Home / Romansa / Two Cents in a Relationship / Melawan Sesak di Pagi Hari

Share

Melawan Sesak di Pagi Hari

Author: PH Yuna
last update Last Updated: 2021-06-07 21:49:16

Teringat kembali dengan rencana hari ini, malas rasanya untuk membawa kendaraan sendiri karena cukup melelahkan dan belum lagi rasa lelah itu akan bertambah ketika jalanan macet, tapi aku harus mengakui kalau ini pilihan yang terbaik mengingat ketika aku menggunakan transportasi umum orang-orang akan memperhatikanku lekat-lekat dari ujung kepala sampai ujung kaki hanya karena penampilanku seperti zombie. Aku memperhatikan mobil sedan warna putih milikku yang sudah terparkir selama seminggu penuh di basement. Ya nampaknya rute perjalananku hari ini akan bertambah ke tempat carwash dengan kondisi mobil yang mulai terlihat kotor itu.

Sambil memanaskan mobilku, aku melakukan kebiasaanku akhir-akhir ini sebelum berkendara. Menyiapkan playlist untuk seharian penuh selama aku pergi, menyemprotkan parfum kesukaanku sebanayk dua kali, dan bersandar di kursi yang sudah dimundurkan sambal menghela napas panjang selama 10 menit. Rasanya kebiasaan baruku ini tujuannya untuk menyiapkan diriku sendiri sebelum bertemu banyak orang. Aku rindu sekali berkendara tengah malam menyusuri kota, rasanya sangat membuat diriku tenang. Setelah perasaan sesak ini selesai, aku benar-benar harus rutin melakukannya kembali nanti.

Pelan-pelan aku meninggalkan basement dan roda mobilku kini sudah bersentuhan dengan aspal jalan raya. Langit pagi ini tidak terlalu cerah dan tidak juga terlalu mendung, sendu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkannya? Aku membuka jendela mobilku, angin sejuk berhembus pelan, bau sisa hujan menyeruak masuk ke dalam mobil memberikan perasaan tenang padaku. Jalanan di kota pagi hari ini tidak terlalu ramai, tidak terlalu sepi juga. Mungkin karena orang-orang yang pergi berangkat kerja ataupun sekolah turun ke jalan jauh lebih pagi dariku.

Handphoneku berdering kembali, nama Kak bima pun muncul. Aku menyalakan speaker mobilku untuk menerima telepon ini.

“Hmm kenapa?” tanyaku singkat.

“Kok gitu sih Sya sama Kakak? Lo dimana ini? Kata Mama hari ini mau ke kampus?” tanya Kak Bima.

“Ini di mobil lagi muter-muter dulu. Iya mau ke kampus. Lo jadi Kak nyusulin Mama? Kok nggak bilang gue?”

“Yaudah hati-hati yaaa. Semoga lancar hari ini. Iya jadi kok, gue juga dadakan sebenernya nih mau ketemu klien di Bali. Nggak sempet ngabrin lo karena gue juga hectic banget persiapan kesana. Cuma bilang ke Mama karena kan Mama tentatif di Balinya. Makanya gue kepikiran nyamperin sekalian buat sehari. Karena kalo urusan kerjaan sih startnya lusa” jawab Kak Bima.

“Boong banget. Bilang aja lo mau bikin kesel kan lo?” tanyaku ketus.

“Ya ampun ini anak masih kekeuh aja. Nggak kok Tasya adikku sayaaang. Sya nomor rekening dong, ini duit jajan lo belum gue transfer kan?”

“Wah ini kalo di pemerintahan namanya praktek suap sih Kak, tapi nggak apa-apa, lo baik sama gue kalo urusan uang aja soalnya” ledekku.

“Untung Tuhan nih kasih kesabaran buat gue rada banyak ternyata fungsinya untuk menghadapi adik sendiri. Yaudah chat aja ya nanti nomor rekening lo. Bye, hati-hati ya” ujar Kak Bima sesaat sebelum mematikan teleponnya.

“Bye Kakaaaak. Lo juga hati-hati yaaaa” balasku.

Sekarang waktu menunjukkan pukul 08.22 dimana artinya aku masih punya waktu sekitar 38 menit sambal menunggu perpustakaan kamps buka. Sebenarnya bisa saja aku langsung menuju ke kampus, tapi kalau sekarang aku kesana ya itu artinya aka nada kemungkinan aku harus bertemu banyak orang dan kemungkinan mengobrol dengan mereka pun ada. Lebih baik aku datang ketika perpustakaan sudah dibuka, jadi aku bisa langsung kesana tanpa harus basa-babsi dengan banyak orang. Terlintas di kepalaku untuk menyusuri kota untuk menunggu, lagipula tidak setiap hari jalanan cukup senggang seperti ini. Arah mobilku melaju sudah tentu hanya mengikuti keinginanku yang ingin berbelok ke arah mana aku ingin membelokkan mobil ini. Semoga saja ruas jalan lain pun sama senggangnya dengan jalan yang tengah kulalui.

Bersama dengan alunan lagu yang sedang dimainkan dan semilir angin sejuk dari jendela mobil yang terbuka, aku berusaha menikmati momen ini sendirian dan menguatkan diriku kembali sebelum nanti aku harus bertemu dengan banyak orang. Andai saja cuaca setiap harinya seteduh sekarang, mungkin aku bisa menghabiskan waktuku hanya untuk berkeliling kota setiap paginya untuk menyembuhkan lukaku. Tanpa sadar aku sudah menghabiskan sekitar 15 menit untuk menyusuri jalanan dan tanpa sadar juga aku mengarahkan mobilku ke tempat-tempat yang dulu sering aku lewati. Perasaanku sekarang ketika melewati tempat-tempat ini sangat jauh berbeda jauh dengan bagaimana yang aku rasakan dulu ketika melewatinya. Aku tidak mau membenci tempat-tempat ini, setidaknya aku hanya ingin tidak merasa sesak ketika melewatinya atau bahkan mungkin nanti ketika aku mengunjunginya lagi. Sampai saat ini aku masih tersenyum ketika melihat tempat-tempat ini meskipun dibalik senyumku ada getir yang cukup kuat.

Sudah cukup sepertinya aku berkeliling untuk menghabiskan waktu, sekarang sudah saatnya aku mengarahkan mobilku menuju kampus. Sudah saatnya juga aku akan bertemu orang-orang disana dan mungkin juga aku mau tidak mau harus berbincang dengan mereka. 10 menit berlalu dan akhirnya aku tiba di kampus. Melihat dari jumlah kendaraan yang terparkir di area kampus sepertinya pagi ini sudah cukup banyak yang datang. Sambil memarkirkan mobilku, aku mencoba mengingat kembali apa saja yang harus aku lakukan hari ini.

Aku mengeluarkan handphone dari saku celanaku, mungkin ada pesan yang harus kubalas dengan cepat. Baru saja aku ingin memasukkan kembali handphoneku ke saku celana, tiba-tiba sebuah nama muncul seiring dengan notifikasi telepon.

“Halo” ucapku pelan.

“Sya lo dimana? Kampus nggak?”

“Iya baru parkir nih di parkir barat, lo ke kampus?” tanyaku.

“Bentar jangan kemana-mana Sya, gue lagi parkir nih di barat juga. Tunggu depan mobil aja deh kita bareng masuknya” jawabnya.

“Yaudah gue tunggu yaaaa, buruan. Gue mau ke perpus nih buru-buru nyari buku mumpung baru buka.”

“Eh lo nyari buku doang atau sekalian mau ngetik di perpus apa dimana nih Sya? Gue mau ke perpus ngembaliin buku sama mau ngetik tapi bingung mau dimananya” tanyanya.

“Sekalian. Yaudah liat nanti aja deh ngetik dimana mah. Yang pasti gue butuh tempat yang kondusif dan nggak keliatan banyak orang aja. Buruan deh yuk ini malah kelamaan ngobrol. Gue matiin ya teleponnya, gue udah depan mobil” jawabku sambil memutuskan teleponnya

Aku rasa aku akan baik-baik saja kalau ada orang ini. Ya setidaknya bisa membantu mengurangi tatapan orang kearahku yang datang dengan penampilan begini. Aku harap tidak ada obrolan terkait perasaanku akhir-akhir ini yang keluar dari mulutnya. Aku hanya ingin hari ini berjalan dengan tenang saja rasanya, toh pagi tadi aku sudah menangis tersedu-sedu cukup lama, jadi ya sebisa mungkin aku tidak menangis lagi agar sakit kepala akibat pagi tadi tidak berubah menjadi migrain yang justru akan memaksaku menghentikan semua rencana yang sudah kubuat untuk hari ini.

“Woy Sya. Ini kayaknya kalo lo nggak butuh nyari buku buru-buru sih langka banget ngeliat lo ke kampus sepagi ini. Ayo jalan buruan” ledeknya

Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis dan berjalan menyamai langkahnya.

Tuhan, semoga hari ini aku bisa menjalani semuanya tanpa menangis lagi. Semoga semuanya lancar.

Related chapters

  • Two Cents in a Relationship   Perisai Pelindung (1)

    “Sya gue nggak tau apa yang lo rasain sekarang ini gimana persisnya dan gue juga nggak akan maksa lo untuk cerita kalo emang lo masih ngerasa belum nyaman untuk cerita ke orang-orng, tapi at least lo paksain makan ya mau gimanapun. Lambung lo kan udah lumayan parah Sya, paksain makan ya meskipun cuma sedikit. Tante Anna tuh dari dulu sering banget nanyain ke gue kalo lo kenapa-kenapa, nah sekarang ya makin intens. Nyokap lo khawatir lo sakit lagi Sya dengan kondisi lo yang mostly ngerasa sedih begini. Kalo lo bosen di apartemen nanti lo bisa kabarin gue sama Manda kapanpun itu kita akan berusaha untuk nemenin lo. Subuh-subuh lo suruh gue dating pun gue bakalan dateng. Lo harus inget ini, lo nggak sendirian. Gue sama Manda akan selalu ada buat lo, lo bisa jadiin gue sama Manda tempat sampah unek-unek lo Sya. Kapanpun dan apapun, ada gue dan Manda.”“Iyaaa gue tau kok dan gue juga selalu inget kalo gue nggak sendirian dalam kondisi apapun. Gue selalu paksain m

    Last Updated : 2021-06-08
  • Two Cents in a Relationship   Perisai Pelindung (2)

    “Gimana? Lega?” tanya Angga dengan nada khawatir.Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dengan pelan.“Nggak apa-apa, gue juga tau kok lo pasti sedikit cemas untuk berbicara dengan orang lain mau gimana pun juga. Tapi gue ngebiarin lo ngobrol sama Karina kayak tadi ya karena gue yakin Karina bukan orang yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain. Anggep aja tadi itu pemanasan sebelum lo ketemu banyak orang seharian ini, apalagi mostly kita bakal lama kan di kampusnya. Well, in case nanti ada yang ngajak ngobrol lagi dan lo kejebak terpaksa harus ngobrol, nggak apa-apa ladenin aja semampu lo, nanti misalkan lo udah mau udahan ya nanti lo kodein aja ke gue biar gue yang ngurus gimana caranya buat narik lo pergi. Yaudah yuk lanjut jalan aja ke perpus biar beneran nggak usah ngobrol banyak kayak tadi” kata Angga sambil mengusap kepalaku untuk menenangkanku.“Eh Kak Bima mau nyusul nyokap ke hotel tau hari ini Ngga” aku berus

    Last Updated : 2021-06-09
  • Two Cents in a Relationship   Telinga yang Mendengar (1)

    Akhirnya dengan perasaan pasrah dan terpaksa, akupun mengikuti keinginan Manda dan Angga untuk makan bersama sambil menahan perasaan curiga ini. Tanpa terasa obrolan lami mengalir begitu saja seperti dulu, membahas banyak hal dan tertawa bersama tanpa ada beban sedikitpun. Aku takjub dengan keadaan sekarang ini, kupikir akan sulit untukku tertawa sekalipun aku bersama Manda dan Angga.“Sya lo inget nggak? Dulu kan Manda posesif banget ke lo sampe-sampe kalo gue nungguin lo buat pergi aja dia kayak nggak ikhlas banget ngebiarin kita pergi” kata Angga.“Ye anjir dulu gue kira lo pacarnya Tasya yang overprotective tau! Lagian ga bisa banget jauh dari Tasya meskipun cuma 5 menit. Eh nggak taunya emang kayak kembar dempet aja, harus sepaket kalo nggak ortunya Tasya uring-uringan” ledek Manda yang awalnya kesal dengan omongan Angga.“Lo berdua sih juara 1 kategori nggak mikirin perasaan gue. Bayangin aja berkali-kali ngerebutin gue di dep

    Last Updated : 2021-06-10
  • Two Cents in a Relationship   Telinga yang Mendengar (2)

    Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.“Aduh terharu banget lo

    Last Updated : 2021-06-11
  • Two Cents in a Relationship   Tentang Kebiasaan (1)

    Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker

    Last Updated : 2021-06-12
  • Two Cents in a Relationship   Tentang Kebiasaan (2)

    Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg

    Last Updated : 2021-06-13
  • Two Cents in a Relationship   Mengumpulkan Keberanian

    Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem

    Last Updated : 2021-06-14
  • Two Cents in a Relationship   Membiarkan Kenangan itu Masuk

    "Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar."Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit."Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya."Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan."Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja.""Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit."Ooooh kebetula

    Last Updated : 2021-06-15

Latest chapter

  • Two Cents in a Relationship   Hello, Again

    Aku mengabaikan chat dari Radit karena merasa itu bukan hal penting untukku yang harus aku gubris. Ya aku bisa saja memang mengatakan hal tersebut, namun kenyataannya chat tersebut sangat mengangguku saat aku berusaha fokus menonton. Sambil menyalakan batang rokok baru, aku pun membalas chat Radit. “Hah? Gue dari awal nggak pindah kemana-mana kok! Lo salah orang kali? Gue aja nggak tau itu dimana Dit” jawabku. 5 menit berlalu begitu saja dan aku sudah yakin kalau Radit salah orang. Notifikasi pesan masuk. “Nggak Sya, I swear to God. We knew each other before Kkuma. Here’s the clue : birthday lunch” ucap Radit yang semakin membuatku bingung. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa soal Radit kalau memang kami pernah bertemu sebelumnya. Ya mau tidak mau aku harus berpikir keras malam ini agar aku bisa tidur tanpa dihantui rasa penasaran. Birthday lunch? Rasanya

  • Two Cents in a Relationship   Canggung

    Aku menengok ke belakang mencari asal suara, lalu membuang muka dan mengangguk untuk menjawab pertanyaannya."Bagaimana bisa orang ini tahu siapa aku dan tahu kalau aku merasa capek?" pikirku.Orang tadi langsung duduk di sebelahku, bergabung diantara Della dan Andra tanpa merasa canggung bahkan ketika mereka bertiga mengobrol. Jadinya aku hanya bisa menopang wajahku dengan tangan sambil memperhatikan mereka bertiga mengobrol."Kok lo kenal sama Tasya sih?" tanya Andra tiba-tiba.Aku langsung duduk tegap karena ingin mendengar jawabannya dengan jelas agar terjawab rasa penasaranku tentang siapa orang ini."Kan gue kerja disini sekarang, makanya kenal" jawabnya sambil melihatku.Angin malam yang berhembus semakin kencang dan rasa penasaranku yang tidak terjawab akhirnya membuatku memutuskan untuk memesan ojek online saja untuk pulang lebih dulu dibandingkan menunggu Arka selesai bekerja."Sya mau ba

  • Two Cents in a Relationship   Pertemuan Selanjutnya

    Aku mengecek jadwalku di handphone dan semakin terkejut dengan yang Jordan sampaikan barusan. “Anjir gue tuh besok shift loh Dan, terus 14 open booth?” tanyaku memastikan. “Ya siapa lagi dong? Butuh anak finance soalnya buat rekap sama megang selling acara. Dendi nggak bisa, terus anak lama belum pada balik ke Bandung. Ngajak anak baru mah repot, mereka kan masih trial shift juga” jawab Jordan. “Gue manggil Arka dulu biar kesini deh. Sandra kayaknya udah nyampe” kata Ferdy yang langsung berjalan masuk ke bangunan Kkuma Coffee. “Ini lo sengaja nyari apa gimana Dan buat open booth?” tanyaku penasaran. “Nggak yang diniatin banget sih Kak. Lagi iseng aja, terus ada infonya di IG. Yaudah gue masukin, eh dapet ternyata” jawabnya. Tak lama kemudian, Ferdy dan Arka duduk bersamaku dan Jordan. Arka mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celananya dan membakarnya sambil menunggu Jordan berbicara. “Giniiiii. Jadi lusa kita

  • Two Cents in a Relationship   Kembali ke Tahun 2017

    "Gue nggak tau harus cerita apa, kalo nggak ditanya jadinya pasti nggak akan urut ceritanya. Ya kalo gue cerita urut aja suka tiba-tiba skip kan?" kataku sambil mengaduk-aduk sup jagungku."Ya gue sih kayaknya lebih banyak ya tau ceritanya daripada Manda, tapi ya pasti lupa-lupa dikit. Lo tau kan ingetan gue jelek banget?" sahut Angga."Lah gue dong yang nanya kalo gitu?" tanya Manda memastikan.Aku dan Angga mengangguk berbarengan. Manda terlihat berpikir keras untuk menanyakan tentang ceritaku dan Radit."OH GUE TAU!" seru Manda sambil memukul meja setelah sekian lama berpikir.Aku hampir menjatuhkan korek di tanganku yang sedang kupakai untuk membakar rokok, sedangkan Angga hampir jatuh dari kursi yang didudukinya. Kemudian aku hanya memandangi Manda yang tersenyum lebar kepadaku dan Angga. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan kelakuan Manda."Gila lo emang ya. Hobi kok bikin orang kaget sih? Untung gue

  • Two Cents in a Relationship   From Pillow Talk to Breakfast Talk

    “Sya? Really?” tanya Manda yang ikut syok setelah mendengar apa yang baru saja aku ceritakan.Aku tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. Manda langsung memelukku erat.“Tasya, I’m so sorry you have to experienced that shit” kata Manda sambil mengusap punggungku.“It’s okay Man. If only the awareness for sexual harassment back then as massive as these day” balasku sambil memeluk Manda erat.“Terus gimana si brengsek itu?” tanya Manda penasaran.“Hmm honestly gue nggak tau Man dan gue sama circle pas ospek gue itu juga udah nggak pernah kontakan lagi, ditambah juga waktu itu setelah gue nyampe apartemen semuanya yang berkaitan sama Reza langsung gue mute dan lama-lama gue block” jawabku.“Good move dan semoga orang begitu hidupnya kena karma sepedih-pedihnya karena udah ngasih orang lain trauma” ucap Manda penuh kekesalan. Aku hanya tertawa samb

  • Two Cents in a Relationship   Pertama, Kedua, dan Terakhir

    Dengan respon Radit yang nampak tidak tertarik untuk mencoba akrab saat aku mencoba akrab dengannya yang merupakan teman Reza, aku pun jadi malas mencoba mengajaknya bicara kembali. Biarkan saja dia sibuk dengan handphonenya itu. Lagipula aku lebih banyak mengobrol dengan Dhika dan Galih sejak awal yang jauh lebih friendly dibandingkan dengan dia dan aku sih tidak masalah dengan Reza yang sedang sibuk mengurus usaha milik keluarganya karena mengharuskannya untuk bolak-balik menelepon orang banyak.Setelah menunggu lumayan lama, semua yang kami pesan pun datang. Akhirnya ada waktu dimana aku tidak harus terus-terusan mengobrol dengan mereka. Sehabis makan, kini waktu untukku untuk sibuk dengan handphoneku sendiri. Sedangkan Reza, Dhika, Galih, dan Radit sibuk mengobrol sambil merokok, aku hanya sesekali mendengarkan obrolan mereka yang ternyata banyak membahas tentang kehidupan dan teman-teman SMA-nya saja. Dengan topik tersebut, sudah pasti aku tidak bisa ikut dalam obrolan m

  • Two Cents in a Relationship   Pertemuan Pertama

    Pertemuan pertama bagi sebagian orang adalah awal dari segalanya. Awal mula dari sesuatu yang nantinya memberikan perasaan bahagia untuk kita atau bahkan awal mula dari sesuatu yang nantinya tidak berhenti memberikan oerasaan tidak nyaman kepada kita apapun bentuk dari perasaan tidak menyenangkan itu.Terkadang pertemuan pertama memberikan kita perasaan gugup yang tidak karuan dan ada juga pertemuan pertama yang rasanya menguras habis tenaga kita meskipun pada kenyataannya kita tidak berbuat banyak didalamnya.Manis atau pahitnya pertemuan pertama dijadikan patokan bagi banyak orang tentang bagaimana nantinya masa depan ketika melibatkan orang lain tersebut, banyak yang mengalami sesuai prediksinya, banyak juga yang mengalami kebalikannya. Ya semuanya memang tidak ada yang pasti ketika kita membicarakan soal perasaan karena Tuhan bisa saja merubah isi hati sesorang dalam sekejap.Tidak lama kemudian seseorang keluar dari kamar tadi dengan (akhirnya

  • Two Cents in a Relationship   Sebelum Pertemuan Pertama (2)

    Aku meminum es coklatku yang baru saja datang sambil melihat keluar jendela, sudah banyak kelas yang usai terlihat dari banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang. Angin sore ini berhembus lumayan kencang, nampaknya nanti akan turun hujan. Langit perlahan berubah mendung. Aku melirik ke arah Reza yang sedang merokok dan sibuk sendiri dengan handphone miliknya.“Za lo nggak mesen apa gitu?” tanyaku yang memegang erat gelas es coklatku.“Mesen kopi kok, belum dianter aja Sya” balas Reza.Keheningan kembali mengitari aku dan Reza. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepada Reza. Ya ini sih sudah aku pikirkan sejak awal putus dengan Akbar, namun aku bingung saja bagaimana cara mencari kebenaran soal kebingunganku ini. Aku berharap kepada Reza yang selama ini menjadi tempat curhatku dan Akbar sekiranya mengetahui sesuatu yang bisa menjawab kebingunganku ini.“Za” panggilku pelan.“Hmm” balasn

  • Two Cents in a Relationship   Sebelum Pertemuan Pertama (1)

    2013“Tasyaaaaa!” seseorang berteriak memanggilku sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.Aku terdiam sambil mencoba menegaskan pandanganku untuk mengetahui siapa yang berteriak memanggilku barusan. Orang itu semakin mendekat, kini justru aku berusaha untuk mengingat siapa orang tersebut dan kenal dimana aku dengannya.“Parah banget gue udah manggil sampe dadah-dadah di depan tapi didiemin ckck” keluhnya.“Yeeee mana jelas muka lo keliatan dari tempat lo teriak tadi!” balasku.Yang barusan adalah Reza, salah satu teman dekatku yang kukenal saat ospek tingkat universitas. Tiba-tiba saja dia datang menemuiku tanpa memberitahuku sebelumnya. Untung saja aku sedang di kampus, kalau tidak ya sudah dipastikan dia hanya buang-buang waktu saja datang kesini.“Apa kabar Sya?” tanya Reza girang sambil merangkulku.“IIIIIH NGGAK LIAT? Ini fotokopian mat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status