Aku menghela napas panjang, meneguk teh hangat milikku, lalu menyalakan rokok. Alih-alih melakukan itu semua untuk merasa lebih tenang sebelum memulai cerita, yang ada justru hampir saja aku tersedak saat meminum tehku karena Manda dan Angga menatapku lekat-lekat menunggu aku memulai obrolan. Akhirnya aku menatap mereka berdua bergantian karena merasa canggung dengan cara mereka yang sedang menatapku saat ini. Well, let them know now.
“I broke up with him about 3 months ago and it still feels unreal for me” ucapku memulai semua ini.
“As you guys know gue paling nggak tahan dengan LDR. But I tried my best with him, for him. Gue selalu berusaha sabar selama LDR sekalipun kelakuan dia bener-bener bikin kepala gue sakit. Gue tau gue salah ketika gue meledak marah ke dia, gue sadar banget penyampaian gue pasti nyakitin dia. Tapia pa dia pernah mikir kalo gue selama ini udah berusaha sabar dan maklumin dia?” tambahku.
Aku menghisap rok
Aku membiarkan diriku menangis karena kesal untuk sejenak. Manda dan Angga tidak berkomentar apapun dan membiarkanku menangis sendiri begitu saja agar aku merasa lebih tenang untuk bercerita kembali kepada mereka. Kini mereka berdua sibuk dengan laptopnya masing-masing mengerjakan apa yang perlu mereka kerjakan sambil menungguku menangis.Setelah sekitar 15 menit kuhabiskan untuk menangis dan menenangkan diri, laptop-laptop tersebut sekarang sudah berpindah posisi ke pojok ruangan.“Masih ada nggak yang bikin lo kesel Sya?” tanya Angga.“Bingung. Apa ya? Campur aduk semua rasanya dan itu saling berkaitan buat gue” jawabku.“Hmm perasaan yang paling bikin lo tertekan deh Sya kira-kira ada lagi nggak selain yang udah lo sebutin tadi?” Angga membantu menyederhanakan agar aku bisa meluapkan isi hatiku.“Oh, gue tuh kesel dan sedih setiap kali Radit bilang gue cuma nyalahin Radit setiap ada masalah ketika gue po
Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam.Kami bertiga masih berbincang di ruang TV. Aku merasa masih banyak yang sebenarnya ingin aku sampaikan kepada Manda dan Angga namun aku sendiri tidak tahu aku harus berbicara apa lagi. Aku hanya mampu bercerita ketika mereka sendiri yang bertanya langsung kepadaku apa yang ingin mereka tahu tentangku dan Radit.Aku masuk ke dalam kamar, mencarikan selimut dan mengambilkan bantal untuk Angga yang nanti akan tidur di sofa bed. Senang rasanya bisa ditemani mereka berdua setelah seharian ini aku harus menghadapi ketakutanku secara langsung. Yah, meskipun aku yakin ini pasti ada campur tangan Mama, tapi aku sangat bersyukur punya mereka disisiku.“Nih” ucapku sambil melempar selimut dan bantal yang dengan sigap langsung tertangkao oleh tangan Angga.“Udah mau tidur ini?” tanya Manda bingung setelah aku memberikan selimut dan bantal untuk Angga.“Gue sih belum mau tidur” jawab Ang
Setelah puas menertawakan kejadian teraneh yang pernah aku alami itu, kami pun memutuskan untuk beristirahat karena hari sudah semakin pagi. Manda berjalan mengikutiku dari belakang menuju ke kamar, sedangkan Angga berencana untuk mengerjakan kembali skripsinya sebelum tidur.Aku menatap langit-langit kamarku sambil berbaring, hampir saja terlarut dalam pikiranku sendiri. Manda yang awalnya tidur terlentang tiba-tiba mengubah posisinya menjadi menghadapku.“Sya” panggil Manda pelan.“Kenapa Man?” tanyaku.“Lo masih sayang nggak sih sama Radit?” tanya Manda tiba-tiba.“Hah? Kok tiba-tiba nanya gitu?” tanyaku balik.“Hmm penasaran aja. Gue kan sekarang tau nih apa yang lo rasain ketika putus, mostly ya lo tuh marah sama Radit dan itu ketahan dari lama. Gue pengen tau aja dengan marah lo itu, masih ada nggak sih perasaan sayang lo buat dia?” Manda menjelaskan maksud pertanyaannya.
2013“Tasyaaaaa!” seseorang berteriak memanggilku sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.Aku terdiam sambil mencoba menegaskan pandanganku untuk mengetahui siapa yang berteriak memanggilku barusan. Orang itu semakin mendekat, kini justru aku berusaha untuk mengingat siapa orang tersebut dan kenal dimana aku dengannya.“Parah banget gue udah manggil sampe dadah-dadah di depan tapi didiemin ckck” keluhnya.“Yeeee mana jelas muka lo keliatan dari tempat lo teriak tadi!” balasku.Yang barusan adalah Reza, salah satu teman dekatku yang kukenal saat ospek tingkat universitas. Tiba-tiba saja dia datang menemuiku tanpa memberitahuku sebelumnya. Untung saja aku sedang di kampus, kalau tidak ya sudah dipastikan dia hanya buang-buang waktu saja datang kesini.“Apa kabar Sya?” tanya Reza girang sambil merangkulku.“IIIIIH NGGAK LIAT? Ini fotokopian mat
Aku meminum es coklatku yang baru saja datang sambil melihat keluar jendela, sudah banyak kelas yang usai terlihat dari banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang. Angin sore ini berhembus lumayan kencang, nampaknya nanti akan turun hujan. Langit perlahan berubah mendung. Aku melirik ke arah Reza yang sedang merokok dan sibuk sendiri dengan handphone miliknya.“Za lo nggak mesen apa gitu?” tanyaku yang memegang erat gelas es coklatku.“Mesen kopi kok, belum dianter aja Sya” balas Reza.Keheningan kembali mengitari aku dan Reza. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepada Reza. Ya ini sih sudah aku pikirkan sejak awal putus dengan Akbar, namun aku bingung saja bagaimana cara mencari kebenaran soal kebingunganku ini. Aku berharap kepada Reza yang selama ini menjadi tempat curhatku dan Akbar sekiranya mengetahui sesuatu yang bisa menjawab kebingunganku ini.“Za” panggilku pelan.“Hmm” balasn
Pertemuan pertama bagi sebagian orang adalah awal dari segalanya. Awal mula dari sesuatu yang nantinya memberikan perasaan bahagia untuk kita atau bahkan awal mula dari sesuatu yang nantinya tidak berhenti memberikan oerasaan tidak nyaman kepada kita apapun bentuk dari perasaan tidak menyenangkan itu.Terkadang pertemuan pertama memberikan kita perasaan gugup yang tidak karuan dan ada juga pertemuan pertama yang rasanya menguras habis tenaga kita meskipun pada kenyataannya kita tidak berbuat banyak didalamnya.Manis atau pahitnya pertemuan pertama dijadikan patokan bagi banyak orang tentang bagaimana nantinya masa depan ketika melibatkan orang lain tersebut, banyak yang mengalami sesuai prediksinya, banyak juga yang mengalami kebalikannya. Ya semuanya memang tidak ada yang pasti ketika kita membicarakan soal perasaan karena Tuhan bisa saja merubah isi hati sesorang dalam sekejap.Tidak lama kemudian seseorang keluar dari kamar tadi dengan (akhirnya
Dengan respon Radit yang nampak tidak tertarik untuk mencoba akrab saat aku mencoba akrab dengannya yang merupakan teman Reza, aku pun jadi malas mencoba mengajaknya bicara kembali. Biarkan saja dia sibuk dengan handphonenya itu. Lagipula aku lebih banyak mengobrol dengan Dhika dan Galih sejak awal yang jauh lebih friendly dibandingkan dengan dia dan aku sih tidak masalah dengan Reza yang sedang sibuk mengurus usaha milik keluarganya karena mengharuskannya untuk bolak-balik menelepon orang banyak.Setelah menunggu lumayan lama, semua yang kami pesan pun datang. Akhirnya ada waktu dimana aku tidak harus terus-terusan mengobrol dengan mereka. Sehabis makan, kini waktu untukku untuk sibuk dengan handphoneku sendiri. Sedangkan Reza, Dhika, Galih, dan Radit sibuk mengobrol sambil merokok, aku hanya sesekali mendengarkan obrolan mereka yang ternyata banyak membahas tentang kehidupan dan teman-teman SMA-nya saja. Dengan topik tersebut, sudah pasti aku tidak bisa ikut dalam obrolan m
“Sya? Really?” tanya Manda yang ikut syok setelah mendengar apa yang baru saja aku ceritakan.Aku tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. Manda langsung memelukku erat.“Tasya, I’m so sorry you have to experienced that shit” kata Manda sambil mengusap punggungku.“It’s okay Man. If only the awareness for sexual harassment back then as massive as these day” balasku sambil memeluk Manda erat.“Terus gimana si brengsek itu?” tanya Manda penasaran.“Hmm honestly gue nggak tau Man dan gue sama circle pas ospek gue itu juga udah nggak pernah kontakan lagi, ditambah juga waktu itu setelah gue nyampe apartemen semuanya yang berkaitan sama Reza langsung gue mute dan lama-lama gue block” jawabku.“Good move dan semoga orang begitu hidupnya kena karma sepedih-pedihnya karena udah ngasih orang lain trauma” ucap Manda penuh kekesalan. Aku hanya tertawa samb