengamati kes
Suara maskulin yang mengalun berat dan maskulin itu serta merta membuat Maura merinding. Untuk sejenak, manik gelapnya menatap lekat bola mata abu-abu berkilau dengan efeknya yang seolah mampu menghipnotis itu. Memandikan? Ya ampun, apa dia anak kecil yang belum bisa mandi sendiri? Tapi Maura pun segera kembali menyadari posisinya di hadapan pembelinya, dan merasa tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepala. "Ikuti aku," titah Raven sembari membalikkan tubuhnya dan berjalan mendahului Maura. Pria itu mendekato sebuah pintu yang terletak di dinding di samping salah satu lemari buku, lalu membukanya. Manik Maura pun spontan mengerjap. 'Oh, ternyata itu adalah connecting door,' pikir gadis itu. Sebuah pintu yang langsung menghubungkan antara ruang kerja dan... kamar pribadi Raven, sepertinya. Maura mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan bernuansa gelap aesthetic itu. Dindingnya dicat dengan warna taupe yang menimbulkan efek kilau redup. Bahkan gorden
'Huuft... akhirnya aku bisa bernapas dengan lega juga,' batin Maura dalam hati ketika Raven telah menghilang dari balik pintu. Aura dominan pria itu telah membuatnya serasa tercekik dan sulit untuk menghirup udara, lalu bagaimana caranya Maura melayani Raven jika sikapnya malah begini?? "Relax, Maura," guman gadis itu kepada dirinya sendiri. Wajar saja jika dia gugup setengah mati kan? Bukan cuma karena Maura akan memberikan kesuciannya kepada pria itu, tapi juga karena dia adalah Raven King. Desahan napas pelan kembali menguar dari bibirnya, untuk yang kesekian kalinya hari ini. Sebaiknya sekarang ia cepat mengenakan lingerie putih ini, sebelum Raven marah karena terlalu lama menunggu. Gadis itu pun segera membuka gaun merahnya tanpa menanggalkan pakaian dalamnya yang senada dengan warna gaunnya. Lingerie putih menerawang itu ternyata sangat pas di tubuhnya. Maura melangkah menuju ke arah cermin panjang yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Bra yang ia gunakan adalah je