"Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar.
"Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit.
"Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya.
"Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan.
"Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja."
"Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit.
"Ooooh kebetula
Kala itu bulan ke-dua puluhku bersama Radit, sejak awal kami berdua berusaha untuk realistis dengan hubungan yang kami berdua jalani. Kami berdua selalu membicarakan apa yang ingin, akan ataupun sedang kami kerjakan untuk mendapatkan kritik dan saran dari masing-masing. Kami sadar kalau kehidupan dewasa sedang menunggu kami sebentar lagi, aku dan Radit berusaha menyiapkan diri kami sebaik mungkin. Kami berdua ingin berkembang menjadi lebih baik lagi baik untuk diri kami sendiri, ataupun untuk hubungan kami.Malam itu aku dan Radit pergi ke Cup of Yours setelah menyelesaikan shift kami di sore tadi. Ada yang ingin kami berdua bicarakan tanpa gangguan orang-orang yang mengenal kami disana.“Sya tolong cek dong di tas aku, ada di jok belakang. Kamu buka resleting kedua dari depan, diantara sekat-sekat tuh ada notes aku nggak? Sampulnya Navy. Sama mau minta cek di bagian paling depan ada charger aku nggak ya? Tanya Radit sambil menyetir.“Iya sebentar ak
“Ayo balik sekarang” kata Angga yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.Aku melihat arah jam tangan, pukul 21.18, tumben. Biasanya kami bertiga baru pulang ketika coffee shop yang kami datangi sudah bersiap untuk tutup.“Aneh banget sumpah balik jam segini” keluh Manda. Aku hanya membereskan barang-barangku tanpa bersuara sedikitpun.“Ya balik aja sendiri kalo gitu, susah amat” balas Angga sewot.“UUUUU CAYAAAAANG. Gitu aja marah, heran deh aku ckck” ledek Manda sambil mencubit lengan Angga.Angga hanya membalas Manda dengan melihatnya sinis, lalu berjalan menjauh.Aku hanya berjalan pelan dibelakang Angga dan Manda yang sibuk melanjutkan candaan mereka. Kepalaku rasanya sakit setelah mengingat kembali tentang kenanganku bersama Radit di Cup of Yours. Jelasnya kenangan yang teringat kembali itu membawa kembali perasaan yang sama jelasnya ketika aku dan Radit melakukannya.
Aku menghela napas panjang, meneguk teh hangat milikku, lalu menyalakan rokok. Alih-alih melakukan itu semua untuk merasa lebih tenang sebelum memulai cerita, yang ada justru hampir saja aku tersedak saat meminum tehku karena Manda dan Angga menatapku lekat-lekat menunggu aku memulai obrolan. Akhirnya aku menatap mereka berdua bergantian karena merasa canggung dengan cara mereka yang sedang menatapku saat ini. Well, let them know now. “I broke up with him about 3 months ago and it still feels unreal for me” ucapku memulai semua ini. “As you guys know gue paling nggak tahan dengan LDR. But I tried my best with him, for him. Gue selalu berusaha sabar selama LDR sekalipun kelakuan dia bener-bener bikin kepala gue sakit. Gue tau gue salah ketika gue meledak marah ke dia, gue sadar banget penyampaian gue pasti nyakitin dia. Tapia pa dia pernah mikir kalo gue selama ini udah berusaha sabar dan maklumin dia?” tambahku. Aku menghisap rok
Aku membiarkan diriku menangis karena kesal untuk sejenak. Manda dan Angga tidak berkomentar apapun dan membiarkanku menangis sendiri begitu saja agar aku merasa lebih tenang untuk bercerita kembali kepada mereka. Kini mereka berdua sibuk dengan laptopnya masing-masing mengerjakan apa yang perlu mereka kerjakan sambil menungguku menangis.Setelah sekitar 15 menit kuhabiskan untuk menangis dan menenangkan diri, laptop-laptop tersebut sekarang sudah berpindah posisi ke pojok ruangan.“Masih ada nggak yang bikin lo kesel Sya?” tanya Angga.“Bingung. Apa ya? Campur aduk semua rasanya dan itu saling berkaitan buat gue” jawabku.“Hmm perasaan yang paling bikin lo tertekan deh Sya kira-kira ada lagi nggak selain yang udah lo sebutin tadi?” Angga membantu menyederhanakan agar aku bisa meluapkan isi hatiku.“Oh, gue tuh kesel dan sedih setiap kali Radit bilang gue cuma nyalahin Radit setiap ada masalah ketika gue po
Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam.Kami bertiga masih berbincang di ruang TV. Aku merasa masih banyak yang sebenarnya ingin aku sampaikan kepada Manda dan Angga namun aku sendiri tidak tahu aku harus berbicara apa lagi. Aku hanya mampu bercerita ketika mereka sendiri yang bertanya langsung kepadaku apa yang ingin mereka tahu tentangku dan Radit.Aku masuk ke dalam kamar, mencarikan selimut dan mengambilkan bantal untuk Angga yang nanti akan tidur di sofa bed. Senang rasanya bisa ditemani mereka berdua setelah seharian ini aku harus menghadapi ketakutanku secara langsung. Yah, meskipun aku yakin ini pasti ada campur tangan Mama, tapi aku sangat bersyukur punya mereka disisiku.“Nih” ucapku sambil melempar selimut dan bantal yang dengan sigap langsung tertangkao oleh tangan Angga.“Udah mau tidur ini?” tanya Manda bingung setelah aku memberikan selimut dan bantal untuk Angga.“Gue sih belum mau tidur” jawab Ang
Setelah puas menertawakan kejadian teraneh yang pernah aku alami itu, kami pun memutuskan untuk beristirahat karena hari sudah semakin pagi. Manda berjalan mengikutiku dari belakang menuju ke kamar, sedangkan Angga berencana untuk mengerjakan kembali skripsinya sebelum tidur.Aku menatap langit-langit kamarku sambil berbaring, hampir saja terlarut dalam pikiranku sendiri. Manda yang awalnya tidur terlentang tiba-tiba mengubah posisinya menjadi menghadapku.“Sya” panggil Manda pelan.“Kenapa Man?” tanyaku.“Lo masih sayang nggak sih sama Radit?” tanya Manda tiba-tiba.“Hah? Kok tiba-tiba nanya gitu?” tanyaku balik.“Hmm penasaran aja. Gue kan sekarang tau nih apa yang lo rasain ketika putus, mostly ya lo tuh marah sama Radit dan itu ketahan dari lama. Gue pengen tau aja dengan marah lo itu, masih ada nggak sih perasaan sayang lo buat dia?” Manda menjelaskan maksud pertanyaannya.
2013“Tasyaaaaa!” seseorang berteriak memanggilku sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.Aku terdiam sambil mencoba menegaskan pandanganku untuk mengetahui siapa yang berteriak memanggilku barusan. Orang itu semakin mendekat, kini justru aku berusaha untuk mengingat siapa orang tersebut dan kenal dimana aku dengannya.“Parah banget gue udah manggil sampe dadah-dadah di depan tapi didiemin ckck” keluhnya.“Yeeee mana jelas muka lo keliatan dari tempat lo teriak tadi!” balasku.Yang barusan adalah Reza, salah satu teman dekatku yang kukenal saat ospek tingkat universitas. Tiba-tiba saja dia datang menemuiku tanpa memberitahuku sebelumnya. Untung saja aku sedang di kampus, kalau tidak ya sudah dipastikan dia hanya buang-buang waktu saja datang kesini.“Apa kabar Sya?” tanya Reza girang sambil merangkulku.“IIIIIH NGGAK LIAT? Ini fotokopian mat
Aku meminum es coklatku yang baru saja datang sambil melihat keluar jendela, sudah banyak kelas yang usai terlihat dari banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang. Angin sore ini berhembus lumayan kencang, nampaknya nanti akan turun hujan. Langit perlahan berubah mendung. Aku melirik ke arah Reza yang sedang merokok dan sibuk sendiri dengan handphone miliknya.“Za lo nggak mesen apa gitu?” tanyaku yang memegang erat gelas es coklatku.“Mesen kopi kok, belum dianter aja Sya” balas Reza.Keheningan kembali mengitari aku dan Reza. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepada Reza. Ya ini sih sudah aku pikirkan sejak awal putus dengan Akbar, namun aku bingung saja bagaimana cara mencari kebenaran soal kebingunganku ini. Aku berharap kepada Reza yang selama ini menjadi tempat curhatku dan Akbar sekiranya mengetahui sesuatu yang bisa menjawab kebingunganku ini.“Za” panggilku pelan.“Hmm” balasn