Saat ini, Caraline benar-benar merasa dipecundangi realita, disiksa oleh fakta dengan kenyataan bahwa sosok yang selama ini ia cari tak lebih dari pria lumpuh di kursi roda. Oh, Tuhan, rasanya Caraline ingin sekali bertukar peran dengan vas bunga di atas meja. Harga dirinya benar-benar lenyap ditelan peristiwa tak terduga.
Setelahnya, Caraline dengan rakus menghirup oksigen. Ia seakan tak rela bila pria bernama Jacob itu mengambil jatah udara miliknya. Kedua tangannya tanpa sadar meremas ujung rok. Caraline benar-benar syok. Fakta ini membuat dirinya tertohok, laksana sekujur tubuhnya mati rasa karena dilempar ke tembok.
Tuhan, apa yang sebenarnya Kau rencanakan? batin Caraline.
“Aku tahu ini sangat berat bagi Nona,” ujar Jeremy dengan seuntai senyum. Ia bersorak penuh kepuasaan di dalam hati. Ini balasan atas tingkah kurang ajar Caraline. “Kami sudah memperingatkan Nona sejak awal,” lanjutnya.
“Kami akan dengan senang hati mengusir sampah ini untukmu, Nona,” ujar Jonathan, “atau jika Nona menginginkan, kami bisa memukulinya hingga pingsan.”
“Aku akan sangat mendukung bila Anda memilih opsi kedua.” James ikut bersuara. “Dengan senang hati aku akan melakukannya.”
Caraline masih diam di tempat duduknya. Ia membutuhkan sedikit tambahan waktu untuk mencerna kenyataan. Wanita itu benar-benar ingin marah sekarang. Pasalnya, semua usaha dan pengorbanannya selama ini hanya berbuah keterkejutan, atau justru kekecewaan. Akan tetapi, Caraline sadar bila amarahnya tak akan bisa mengundang keajaiban agar pria bernama Jacob itu tiba-tiba bisa berjalan.
Sayang sekali, dunia tak sebaik ibu peri.
Tepat saat Jonathan dan James bangkit dari sofa, Caraline mengubah posisi duduk. Wanita itu memberi kode pada Jonathan dan James untuk kembali ke tempat semula. “Apa kau yang bernama—”
Caraline secara tiba-tiba menelan kembali kata-katanya. Tubuhnya kembali mematung saat manik matanya berada satu poros dengan pria di kursi roda itu. Ini membingungkan sekaligus menyebalkan. Jika Caraline dipaksa menggambarkan, pria bernama Jacob itu seperti malaikat dengan sayap patah, menyuguhkan kekaguman, belas kasihan, sekaligus makian dalam waktu bersamaan.
Jujur saja, di antara ketiga pria yang lebih dahulu ditemui Caraline di rumah ini, ketampanan Jacob berada di level berbeda dengan mereka. Jacob memiliki manik mata sebiru laut, tatapan tajam, rahang tegas, alis tebal melengkung, juga bibir merah muda. Busana murahan yang pria itu kenakan tak menyurutkan siapa pun untuk mengatakan bahwa dirinya menawan.
Kalau saja para wanita melihat Jacob hanya bermodalkan foto, Caraline yakin mereka akan terkesima dan memuja. Akan tetapi, kala mendapati kondisi kakinya yang terkulai tak berdaya di kursi roda, Caraline percaya tak sedikit dari mereka yang mengubah gambaran di kepala bahwa pria itu hanya patut untuk dikasihani dan dimaki.
“Aku tak tahu kalau hanya dengan menatapku selama beberapa detik saja, seseorang akan kesulitan untuk mengendalikan kesadarannya. Apa aku seburuk itu?”
Bak tersiram air dingin di tengah malam, Caraline segera terlepas dari belenggu pikiran. Ia lantas menoleh pada pria berambut cokelat itu seraya menatap dengan penuh keangkuhan. Jelas saja kata-kata itu tertuju padanya.
“A-apa kau yang bernama Jacob Aberald?” tanya Caraline.
“Jujur saja, aku benar-benar sudah lupa nama itu, Nona,” ujar pria di kursi roda, “panggil saja aku dengan sebutan Deric.”
“Beraninya kau bicara dengan Nona Caraline!” bentak Jeremy dengan suara tertahan. Ia ingin melempar meja, tetapi di sisi lain, ia tak mau membuat kekacauan di depan tamunya.
“Dorong kursi rodamu dan enyahlah dari hadapan Nona Caraline dengan segera!” Jonathan menimpali.
“Apa aku harus meminjami sepatuku agar kau segera berlari dari sini?” ledek James.
“Nona Caraline, aku benar-benar meminta maaf,” kata Jeremy seraya menggeser bokongnya lebih maju. “Seperti yang Anda lihat, pria itu tak lebih dari aib bagi keluarga kami. Tak ada yang bisa dibanggakan satu hal pun dari hidupnya. Dia selayaknya sampah, atau bahkan lebih dari itu.”
Melihat Caraline terdiam, Jeremy seolah memiliki kesempatan. Maka pria itu berkata lagi, “Nona Caraline, jika tujuan Anda datang ke sini untuk mencari seseorang untuk mejadi pasangan Anda, Anda benar-benar bisa memilih seseorang yang terbaik di sini.”
Pikiran Caraline benar-benar kacau saat ini. Untuk itu, ia memijat kepalanya beberapa kali. Saat menoleh pada Deric, ia justru melihat seuntai senyum dari pria itu. Aneh sekali, pikirnya. Bukankah pria itu baru saja dihina?
“Nona Caraline, aku mengajukan diriku sendiri,” ujar Jeremy dengan dada membusung. Ia merasa kalau dirinya adalah sosok yang paling pantas untuk mendampingi Caraline dibanding yang lain.
“Aku rasa tugasku sudah selesai di sini.” Deric berujar sembari mengatur kursi rodanya untuk berbalik arah. “Aku baru ingat kalau ada hal yang harus aku selesaikan.”
Tepat saat Deric mendorong kursi rodanya, Caraline berdiri seraya berkata, “Tunggu!”
Deric yang mendengarnya seketika berhenti, kemudian membalikkan posisi tubuh untuk menghadap Caraline. Ia menunggu wanita itu bicara.
Careline sendiri tak langsung menghunus keheningan dengan kata-kata miliknya. Lebih dahulu, ia mengembus napas pelan, kemudian mengeratkan tangannya hingga menjadi bongkahan keras. Perang batinnya belum usai, tetapi ia harus segera memutuskan. Ini benar-benar membuatnya nyaris gila.
Tak mendapat respons yang ditunggu, Deric kembali mendorong kursi rodanya.
“Jacob Aberald ....” Caraline menggeleng. “Maksudku Deric, me-menikahlah denganku besok.”
Caraline seketika menyentuh jantungnya yang seperti sedang ditanami bom. Ia pasti sangat terlihat bodoh sekarang. Untuk itu, ingatkan Caraline untuk menampar dirinya sendiri setelah hal gila ini berakhir. Suaranya barusan memang tak terlalu keras, tetapi keheningan mampu menampilkan hal itu dengan sempurna. “A-aku ... serius.”
Deric jelas tak bisa merespons dengan biasa. Matanya sontak membola, sedang bibir atas dan bawahnya saling melumat untuk menahan kata agar tak muncul ke permukaan. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?
“Nona, aku tahu kalau setelah kedatanganku suasana di ruangan ini jadi buruk. Tetapi kalau boleh aku jujur, Anda memiliki selera humor yang buruk untuk meredakan suasana. Lelucon Anda sedikit melukai hatiku,” ujar Deric.
“Apa maksudmu?” tanya Caraline marah, “kau pikir aku sedang membual?”
Deric memindai sekeliling. Tak hanya matanya yang menyisir keadaan, kursi rodanya pun bergerak ke kanan dan kiri.
“Apa yang sedang kau lakukan?” Caraline mengamati gerak-gerak Deric. Ia segera membuang wajah saat manik biru itu kembali menyihirnya. Kurang ajar!
“Nona Caraline, tolong maafkan kelakukan sampah itu,” kata Jeremy, “aku berjanji akan menghukumnya setelah ini. Jadi bisakah Anda menarik ucapan Anda tadi padanya? Ini terdengar sangat tidak masuk akal.”
“Aku sepenuhnya sadar atau apa yang aku katakan dan lakukan,” bantah Caraline. Wanita itu mengembus napas pelan, kemudian mengalihkan tatapan pada Deric, lebih tepatnya pada kursi roda. “Dengarkan aku. Selama lima tahun ini, aku sudah mencarimu ke mana-mana. Tak sedikit tenaga, uang dan pikiran yang aku kerahkan hanya untuk bisa bertemu denganmu. Aku bahkan sampai rela menurunkan harga diri dan hampir gila karena meminta pria cacat sepertimu untuk menjadi suamiku. Jadi, diamlah dan ikuti semua perkataanku.”
Deric menarik sudut bibirnya ke atas. Saat menoleh pada tiga saudaranya, ia mendapat tatapan kebencian yang tak biasa. “Baiklah, Nona. Tapi aku akan melakukannya jika Anda mau menerima syarat yang aku ajukan,” ujarnya.
“Baiklah, Nona. Tapi aku akan melakukannya jika Anda menerima syarat yang aku ajukan,” ujar Deric.“Katakan,” sahut Caraline seraya kembali duduk. Kedua tangannya menyilang di depan dada, sedang bibirnya menggurat senyum sinis. Oh, ayolah, saking pusing dan tertekan dirinya tadi, ia sampai lupa pada fakta kalau siapa pun akan melakukan hal serupa.“Apa yang kau inginkan?” Caraline turut menyilangkan kaki. Ia bisa menebak bila syarat yang diajukan Deric tak jauh dari hal berbau uang. Lagi pula ini kesempatan bagus bagi pria cacat itu untuk meraup keuntungan. Selain kemalangan dan hinaan, pria itu tak memiliki apa pun lagi, bukan?“Nona Caraline, aku mohon jangan dengarkan pria cacat itu.” Jeremy berkata. “Aku benar-benar meminta maaf atas kelancangannya. Anda bisa—”“Diamlah!” sela Caraline, “aku tak ingin mendengar apa pun lagi dari mulutmu.”Rahang Jeremy men
Kondisi Caraline bisa dibilang tak baik-baik saja semenjak kepulangannya dari kediaman keluarga Aberald. Hampir sepanjang siang, ia mengurung diri ruangan kerjanya, tak ingin diganggu oleh siapa pun. Aktivitasnya hanya duduk di depan komputer, dan kian larut dalam lamunan. Caraline sama sekali tak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan. Oleh karena itu, semua hal yang bersinggungan dengan perusahaan diserahkan pada Helen.Pukul delapan malam lebih, Caraline masih berada di ruangan kerjanya. Wanita itu sesekali memijat kepala yang teramat pening. Hal itu terjadi bukan semata-mata disebabkan oleh tindakan gilanya hari ini, tetapi karena perutnya yang memang belum diisi sejak siang. Saat Caraline hendak menghubungi Helen, asistennya itu lebih dahulu muncul dari balik pintu.“Nona Caraline, aku membawakan Anda makan malam.” Helen menaruh nampan berisi satu mangkuk sup ayam panas dan segelas air putih di meja.Caraline yang berdiri di depan jendela seketika
Tubuh Deric mendarat di tanah tanpa bisa dicegah. Pria itu berusaha bangkit dengan memfokuskankan kekuatan pada kedua tangan. “Jangan khawatir, aku baik-baik saja,” ucapnya.“Tak ada yang mengingankan hal itu darimu,” sahut Jonathan tanpa rasa bersalah sedikit pun.Wajah Deric kembali menempel ke tanah saat tangannya gagal menjalankan tugas. Meski begitu, ia tak menyerah untuk mencoba hal sama berulang kali. Hal ini bukanlah masalah besar baginya. Ia sudah pernah mengalami perundungan yang lebih berat dari sekadar ditendang dari teras dan berakhir dengan mencumbu tanah.Pernah suatu waktu Jonathan dan James mengikatnya di pohon besar di belakang rumah selama semalaman. Keduanya melarang siapa pun untuk melepas ikatan. Barulah saat pagi menjelang, kakak-beradik itu membiarkan Deric pergi dengan tubuh lemas setelah puas tertawa cekikikan.Tak sampai di sana, beberapa bulan lalu, tepatnya saat keluarga Aberald mendapat undangan dari s
Sepanjang malam, Caraline tak bisa tidur karena terjajah pikirannya sendiri. Menonton film, berjalan-jalan di taman belakang rumah, sampai menamatkan beberapa buku, nyatanya tak berhasil mengundang kantuk. Barulah saat jarum jam menunjuk angka 4 pagi, ia bisa terlelap di sofa, dan terbangun saat sinar matahari mencumbu kesadarannya.Caraline mengibas rambutnya yang dibiarkan terurai. Wanita itu tengah duduk di ruang kerjanya, ditemani secangkir teh juga beberapa potong kue. Saat pintu diketuk, Caraline mengambil napas panjang, lantas mengembuskannya perlahan.“Nona Caraline,” ujar Helen yang baru saja memasuki ruangan, “semua persiapan sudah hampir selesai.”“Hampir?” Caraline meletakkan cangkir teh ke meja. Alisnya sedikit tertekuk. “Apa ada masalah, Helen?”Helen menggeleng, lalu tersenyum. “Hal yang membuat persiapan ini belum selesai adalah, kedatangan pengantin pria dan ... pengantin wanita
Setelah melewati penjagaan dan pemeriksaan berlapis, mobil yang membawa Deric akhirnya memasuki kawasan Mililine Tower 2. Pria itu lantas turun dari mobil. Tak lama kemudian, ketiga saudaranya ikut menjejakkan kaki di depan lobi gedung.Mobil mewah yang membawa Deric akhirnya kembali melumat jalan. Melihat hal itu, James hanya bisa menggigit bibir kuat-kuat. Ia teramat kesal karena tak diberikan kesempatan untuk sekadar menyentuh mobil impiannya. Ini seperti melihat setumpuk berlian di depan mata, tetapi apa daya tangan dan kaki tak kuasa untuk sekadar meraba.“Kau hanya beruntung, Sampah!” umpat James pada Deric yang tengah mengamati sekeliling gedung.James merasa perlu untuk meredam kekesalannya dengan cara mengusili Deric. Untuk itu, ia menendang bagian belakang kursi roda sampai Deric hampir terjatuh karenanya. Syukurlah, pria bermanik biru itu masih berada di kursinya.“James!” pekik Jeremy dengan suara tertahan. Matanya meme
Caraline seketika membeku saat melihat Deric berada di depannya dengan satu tangan terulur. Senyuman pria itu bak sihir yang menjadikan raganya bak patung yang tertanam di tengah-tengah taman. Semakin dalam Caraline tenggelam ke dalam manik biru pria itu, semakin tak keruan pula debaran jantungnya.Oh, ayolah, Caraline. Dia hanya pria catat tak berguna seperti yang kau katakan, batin Caraline.Saat angin berembus, di saat itu pula kesadaraan Caraline akan realita kembali. Matanya mengerjap beberapa kali, dan tanpa diduga, kakinya malah melangkah menuju altar pernikahan.Di tempat berbeda, Helen dibuat terperanjat dengan apa yang dilihatnya saat ini. Berkali-kali, ia menoleh pada Caraline dan tiga pria keluarga Aberald. Tubuhnya sampai berdiri, dan kacamata yang senantiasa bertengger di wajah bulatnya kini terlepas untuk memperjelas apa yang tengah ia lihat.Helen mengernyit, lantas menyipitkan mata saat melihat Caraline dan pria di ku
“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan nada marah. Selera makan siangnya seketika hilang setelah mendengar ucapan Deric barusan. Kedua tangannya refleks menyilang di depan dada.“Nona, aku tahu kalau skenario ini sangat menarik, terlebih tim yang menyiapkan ini semua sangat profesional. Aku bahkan sempat mengira jika pernikahan ini benar-benar sungguhan, dan aku sangat berterima kasih atas semua hal ini,” jawab Deric dengan seuntai senyum.Caraline merespons dengan mata melebar. Kedua tangannya langsung turun dari depan dada, kemudian mendarat di atas meja. Saat akan menyela, Deric lebih dahulu berbicara.“Nona, bisakah kita akhiri permainan ini?” Deric menunduk sesaat, lalu kembali menatap Caraline. “Aku rasa ini sudah cukup. Aku yakin Nona sudah mendapat hiburan dari skenario yang Nona susun.”“Apa maksudmu?” ulang Caraline. Kedua tangannya menggebrak meja agak keras. Matanya menajam seakan ingi
“Apa rencanamu setelah ini, Caraline?” tanya Deric. Alih-alih menjawab, Caralie malah sibuk memperhatikan pria di depannya dari atas hingga bawah melalui ekor mata. “Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu? Bisakah kau mengerti posisimu sekarang?” Jujur saja, Caraline agak tersinggung saat pria itu memanggil namanya secara langsung. Wanita itu mengakui kalau dirinya aneh karena ia yang meminta Deric untuk meninggalkan embel-embel sebutan nona. “Posisiku sekarang sebagai seseorang yang menunggu jawaban darimu,” jawab Deric sembari mendorong kursinya ke arah Caraline. Melihat Deric mendekati, Caraline refleks mundur tanpa melihat kondisi jalan. Alhasil, kakinya tak sengaja tersandung rok panjangnya hingga tubuhnya harus terjerembap ke rerumputan. “Aw!” pekiknya. Untuk sesaat, Caraline hanya diam sembari menatap langit di balik kubah transparan ruangan ini. Matanya seketika membeliak beg
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be