adegan ranjang yg hot di bab selanjutnya aja ya, yg ini penuh rasa soalnya. kok sayang kalo aku tambahin jadi panas wkwkwk🙏😁 ciyee yg udah bisa senyum ciyeeee 🥰❤️
Udara kini terasa berat dan pekat oleh kabut gairah, menyelimuti kedua anak manusia yang sedang saling berbagi kehangatan di atas peraduan itu. Tubuh yang saling menyatu serta detak jantung yang saling berpacu, adalah sebuah harmonisasi indah dalam aktivitas bercinta yang mampu menggetarkan seluruh raga. Napas mereka tersengal, memburu, seiring dengan desahan-desahan pelan yang memenuhi seisi ruangan. Sinar lampu kamar yang sengaja diatur oleh Raven dalam nuansa temaram, turut membingkai siluet tubuh mereka dalam bayang-bayang samar yang sedikit buram. Maura merasakan kehangatan yang menjalari seluruh tubuhnya, seperti gelombang lembut yang tak henti-hentinya mengalir. Jari-jarinya yang lentik bergerak perlahan untuk menyusuri punggung Raven, menghafal setiap lekuk, setiap ototnya yang terasa keras dan liat, setiap garis maskulin yang tercipta di bawah kulit. Mengagumi sosok sempurna tanpa cela yang saat ini sedang berada di atasnya, sekaligus juga menyadari bahwa meman
“Halo.” Sebuah senyuman yang sangat manis terurai di wajah gadis itu, saat ia menyambut kedatangan Shailene dan Raven yang baru saja memasuki ruang kerja. Senyum itu milik Maura. Wajahnya yang berdarah Asia tampak cantik serta menyiratkan ketenangan, meskipun jauh di dalam sana hatinya terasa bergemuruh. Bagaimana tidak, hari ini Raven telah memintanya untuk turut dalam wawancara yang disiarkan secara langsung, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Ia tak boleh salah berucap dan bersikap, karena seluruhnya akan ditonton tanpa ada proses editing sama sekali. Shailene pun membalas Maura dengan tersenyum sopan, maniknya yang biru tampak tajam mempelajari ke sekeliling ruangan. Ini bukan sekadar wawancara biasa. Ini adalah sebuah akses yang langka untuk masuk ke dalam kehidupan pribadi seorang Raven King, novelis thriller yang karyanya selalu membuat pembaca terpaku. Mereka sudah menyelesaikan tur singkat keliling mansion mewah di pulau pribadinya, yang kini ten
Maura masih terdiam. Sekuat apa pun ia mencoba untuk memahami pola pikir Raven, tetap saja ia tak mampu. Pria ini selalu sulit untuk ditebak. Maura menarik napas panjang, mencoba untuk menenangkan pikirannya. Di depan publik, Raven tampil begitu tenang dan percaya diri, seolah semua ini sudah ia rencanakan dengan matang. Namun Maura tahu ada sisi lain yang tersembunyi, sesuatu yang tak akan pernah sepenuhnya bisa ia mengerti. Sementara itu, Raven memulas senyum tipis ketika melihat Maura yang tak sadar jika sedang menatap dirinya sambil melamun. Gadis itu mendesah pelan sesudahnya, dengan kedua maniknya yang terpejam. Menggemaskan sekali. "Apa kamu lelah?" tanya Raven, tanpa melepaskan tatapannya dari Maura sedetik pun dan tanpa berkedip. "Hum. Sedikit," sahut Maura, menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa ia benar-benar lelah secara fisik dan mental, setelah bercinta maraton dengan Raven dan beban mental menjalani wawancara live dengan Shailene. Tiba-tiba Raven m
Stefan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menahan gejolak di dalam kepalanya. Ponselnya terus bergetar di meja, menunjukkan notifikasi yang tak henti-hentinya masuk dari berbagai platform media sosial. Setiap kali ia mengintip layar, notifikasi baru muncul—komentar, pesan pribadi, tagar trending, dan banyak lagi. Semua mengarah pada satu hal yang sama : kemesraan Raven dan Maura yang kini menjadi sorotan publik.Sambil menarik napas panjang, Stefan pun menghela frustrasi. Tentu saja ini terjadi. Sial. Raven selalu punya caranya sendiri untuk menciptakan kekacauan. Apa yang seharusnya menjadi wawancara profesional kini telah berubah menjadi drama publik. Dengan tangannya yang gemetar, Stefan membuka aplikasi berita terkemuka. Foto-foto Raven dan Maura di acara itu sudah tersebar di mana-mana—terutama foto Maura tak berkutik duduk di pangkuan Raven, dengan senyum menggoda di wajah sang pria. Komentar dari netizen bermunculan, dari yang memuji hingga yang mencemooh.Stefan me
Kaki jenjang berkulit keemasan itu tampak rapuh dan gemetar, ketika sedang berdiri di hadapan sebuah bangunan megah bertingkat dua. Ia tahu jika sudah seharusnya sekarang bergegas memasuki Mansion mewah di depannya itu, namun entah kenapa serangan gugup dan panik mendadak melanda dirinya. "Miss Maura?" Gadis itu pun sontak terkejut dan menoleh, ketika sebuah suara pria menyapa dirinya yang tengah melamun. Sosok pria paruh baya berbusana formal serba hitam tersenyum kepada dirinya, namun gadis itu masih diam tak membalas senyumnya. "Perkenalkan nama saya Alberto. Mari ikut dengan saya untuk masuk ke dalam, karena kehadiran Anda telah sangat ditunggu," ucap pria paruh baya yang masih tetap murah senyum meski Maura tak bergeming. Tak lagi bisa mengelak, gadis bergaun merah selutut itu pun mau tak mau mengikuti langkah Alberto yang berjalan di depannya, menuntun dirinya memasuki Mansion bercat putih yang terlalu mewah untuk menjadi nyata. Lagi pula, bagaimana ia bisa mengel
Maura pun menguatkan batinnya yang mulai goyah, untuk tetap tegak dan terus melangkah. Ia sangat membutuhkan uang itu untuk lepas dari keluarganya yang toxic. Ia butuh uang yang sangat banyak untuk bisa menata kehidupan baru di luar negeri, jauh dari ayahnya yang ringan tangan dan orang-orang sekelilingnya yang hanya ingin merusaknya.. Gadis bersurai panjang itu pun mengepalkan kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya dengan kuat. Ya, itulah tujuan awalnya mendaftarkan diri di situs gelap perdagangan wanita yang tanpa sengaja ia temui di internet. Virginity For Sale, itu namanya. Sebuah agensi gelap yang menjual gadis-gadis yang masih perawan dengan harga tinggi, kepada pria-pria kaya hidung belang yang ingin merasakan tubuh murni belum pernah tersentuh. "Sebaiknya Anda segera naik ke lantai atas, Miss Maura. Tuan adalah pria yang sangat tidak suka menunggu," tegur Alberto, yang melihat Maura sejak tadi hanya berdiam diri mematung di tempatnya berdiri. "Oh iya. Maaf," gum
Raven King... RAVEN KING??? Pria bersurai coklat gelap itu pun sedikit memiringkan kepalanya, kala melihat wajah cantik Maura yang tampak sedikit memucat ketika menatapnya. "Apa kamu mengenalku?" Leher Maura terasa kaku ketika mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Raven. Ia masih tampak shock, benar-benar tidak menyangka jika pria yang akan ia layani adalah sosok fenomenal dan sangat, sangat terkenal di dunia. 'Sial. Raven King? For real? Untuk apa pria setampan dan terkenal seperti dia menyewa jasa agensi Virginity For Sale??''Ya ampun... benar-benar tidak disangka jika pria ini mengincar keperawanan para gadis! Apa jangan-jangan dia memiliki semacam kelainan?!' Ribuan pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran Maura, tak pelak ikut tergambar pula di wajahnya meski tak jua ia ucapkan dari bibirnya. Raven tampak menyeringai samar melihat bayang-bayang asumsi yang tampak dari ekspresi gadis bersurai hitam panjang ini. Manik abu-abu pria itu sejenak mengamati kes
Suara maskulin yang mengalun berat dan maskulin itu serta merta membuat Maura merinding. Untuk sejenak, manik gelapnya menatap lekat bola mata abu-abu berkilau dengan efeknya yang seolah mampu menghipnotis itu. Memandikan? Ya ampun, apa dia anak kecil yang belum bisa mandi sendiri? Tapi Maura pun segera kembali menyadari posisinya di hadapan pembelinya, dan merasa tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepala. "Ikuti aku," titah Raven sembari membalikkan tubuhnya dan berjalan mendahului Maura. Pria itu mendekato sebuah pintu yang terletak di dinding di samping salah satu lemari buku, lalu membukanya. Manik Maura pun spontan mengerjap. 'Oh, ternyata itu adalah connecting door,' pikir gadis itu. Sebuah pintu yang langsung menghubungkan antara ruang kerja dan... kamar pribadi Raven, sepertinya. Maura mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan bernuansa gelap aesthetic itu. Dindingnya dicat dengan warna taupe yang menimbulkan efek kilau redup. Bahkan gorden