Teringat kembali dengan rencana hari ini, malas rasanya untuk membawa kendaraan sendiri karena cukup melelahkan dan belum lagi rasa lelah itu akan bertambah ketika jalanan macet, tapi aku harus mengakui kalau ini pilihan yang terbaik mengingat ketika aku menggunakan transportasi umum orang-orang akan memperhatikanku lekat-lekat dari ujung kepala sampai ujung kaki hanya karena penampilanku seperti zombie. Aku memperhatikan mobil sedan warna putih milikku yang sudah terparkir selama seminggu penuh di basement. Ya nampaknya rute perjalananku hari ini akan bertambah ke tempat carwash dengan kondisi mobil yang mulai terlihat kotor itu.
Sambil memanaskan mobilku, aku melakukan kebiasaanku akhir-akhir ini sebelum berkendara. Menyiapkan playlist untuk seharian penuh selama aku pergi, menyemprotkan parfum kesukaanku sebanayk dua kali, dan bersandar di kursi yang sudah dimundurkan sambal menghela napas panjang selama 10 menit. Rasanya kebiasaan baruku ini tujuannya untuk menyiapkan diriku sendiri sebelum bertemu banyak orang. Aku rindu sekali berkendara tengah malam menyusuri kota, rasanya sangat membuat diriku tenang. Setelah perasaan sesak ini selesai, aku benar-benar harus rutin melakukannya kembali nanti.
Pelan-pelan aku meninggalkan basement dan roda mobilku kini sudah bersentuhan dengan aspal jalan raya. Langit pagi ini tidak terlalu cerah dan tidak juga terlalu mendung, sendu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkannya? Aku membuka jendela mobilku, angin sejuk berhembus pelan, bau sisa hujan menyeruak masuk ke dalam mobil memberikan perasaan tenang padaku. Jalanan di kota pagi hari ini tidak terlalu ramai, tidak terlalu sepi juga. Mungkin karena orang-orang yang pergi berangkat kerja ataupun sekolah turun ke jalan jauh lebih pagi dariku.
Handphoneku berdering kembali, nama Kak bima pun muncul. Aku menyalakan speaker mobilku untuk menerima telepon ini.
“Hmm kenapa?” tanyaku singkat.
“Kok gitu sih Sya sama Kakak? Lo dimana ini? Kata Mama hari ini mau ke kampus?” tanya Kak Bima.
“Ini di mobil lagi muter-muter dulu. Iya mau ke kampus. Lo jadi Kak nyusulin Mama? Kok nggak bilang gue?”
“Yaudah hati-hati yaaa. Semoga lancar hari ini. Iya jadi kok, gue juga dadakan sebenernya nih mau ketemu klien di Bali. Nggak sempet ngabrin lo karena gue juga hectic banget persiapan kesana. Cuma bilang ke Mama karena kan Mama tentatif di Balinya. Makanya gue kepikiran nyamperin sekalian buat sehari. Karena kalo urusan kerjaan sih startnya lusa” jawab Kak Bima.
“Boong banget. Bilang aja lo mau bikin kesel kan lo?” tanyaku ketus.
“Ya ampun ini anak masih kekeuh aja. Nggak kok Tasya adikku sayaaang. Sya nomor rekening dong, ini duit jajan lo belum gue transfer kan?”
“Wah ini kalo di pemerintahan namanya praktek suap sih Kak, tapi nggak apa-apa, lo baik sama gue kalo urusan uang aja soalnya” ledekku.
“Untung Tuhan nih kasih kesabaran buat gue rada banyak ternyata fungsinya untuk menghadapi adik sendiri. Yaudah chat aja ya nanti nomor rekening lo. Bye, hati-hati ya” ujar Kak Bima sesaat sebelum mematikan teleponnya.
“Bye Kakaaaak. Lo juga hati-hati yaaaa” balasku.
Sekarang waktu menunjukkan pukul 08.22 dimana artinya aku masih punya waktu sekitar 38 menit sambal menunggu perpustakaan kamps buka. Sebenarnya bisa saja aku langsung menuju ke kampus, tapi kalau sekarang aku kesana ya itu artinya aka nada kemungkinan aku harus bertemu banyak orang dan kemungkinan mengobrol dengan mereka pun ada. Lebih baik aku datang ketika perpustakaan sudah dibuka, jadi aku bisa langsung kesana tanpa harus basa-babsi dengan banyak orang. Terlintas di kepalaku untuk menyusuri kota untuk menunggu, lagipula tidak setiap hari jalanan cukup senggang seperti ini. Arah mobilku melaju sudah tentu hanya mengikuti keinginanku yang ingin berbelok ke arah mana aku ingin membelokkan mobil ini. Semoga saja ruas jalan lain pun sama senggangnya dengan jalan yang tengah kulalui.
Bersama dengan alunan lagu yang sedang dimainkan dan semilir angin sejuk dari jendela mobil yang terbuka, aku berusaha menikmati momen ini sendirian dan menguatkan diriku kembali sebelum nanti aku harus bertemu dengan banyak orang. Andai saja cuaca setiap harinya seteduh sekarang, mungkin aku bisa menghabiskan waktuku hanya untuk berkeliling kota setiap paginya untuk menyembuhkan lukaku. Tanpa sadar aku sudah menghabiskan sekitar 15 menit untuk menyusuri jalanan dan tanpa sadar juga aku mengarahkan mobilku ke tempat-tempat yang dulu sering aku lewati. Perasaanku sekarang ketika melewati tempat-tempat ini sangat jauh berbeda jauh dengan bagaimana yang aku rasakan dulu ketika melewatinya. Aku tidak mau membenci tempat-tempat ini, setidaknya aku hanya ingin tidak merasa sesak ketika melewatinya atau bahkan mungkin nanti ketika aku mengunjunginya lagi. Sampai saat ini aku masih tersenyum ketika melihat tempat-tempat ini meskipun dibalik senyumku ada getir yang cukup kuat.
Sudah cukup sepertinya aku berkeliling untuk menghabiskan waktu, sekarang sudah saatnya aku mengarahkan mobilku menuju kampus. Sudah saatnya juga aku akan bertemu orang-orang disana dan mungkin juga aku mau tidak mau harus berbincang dengan mereka. 10 menit berlalu dan akhirnya aku tiba di kampus. Melihat dari jumlah kendaraan yang terparkir di area kampus sepertinya pagi ini sudah cukup banyak yang datang. Sambil memarkirkan mobilku, aku mencoba mengingat kembali apa saja yang harus aku lakukan hari ini.
Aku mengeluarkan handphone dari saku celanaku, mungkin ada pesan yang harus kubalas dengan cepat. Baru saja aku ingin memasukkan kembali handphoneku ke saku celana, tiba-tiba sebuah nama muncul seiring dengan notifikasi telepon.
“Halo” ucapku pelan.
“Sya lo dimana? Kampus nggak?”
“Iya baru parkir nih di parkir barat, lo ke kampus?” tanyaku.
“Bentar jangan kemana-mana Sya, gue lagi parkir nih di barat juga. Tunggu depan mobil aja deh kita bareng masuknya” jawabnya.
“Yaudah gue tunggu yaaaa, buruan. Gue mau ke perpus nih buru-buru nyari buku mumpung baru buka.”
“Eh lo nyari buku doang atau sekalian mau ngetik di perpus apa dimana nih Sya? Gue mau ke perpus ngembaliin buku sama mau ngetik tapi bingung mau dimananya” tanyanya.
“Sekalian. Yaudah liat nanti aja deh ngetik dimana mah. Yang pasti gue butuh tempat yang kondusif dan nggak keliatan banyak orang aja. Buruan deh yuk ini malah kelamaan ngobrol. Gue matiin ya teleponnya, gue udah depan mobil” jawabku sambil memutuskan teleponnya
Aku rasa aku akan baik-baik saja kalau ada orang ini. Ya setidaknya bisa membantu mengurangi tatapan orang kearahku yang datang dengan penampilan begini. Aku harap tidak ada obrolan terkait perasaanku akhir-akhir ini yang keluar dari mulutnya. Aku hanya ingin hari ini berjalan dengan tenang saja rasanya, toh pagi tadi aku sudah menangis tersedu-sedu cukup lama, jadi ya sebisa mungkin aku tidak menangis lagi agar sakit kepala akibat pagi tadi tidak berubah menjadi migrain yang justru akan memaksaku menghentikan semua rencana yang sudah kubuat untuk hari ini.
“Woy Sya. Ini kayaknya kalo lo nggak butuh nyari buku buru-buru sih langka banget ngeliat lo ke kampus sepagi ini. Ayo jalan buruan” ledeknya
Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis dan berjalan menyamai langkahnya.
Tuhan, semoga hari ini aku bisa menjalani semuanya tanpa menangis lagi. Semoga semuanya lancar.
“Sya gue nggak tau apa yang lo rasain sekarang ini gimana persisnya dan gue juga nggak akan maksa lo untuk cerita kalo emang lo masih ngerasa belum nyaman untuk cerita ke orang-orng, tapi at least lo paksain makan ya mau gimanapun. Lambung lo kan udah lumayan parah Sya, paksain makan ya meskipun cuma sedikit. Tante Anna tuh dari dulu sering banget nanyain ke gue kalo lo kenapa-kenapa, nah sekarang ya makin intens. Nyokap lo khawatir lo sakit lagi Sya dengan kondisi lo yang mostly ngerasa sedih begini. Kalo lo bosen di apartemen nanti lo bisa kabarin gue sama Manda kapanpun itu kita akan berusaha untuk nemenin lo. Subuh-subuh lo suruh gue dating pun gue bakalan dateng. Lo harus inget ini, lo nggak sendirian. Gue sama Manda akan selalu ada buat lo, lo bisa jadiin gue sama Manda tempat sampah unek-unek lo Sya. Kapanpun dan apapun, ada gue dan Manda.”“Iyaaa gue tau kok dan gue juga selalu inget kalo gue nggak sendirian dalam kondisi apapun. Gue selalu paksain m
“Gimana? Lega?” tanya Angga dengan nada khawatir.Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dengan pelan.“Nggak apa-apa, gue juga tau kok lo pasti sedikit cemas untuk berbicara dengan orang lain mau gimana pun juga. Tapi gue ngebiarin lo ngobrol sama Karina kayak tadi ya karena gue yakin Karina bukan orang yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain. Anggep aja tadi itu pemanasan sebelum lo ketemu banyak orang seharian ini, apalagi mostly kita bakal lama kan di kampusnya. Well, in case nanti ada yang ngajak ngobrol lagi dan lo kejebak terpaksa harus ngobrol, nggak apa-apa ladenin aja semampu lo, nanti misalkan lo udah mau udahan ya nanti lo kodein aja ke gue biar gue yang ngurus gimana caranya buat narik lo pergi. Yaudah yuk lanjut jalan aja ke perpus biar beneran nggak usah ngobrol banyak kayak tadi” kata Angga sambil mengusap kepalaku untuk menenangkanku.“Eh Kak Bima mau nyusul nyokap ke hotel tau hari ini Ngga” aku berus
Akhirnya dengan perasaan pasrah dan terpaksa, akupun mengikuti keinginan Manda dan Angga untuk makan bersama sambil menahan perasaan curiga ini. Tanpa terasa obrolan lami mengalir begitu saja seperti dulu, membahas banyak hal dan tertawa bersama tanpa ada beban sedikitpun. Aku takjub dengan keadaan sekarang ini, kupikir akan sulit untukku tertawa sekalipun aku bersama Manda dan Angga.“Sya lo inget nggak? Dulu kan Manda posesif banget ke lo sampe-sampe kalo gue nungguin lo buat pergi aja dia kayak nggak ikhlas banget ngebiarin kita pergi” kata Angga.“Ye anjir dulu gue kira lo pacarnya Tasya yang overprotective tau! Lagian ga bisa banget jauh dari Tasya meskipun cuma 5 menit. Eh nggak taunya emang kayak kembar dempet aja, harus sepaket kalo nggak ortunya Tasya uring-uringan” ledek Manda yang awalnya kesal dengan omongan Angga.“Lo berdua sih juara 1 kategori nggak mikirin perasaan gue. Bayangin aja berkali-kali ngerebutin gue di dep
Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.“Aduh terharu banget lo
Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker
Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg
Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem
"Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar."Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit."Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya."Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan."Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja.""Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit."Ooooh kebetula