Akhirnya dengan perasaan pasrah dan terpaksa, akupun mengikuti keinginan Manda dan Angga untuk makan bersama sambil menahan perasaan curiga ini. Tanpa terasa obrolan lami mengalir begitu saja seperti dulu, membahas banyak hal dan tertawa bersama tanpa ada beban sedikitpun. Aku takjub dengan keadaan sekarang ini, kupikir akan sulit untukku tertawa sekalipun aku bersama Manda dan Angga.
“Sya lo inget nggak? Dulu kan Manda posesif banget ke lo sampe-sampe kalo gue nungguin lo buat pergi aja dia kayak nggak ikhlas banget ngebiarin kita pergi” kata Angga.
“Ye anjir dulu gue kira lo pacarnya Tasya yang overprotective tau! Lagian ga bisa banget jauh dari Tasya meskipun cuma 5 menit. Eh nggak taunya emang kayak kembar dempet aja, harus sepaket kalo nggak ortunya Tasya uring-uringan” ledek Manda yang awalnya kesal dengan omongan Angga.
“Lo berdua sih juara 1 kategori nggak mikirin perasaan gue. Bayangin aja berkali-kali ngerebutin gue di depan umum? Lo berdua mikirnya gue nggak akan ngerasa malu kali ya? Untung aja sekarang jadinya kita paketannya bertiga, jadi nggak aka nada drama ngerebutin gue lagi depan umum hahaha” kataku.
“Eh udah jam 2 ini, ayo carwash langsung. Tempat biasa kan?” tanya Angga dan kujawab dengan anggukan.
“Duh besok-besok aja kek” Manda mengeluh soal rute ke tempat carwash.
“Heh bego, ini mumpung Tasya keluar jadi sekalian semuanya biar beres. Tadi aja lo bilang ke gue buat ikutin Tasya seharian eh sekarang ngedumel. Nggak jelas lo emang!” kata Angga.
Aku kaget mendengar omongan Angga, berarti memang benar kalau semuaini sudah di rencanakan sebelumnya. Mungkin juga ada campur tangan Mama mengingat pertanyaan Mama di akhir-akhir telepon. Aku menatap Manda dan Angga sambil memicingkan mata. Manda dan Angga saling melirik satu sama lain lalu membalas picingan mataku dengan cara meringis.
“Syaaaa jangan ngambek doooong” bujuk Manda sambil memegangi lenganku.
“Aduh gue keceplosan gini dah nggak jelas banget. Tapi lo harus denger penjelasan kita dulu Sya. Abis itu lo mau ngamuk sampe mukulin gue juga gue rela kok Sya” Angga memelas kepadaku sambil berharap aku tidak marah kepada mereka, ya baiklah aku ikuti alurnya saja, Aku akan berpura-pura kesal dengan kelakuan mereka kali ini.
“Pantes aja aneh banget ya hari ini. Benci banget gue diboongin mentah-mentah begini. Temenan 6 tahun kok ya bisa-bisanya gue diginin. Yaudah sekarang Manda dulu jelasin ke gue, baru Angga yang jelasin ke gue” aku berusaha menahan tawa di tengah akting marahku ini.
“Gini Sya, masalah gue mau ngembaliin buku lo tuh beneran kok. Terus tadi pagi tuh Angga telepon gue katanya lo mau ke kampus pagi ini nah gue suruh Angga yang nemenin lo duluan terus kita berdua dari pagi tuh nanyain jadwal lo hari ini tuh ya buat diskusi enaknya nyulik lo kemana. Gue nggak bawa mobil juga karena Angga yang bilang biar nanti keliatannya gue buru-buru ke kampus jadi gue pake ojek online deh tadi. Angga yang atur rute enaknya kita kemana dulu aja biar waktunya efektif, gue milih tempat ini karena dulu kita sering dan suka banget makan disini. Yaaaa kayaknya seru aja kan bahas our golden times di tempat favorit kita dulu?” Manda berusaha menjelaskan kepadaku dengan suara pelan.
Aku melihat Angga dengan tatapan sinis dan Angga terlihat gugup untuk menjelaskan semuanya kepadaku.
“Maaf ya Sya, gue tuh sama sekali nggak ada niatan buat boong sama lo” ucap Angga.
“Ya terus? Maksud lo apaan sih kok begini banget” balasku dengan ketus, aku benar-benar berusaha keras agar tidak tertawa.
“Gini loh, Tante Anna pagi telepon gue, ya kalo dari omongan Tante Anna sih itu persis setelah Tante Anna telepon lo. Ya intinya Tante Anna nanyain jadwal gue sih hari ini ada apa, terus ternyata gue nggak ada kegiatan apa-apa jadinya Tante Anna minta tolong ke gue buat nemenin lo hari ini. Baru gue chat Manda. Pas banget dia juga mau ketemu lo hari ini, makanya gue sama Manda nyusun rencana kayak yang tadi gue sebutin” kata Angga yang berusaha menjelaskan kepadaku sejelas mungkin.
“Jadi lo berdua bakal ngikutin gue seharian full? Gitu?” tanyaku, ya ini sepertinya dialog akting terakhrirku. Aku benar-benar tidak bisa menahannya lebih lama lagi.
Manda yang kaget hanya bolak-balik melihat ke arahku dan Angga.
“Iya” jawab Angga tegas.
“Yaudah” balasku singkat.
Manda dan Angga tertunduk lemas sambil menghela napas. Setelah beberapa saat mereka baru sadar dengan jawabanku yang mengiyakan mereka untuk mengikutiku seharian. Aku tertawa puas sekali ke arah mereka yang akhirnya bisa bernapas lega.
“Tega banget asli, gue takut banget berantem sama lo tau!” kata Manda sambil memelukku erat. Aku membalah pelukan Manda sambil tertawa terbahak-bahak.
“Yaudah gue bayar dulu ya, dari Tante Anna ini. Katanya buat seharian jadi bodyguard lo. Eh tapi lo jangan bilang ke Tante Anna ya Sya, nggak enak anjir gue seumpah”
Angga berjalan mendekati bagian kasir, tersisa aku dan Manda. Jujur saja aku merasa senang bisa makan dengan mereka kembali. Tidak ada pertanyaan seputar masalahku sedikitpun. Kami hanya membicarakan hal-hal menyenangkan sepanjang makan siang ini. Sudah berapa lama ya kami bertiga tidak makan bersama seperti ini?
Angga memberi kode kalau dia sudah selesai membayar. Aku dan Manda pun segera keluar restoran mengikuti Angga lalu langsung menuju tempat carwash langganan. Disana, aku menyerahkan semuanya kepada Angga biar dia saja yang mengurus sampai selesai. Aku dan Manda sengaja menunggu di dalam mobil Angga karena diluar sana matahari bersinar sangat terik. Manda terlihat sibuk dengan handphonenya dan aku hanya melihat Angga yang sedang membakar rokoknya dari jendela mobil. Beruntung kami hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk menyelesaikan semuanya karena saat kami datang ke tempat carwash, sedang tidak ada banyak orang yang mencuci mobil. Aku menyetir sendirian ke apartemen karena Manda bisa-bisanya tertidur begitu saja. Untungnya keperluan kami ke apartemen hanya unuk menaruh mobilku sebelum melanjutkan agenda hari ini.
Aku pun pindah ke mobil milik Angga, ternyata Manda sudah bangun dan sedang merapikan riasannya.
“Hebat lo ya sekarang gue liat-liat, bisa-bisanya bikin gue nyetir sendirian tadi ckck keterlaluan banget” sindirku kepada Manda.
“Hadeeeeh kena lagi kan nih gue, maaf ya Syaaaaa. Gue aja kaget kok gue tadi tidur gampang banget begini” ucap Manda membela dirinya.
“Yaudah sekarang mau belanja kemana?” potong Angga ditengah obrolanku dan Manda.
“Hmm tempat biasa aja nggak sih? Lebih lengkap soalnya disitu” jawabku.
Tanpa bicara, Angga pun mengarahkan mobilnya ke sebuah pasar swalayan yang sering aku datangi. Tiba-tiba secara perlahan degup jantungku semakin lama semakin cepat dan tanganku gemetaran. Aku berusaha mengatur napasku diam-diam, beruntung aku duduk di bangku belakang karena mereka berdua tidak akan sadar dengan hal ini. Ditambah lagi, Manda menyalakan pemutar musik dan bernyanyi terus-menerus. Kini aku bertanya-tanya sebenarnya apa yang sebenarnya aku pikirkan sampai-sampai jantungku berdegup dengan cepat seperti ini.
Ah sial. Aku ingat.
Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.“Aduh terharu banget lo
Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker
Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg
Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem
"Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar."Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit."Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya."Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan."Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja.""Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit."Ooooh kebetula
Kala itu bulan ke-dua puluhku bersama Radit, sejak awal kami berdua berusaha untuk realistis dengan hubungan yang kami berdua jalani. Kami berdua selalu membicarakan apa yang ingin, akan ataupun sedang kami kerjakan untuk mendapatkan kritik dan saran dari masing-masing. Kami sadar kalau kehidupan dewasa sedang menunggu kami sebentar lagi, aku dan Radit berusaha menyiapkan diri kami sebaik mungkin. Kami berdua ingin berkembang menjadi lebih baik lagi baik untuk diri kami sendiri, ataupun untuk hubungan kami.Malam itu aku dan Radit pergi ke Cup of Yours setelah menyelesaikan shift kami di sore tadi. Ada yang ingin kami berdua bicarakan tanpa gangguan orang-orang yang mengenal kami disana.“Sya tolong cek dong di tas aku, ada di jok belakang. Kamu buka resleting kedua dari depan, diantara sekat-sekat tuh ada notes aku nggak? Sampulnya Navy. Sama mau minta cek di bagian paling depan ada charger aku nggak ya? Tanya Radit sambil menyetir.“Iya sebentar ak
“Ayo balik sekarang” kata Angga yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.Aku melihat arah jam tangan, pukul 21.18, tumben. Biasanya kami bertiga baru pulang ketika coffee shop yang kami datangi sudah bersiap untuk tutup.“Aneh banget sumpah balik jam segini” keluh Manda. Aku hanya membereskan barang-barangku tanpa bersuara sedikitpun.“Ya balik aja sendiri kalo gitu, susah amat” balas Angga sewot.“UUUUU CAYAAAAANG. Gitu aja marah, heran deh aku ckck” ledek Manda sambil mencubit lengan Angga.Angga hanya membalas Manda dengan melihatnya sinis, lalu berjalan menjauh.Aku hanya berjalan pelan dibelakang Angga dan Manda yang sibuk melanjutkan candaan mereka. Kepalaku rasanya sakit setelah mengingat kembali tentang kenanganku bersama Radit di Cup of Yours. Jelasnya kenangan yang teringat kembali itu membawa kembali perasaan yang sama jelasnya ketika aku dan Radit melakukannya.
Aku menghela napas panjang, meneguk teh hangat milikku, lalu menyalakan rokok. Alih-alih melakukan itu semua untuk merasa lebih tenang sebelum memulai cerita, yang ada justru hampir saja aku tersedak saat meminum tehku karena Manda dan Angga menatapku lekat-lekat menunggu aku memulai obrolan. Akhirnya aku menatap mereka berdua bergantian karena merasa canggung dengan cara mereka yang sedang menatapku saat ini. Well, let them know now. “I broke up with him about 3 months ago and it still feels unreal for me” ucapku memulai semua ini. “As you guys know gue paling nggak tahan dengan LDR. But I tried my best with him, for him. Gue selalu berusaha sabar selama LDR sekalipun kelakuan dia bener-bener bikin kepala gue sakit. Gue tau gue salah ketika gue meledak marah ke dia, gue sadar banget penyampaian gue pasti nyakitin dia. Tapia pa dia pernah mikir kalo gue selama ini udah berusaha sabar dan maklumin dia?” tambahku. Aku menghisap rok