“Gimana? Lega?” tanya Angga dengan nada khawatir.
Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dengan pelan.
“Nggak apa-apa, gue juga tau kok lo pasti sedikit cemas untuk berbicara dengan orang lain mau gimana pun juga. Tapi gue ngebiarin lo ngobrol sama Karina kayak tadi ya karena gue yakin Karina bukan orang yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain. Anggep aja tadi itu pemanasan sebelum lo ketemu banyak orang seharian ini, apalagi mostly kita bakal lama kan di kampusnya. Well, in case nanti ada yang ngajak ngobrol lagi dan lo kejebak terpaksa harus ngobrol, nggak apa-apa ladenin aja semampu lo, nanti misalkan lo udah mau udahan ya nanti lo kodein aja ke gue biar gue yang ngurus gimana caranya buat narik lo pergi. Yaudah yuk lanjut jalan aja ke perpus biar beneran nggak usah ngobrol banyak kayak tadi” kata Angga sambil mengusap kepalaku untuk menenangkanku.
“Eh Kak Bima mau nyusul nyokap ke hotel tau hari ini Ngga” aku berusaha mengalihlan pembicaraan.
“Lah emang lo nggak tau?” tanya Angga yang justru membuatku bingung.
“Hah? Kok lo udah tau sih? Gue aja baru tau tadi pagi gara-gara nyokap telepon tadi! Terus dia telepon gue juga pas di jalan, alesannya ke gue sih hectic soalnya dia ke Bali tuh ada kerjaan” jawabku keheranan.
“Duh kapan ya gue taunya? Antara lusa malem apa semalem ya? Pas main game Kak Bima yang ngasih tau sendiri kok ke gue. Waaaah ini mah kayaknya gue nih yang adeknya Kak Bima deh ya Sya, bukan lo hahaha.”
“Wah beneran nih Kak Bima bakalan gue amuk asli deh nanti kalo balik ke rumah” ucapku dengan sedikit kesal, rasanya seperti hanya aku yang tidak tahu apa-apa.
Ruang perpustakaan semakin jelas terlihat, dari tempatku berdiri saat ini. Melihat dari luar sih sepertinya pagi tidak terlalu banyak orang yang pergi ke perpustakaan karena banyak mahasiswa yang sedang mengikuti kelas di jam ini, sekalipun mahasiswa yang datang untuk mengerjakan skripsi pun seringkali tidak banyak yang berdiam di perpustakaan. Kami berdua pun memasuki ruang perpustakaan, benar saja kalau pagi ini tidak terlalu banyak mahasiswa yang datang ke perpustakaan.
Setelah mengeluarkan kartu anggota perpustakaan dan mengisi daftar pengunjung pun kami berdua menaruh tas di meja yang akan kami berdua duduki, aku berjalan ke arah rak-rak buku untuk mencari buku yang aku butuhkan, sedangkan Angga menunggu di meja sambil menjaga tasku. Belum 2 jam aku meninggalkan apartemenku, namun aku sudah merasa lelah sejujurnya. Aku akan menahan rasa lelah ini seharian agar Angga tidak khawatir, karena kalau tidak sudah pasti nanti Angga akan mengadukan semuanya pada Mama. Aku menghabiskan 15 menit untuk mencari buku-buku apa saja yang aku perlukan, sebenarnya hanya 5 buku dan tebalnya pun tidak seberapa. Mungkin karena tubuhku sedang merasa kelelahan begini jadi aku merasa berat dari buku-buku ini bertambah 3 kali lipat.
Meja yang aku dan Angga pilih sengaja agak jauh dari pintu masuk dan letaknya agak ke pojok ruangan agar menghindari tatapan orang-orang yang keluar masuk perpustakaan ataupun yang lalu lalang ke arah rak-rak buku yang ada. Sambil meletakkan buku-buku yang baru saja kuambil, aku menghela napas panjang. Angga hanya melihatku sebentar lalu bergantian mencari buku yang dia perlukan. Aku mulai mengeluarkan laptop, headset, buku catatan, pulpen dari dalam tas. Sambil menunggu laptopku menyala, aku mencoba mengirim chat kepada Manda.
“Man lo nanti kira2 beres kelas jam berapa? Gue siang mau cabut ke carwash terus belanja kebutuhan apartemen soalnya, biar ga balik malem.”
Aku membuka aplikasi pemutar musik dan membuat playlist untuk aku dengarkan selama mengerjakan skripsiku disini. Angga sudah kembali dari mencari buku dan lalu menguap.
“Aduh anjir gue ngantuk lagi nih Sya” keluh Angga.
“Yaudah sana pulang aja” jawabku ketus.
“Dih ngambek, siang lo kemana ntar? Makan bareng dulu lah sama Manda nanti” tanya Angga.
“Hmm niatnya sih siang mau ke carwash dulu, terus lanjut ke supermarket mau belanja soalnya stok barang gue udah mulai nipis. Apalagi ya? Kayaknya nih seinget gue sih abis itu lanjut makan sama ngopi di luar sekalian lanjut ngetik.”
“Yaudah nanti abis Manda beres kelas kan kita makan dulu nih ya tapi lo sama Manda deh yang nyari tempatnya, abis itu kita ke carwash, terus ke apartemen lo naro mobil, nah baru belanja deh. Pulangnya drive thru atau take away aja kopi-kopian mah. Atau delivery juga nggak apa-apa. Eh tapi kalo delivery harus turun ke bawah ya? Hmm gue sih males, udah gitu lo sama Manda mana mau bolak balik begitu. Yaudah berarti nanti beneran drive thru atau take away aja, Sama nanti lo ingetin ya Sya pas belanja buat beli cemilan” ucap Angga panjang lebar begitu tanpa jeda sedikitpun seolah-olah dia yang punya jadwal kegiatan.
“Hah apaan kok jadi lo berdua ikutan nih, dadakan pula bilangnya hadeh seenaknya ya lo kumat lagi. Lagian nih Manda kalo tau mah diamuk lo pasti tiba-tiba bikin jadwal bertiga” jawabku sambil menahan keheranan atas ucapan Angga tadi.
“Liat aja nanti, Manda nurut pasti sama gue” balas Angga dengan penuh percaya diri.
“Yaudah yuk ngetik dulu aja, lagian Manda juga belum bales chat gue nih. Tadi gue udah nanyain juga dia beres jam berapa soalnya dia kan mau ngembaliin buku gue juga makanya gue ke kampus” ucapku untuk menyudahi perdebatan perkara jadwal hari ini.
Aku memasang headset dan memutar musik dari laptopku, tak butuh waktu lama untuk membuatku terlarut dalam duniaku sendiri. Sambil mendengarkan alunan playlist yang kubuat sebelumnya, aku mulai membuka file skripsiku dan mulai menuliskan tambahan kata demi kata, sesekali aku membuka buku yang tadi kucari, mencari apa saja yang aku butuhkan untuk memperjelas tulisanku. Aku melirik ke arah Angga yang juga terlarut dalam dunianya sendiri setelah memasang headset di telinganya. Aku melihat layer handphoneku, waktu kini menunjukkan pukul 10.19 dan belum ada tanda-tanda Manda memberi kabar kepadaku.
Notifiksi pesan masuk, Manda.
“Aduuuuh sorry banget ya Syaaa! Gue tadi nggak liat chat lo soalnya gue siap-siap dulu. Inia ja gue masuk kelas mepet banget waktunya, untung nggak diusir nih gue! Hahaha. Beresnya sih biasanya sebelum jam 12 Sya, eh iya nanti bukunya gue anter ke mana nih? Iya tadi Angga ngechat gue kok. Jadi kan kita nanti? Banyak nggak lo belanjanya? Kayaknya gue pengen belanja juga deh jadinya gara-gara Angga bilang lo mau belanja” balasan chat dari Manda benar-benar membuatku tidak berpaling dari handphone dan membuatku keheranan.
Bisa-bisanya Manda tidak protes dengan apa yang Angga rencanakan, padahal selama ini Manda selalu mengamuk apabila kami membuat jadwal dadakan karena kalau yang Manda katakan sih Manda harus menghitung estimasinya bersiap-siap untuk pergi, belum lagi mengecek jadwal yang sebelumnya sudah dibuat olehnya. Sebenarnya alasan-alasan yang dibuat Manda adalah sebuah bentuk kepedulian Manda agar orang-orang yang akan bertemu dengannya tidak terkena imbas dari moodnya yang menjadi jelek karena pertemuan mendadak itu. Manda selalu ingin bertemu dengan orang lain dengan perasaan yang baik agar tidak membuat masalah.
Waktu terus berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 11.21 dan aku melihat ke arah Angga yang nampak serius dengan laptopnya. Aku mencoba memberi kabar kepada Manda melalui chat.
“10 menit lagi gue tunggu depan perpus aja ya, udah mau masuk jam istirahat soalnya” kataku.
Aku menendang kaki Angga pelan dan Angga reflek melihat ke arahku sambil mengernyitkan dahinya.
“Ayo beresin, udah mau jam istirahat ini. Gue udah ngabarin Manda juga” aku sambil mematikan laptop dan membereskan barang-barangku yang lainnya.
Angga langsung membereskan barang-barang miliknya tanpa bicara sepatah kata, lalu memberikan kode untuk keluar dari ruang perpustakaan. Aku mengikutinya dari belakang sambil berpikir apakah menunggu di depan perpustakaan ini ide yang bagus? Tanpa sadar aku yang sedari tadi berjalan sambil terlarut di pikiran sendiri pun sudah mengikuti Angga sampai parkiran mobil. Tepukan Angga di bahuku pula yang menyadarkan aku.
“Gue udah bilang Manda buat kesini langsung. Bawa mobil aja, lo sama Manda” kata Angga yang langsung menjawab kebingunganku. Aku hanya mengangguk.
Tak lama kemudian Manda datang sambbil tergopoh-gopoh. Sambil mengatur napasnya, Manda memberikan buku yang ia pinjam kepadaku waktu itu. Angga pun memberi kode untuk langsung berangkat menuju tempat makan siang kami. Jujur aku heran sekali, benar-benar tidak tahu kemana kami bertiga akan pergi. Mulai dari Angga yang tiba-tiba datang ke kampus pagi-pagi, Manda yang tidak protes dengan rencana Angga, sampai sekarang pergi makan siang begitu saja sepertinya semua ini memang sudah direncanakan oleh mereka. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh mereka seharian ini.
“Man ini mau makan kemana?” tanyaku.
“Ke Anna’s Kitchen. Udah lama kita nggak makan pasta disana” jawab Manda.
“Ini semua rencana lo sama Angga kan pasti? Ngaku.”
“Terus kenapa? Gue sih kangen aja jalan bertiga gini. Terserah lo mau cerita atau nggak soal lo dan perasaan lo, tapi yang pasti gue sama Angga cuma pengen kita jalan bareng” jawab Manda.
Setelah 15 menit berkendara, kami tia di Anna’s Kitchen dan langsung memesan makanan.
“Abis ini ke carwash terus ke apartemen lo ya Sya” ucap Angga yang mengulang jadwal rencananya.
“Iyaaaa. Jujur gue bingung nih mau lo berdua apa sih kok bisa-bisanya gue kejebak begini seharian” kataku penuh curiga.
“Berisik banget nih. Udah sih nikmatin aja dulu, kan kita udah lama banget tau ga pergi bertiga”
Akhirnya dengan perasaan pasrah dan terpaksa, akupun mengikuti keinginan Manda dan Angga untuk makan bersama sambil menahan perasaan curiga ini. Tanpa terasa obrolan lami mengalir begitu saja seperti dulu, membahas banyak hal dan tertawa bersama tanpa ada beban sedikitpun. Aku takjub dengan keadaan sekarang ini, kupikir akan sulit untukku tertawa sekalipun aku bersama Manda dan Angga.“Sya lo inget nggak? Dulu kan Manda posesif banget ke lo sampe-sampe kalo gue nungguin lo buat pergi aja dia kayak nggak ikhlas banget ngebiarin kita pergi” kata Angga.“Ye anjir dulu gue kira lo pacarnya Tasya yang overprotective tau! Lagian ga bisa banget jauh dari Tasya meskipun cuma 5 menit. Eh nggak taunya emang kayak kembar dempet aja, harus sepaket kalo nggak ortunya Tasya uring-uringan” ledek Manda yang awalnya kesal dengan omongan Angga.“Lo berdua sih juara 1 kategori nggak mikirin perasaan gue. Bayangin aja berkali-kali ngerebutin gue di dep
Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.“Aduh terharu banget lo
Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker
Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg
Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem
"Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar."Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit."Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya."Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan."Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja.""Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit."Ooooh kebetula
Kala itu bulan ke-dua puluhku bersama Radit, sejak awal kami berdua berusaha untuk realistis dengan hubungan yang kami berdua jalani. Kami berdua selalu membicarakan apa yang ingin, akan ataupun sedang kami kerjakan untuk mendapatkan kritik dan saran dari masing-masing. Kami sadar kalau kehidupan dewasa sedang menunggu kami sebentar lagi, aku dan Radit berusaha menyiapkan diri kami sebaik mungkin. Kami berdua ingin berkembang menjadi lebih baik lagi baik untuk diri kami sendiri, ataupun untuk hubungan kami.Malam itu aku dan Radit pergi ke Cup of Yours setelah menyelesaikan shift kami di sore tadi. Ada yang ingin kami berdua bicarakan tanpa gangguan orang-orang yang mengenal kami disana.“Sya tolong cek dong di tas aku, ada di jok belakang. Kamu buka resleting kedua dari depan, diantara sekat-sekat tuh ada notes aku nggak? Sampulnya Navy. Sama mau minta cek di bagian paling depan ada charger aku nggak ya? Tanya Radit sambil menyetir.“Iya sebentar ak
“Ayo balik sekarang” kata Angga yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.Aku melihat arah jam tangan, pukul 21.18, tumben. Biasanya kami bertiga baru pulang ketika coffee shop yang kami datangi sudah bersiap untuk tutup.“Aneh banget sumpah balik jam segini” keluh Manda. Aku hanya membereskan barang-barangku tanpa bersuara sedikitpun.“Ya balik aja sendiri kalo gitu, susah amat” balas Angga sewot.“UUUUU CAYAAAAANG. Gitu aja marah, heran deh aku ckck” ledek Manda sambil mencubit lengan Angga.Angga hanya membalas Manda dengan melihatnya sinis, lalu berjalan menjauh.Aku hanya berjalan pelan dibelakang Angga dan Manda yang sibuk melanjutkan candaan mereka. Kepalaku rasanya sakit setelah mengingat kembali tentang kenanganku bersama Radit di Cup of Yours. Jelasnya kenangan yang teringat kembali itu membawa kembali perasaan yang sama jelasnya ketika aku dan Radit melakukannya.
Aku mengabaikan chat dari Radit karena merasa itu bukan hal penting untukku yang harus aku gubris. Ya aku bisa saja memang mengatakan hal tersebut, namun kenyataannya chat tersebut sangat mengangguku saat aku berusaha fokus menonton. Sambil menyalakan batang rokok baru, aku pun membalas chat Radit. “Hah? Gue dari awal nggak pindah kemana-mana kok! Lo salah orang kali? Gue aja nggak tau itu dimana Dit” jawabku. 5 menit berlalu begitu saja dan aku sudah yakin kalau Radit salah orang. Notifikasi pesan masuk. “Nggak Sya, I swear to God. We knew each other before Kkuma. Here’s the clue : birthday lunch” ucap Radit yang semakin membuatku bingung. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa soal Radit kalau memang kami pernah bertemu sebelumnya. Ya mau tidak mau aku harus berpikir keras malam ini agar aku bisa tidur tanpa dihantui rasa penasaran. Birthday lunch? Rasanya
Aku menengok ke belakang mencari asal suara, lalu membuang muka dan mengangguk untuk menjawab pertanyaannya."Bagaimana bisa orang ini tahu siapa aku dan tahu kalau aku merasa capek?" pikirku.Orang tadi langsung duduk di sebelahku, bergabung diantara Della dan Andra tanpa merasa canggung bahkan ketika mereka bertiga mengobrol. Jadinya aku hanya bisa menopang wajahku dengan tangan sambil memperhatikan mereka bertiga mengobrol."Kok lo kenal sama Tasya sih?" tanya Andra tiba-tiba.Aku langsung duduk tegap karena ingin mendengar jawabannya dengan jelas agar terjawab rasa penasaranku tentang siapa orang ini."Kan gue kerja disini sekarang, makanya kenal" jawabnya sambil melihatku.Angin malam yang berhembus semakin kencang dan rasa penasaranku yang tidak terjawab akhirnya membuatku memutuskan untuk memesan ojek online saja untuk pulang lebih dulu dibandingkan menunggu Arka selesai bekerja."Sya mau ba
Aku mengecek jadwalku di handphone dan semakin terkejut dengan yang Jordan sampaikan barusan. “Anjir gue tuh besok shift loh Dan, terus 14 open booth?” tanyaku memastikan. “Ya siapa lagi dong? Butuh anak finance soalnya buat rekap sama megang selling acara. Dendi nggak bisa, terus anak lama belum pada balik ke Bandung. Ngajak anak baru mah repot, mereka kan masih trial shift juga” jawab Jordan. “Gue manggil Arka dulu biar kesini deh. Sandra kayaknya udah nyampe” kata Ferdy yang langsung berjalan masuk ke bangunan Kkuma Coffee. “Ini lo sengaja nyari apa gimana Dan buat open booth?” tanyaku penasaran. “Nggak yang diniatin banget sih Kak. Lagi iseng aja, terus ada infonya di IG. Yaudah gue masukin, eh dapet ternyata” jawabnya. Tak lama kemudian, Ferdy dan Arka duduk bersamaku dan Jordan. Arka mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celananya dan membakarnya sambil menunggu Jordan berbicara. “Giniiiii. Jadi lusa kita
"Gue nggak tau harus cerita apa, kalo nggak ditanya jadinya pasti nggak akan urut ceritanya. Ya kalo gue cerita urut aja suka tiba-tiba skip kan?" kataku sambil mengaduk-aduk sup jagungku."Ya gue sih kayaknya lebih banyak ya tau ceritanya daripada Manda, tapi ya pasti lupa-lupa dikit. Lo tau kan ingetan gue jelek banget?" sahut Angga."Lah gue dong yang nanya kalo gitu?" tanya Manda memastikan.Aku dan Angga mengangguk berbarengan. Manda terlihat berpikir keras untuk menanyakan tentang ceritaku dan Radit."OH GUE TAU!" seru Manda sambil memukul meja setelah sekian lama berpikir.Aku hampir menjatuhkan korek di tanganku yang sedang kupakai untuk membakar rokok, sedangkan Angga hampir jatuh dari kursi yang didudukinya. Kemudian aku hanya memandangi Manda yang tersenyum lebar kepadaku dan Angga. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan kelakuan Manda."Gila lo emang ya. Hobi kok bikin orang kaget sih? Untung gue
“Sya? Really?” tanya Manda yang ikut syok setelah mendengar apa yang baru saja aku ceritakan.Aku tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. Manda langsung memelukku erat.“Tasya, I’m so sorry you have to experienced that shit” kata Manda sambil mengusap punggungku.“It’s okay Man. If only the awareness for sexual harassment back then as massive as these day” balasku sambil memeluk Manda erat.“Terus gimana si brengsek itu?” tanya Manda penasaran.“Hmm honestly gue nggak tau Man dan gue sama circle pas ospek gue itu juga udah nggak pernah kontakan lagi, ditambah juga waktu itu setelah gue nyampe apartemen semuanya yang berkaitan sama Reza langsung gue mute dan lama-lama gue block” jawabku.“Good move dan semoga orang begitu hidupnya kena karma sepedih-pedihnya karena udah ngasih orang lain trauma” ucap Manda penuh kekesalan. Aku hanya tertawa samb
Dengan respon Radit yang nampak tidak tertarik untuk mencoba akrab saat aku mencoba akrab dengannya yang merupakan teman Reza, aku pun jadi malas mencoba mengajaknya bicara kembali. Biarkan saja dia sibuk dengan handphonenya itu. Lagipula aku lebih banyak mengobrol dengan Dhika dan Galih sejak awal yang jauh lebih friendly dibandingkan dengan dia dan aku sih tidak masalah dengan Reza yang sedang sibuk mengurus usaha milik keluarganya karena mengharuskannya untuk bolak-balik menelepon orang banyak.Setelah menunggu lumayan lama, semua yang kami pesan pun datang. Akhirnya ada waktu dimana aku tidak harus terus-terusan mengobrol dengan mereka. Sehabis makan, kini waktu untukku untuk sibuk dengan handphoneku sendiri. Sedangkan Reza, Dhika, Galih, dan Radit sibuk mengobrol sambil merokok, aku hanya sesekali mendengarkan obrolan mereka yang ternyata banyak membahas tentang kehidupan dan teman-teman SMA-nya saja. Dengan topik tersebut, sudah pasti aku tidak bisa ikut dalam obrolan m
Pertemuan pertama bagi sebagian orang adalah awal dari segalanya. Awal mula dari sesuatu yang nantinya memberikan perasaan bahagia untuk kita atau bahkan awal mula dari sesuatu yang nantinya tidak berhenti memberikan oerasaan tidak nyaman kepada kita apapun bentuk dari perasaan tidak menyenangkan itu.Terkadang pertemuan pertama memberikan kita perasaan gugup yang tidak karuan dan ada juga pertemuan pertama yang rasanya menguras habis tenaga kita meskipun pada kenyataannya kita tidak berbuat banyak didalamnya.Manis atau pahitnya pertemuan pertama dijadikan patokan bagi banyak orang tentang bagaimana nantinya masa depan ketika melibatkan orang lain tersebut, banyak yang mengalami sesuai prediksinya, banyak juga yang mengalami kebalikannya. Ya semuanya memang tidak ada yang pasti ketika kita membicarakan soal perasaan karena Tuhan bisa saja merubah isi hati sesorang dalam sekejap.Tidak lama kemudian seseorang keluar dari kamar tadi dengan (akhirnya
Aku meminum es coklatku yang baru saja datang sambil melihat keluar jendela, sudah banyak kelas yang usai terlihat dari banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang. Angin sore ini berhembus lumayan kencang, nampaknya nanti akan turun hujan. Langit perlahan berubah mendung. Aku melirik ke arah Reza yang sedang merokok dan sibuk sendiri dengan handphone miliknya.“Za lo nggak mesen apa gitu?” tanyaku yang memegang erat gelas es coklatku.“Mesen kopi kok, belum dianter aja Sya” balas Reza.Keheningan kembali mengitari aku dan Reza. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepada Reza. Ya ini sih sudah aku pikirkan sejak awal putus dengan Akbar, namun aku bingung saja bagaimana cara mencari kebenaran soal kebingunganku ini. Aku berharap kepada Reza yang selama ini menjadi tempat curhatku dan Akbar sekiranya mengetahui sesuatu yang bisa menjawab kebingunganku ini.“Za” panggilku pelan.“Hmm” balasn
2013“Tasyaaaaa!” seseorang berteriak memanggilku sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.Aku terdiam sambil mencoba menegaskan pandanganku untuk mengetahui siapa yang berteriak memanggilku barusan. Orang itu semakin mendekat, kini justru aku berusaha untuk mengingat siapa orang tersebut dan kenal dimana aku dengannya.“Parah banget gue udah manggil sampe dadah-dadah di depan tapi didiemin ckck” keluhnya.“Yeeee mana jelas muka lo keliatan dari tempat lo teriak tadi!” balasku.Yang barusan adalah Reza, salah satu teman dekatku yang kukenal saat ospek tingkat universitas. Tiba-tiba saja dia datang menemuiku tanpa memberitahuku sebelumnya. Untung saja aku sedang di kampus, kalau tidak ya sudah dipastikan dia hanya buang-buang waktu saja datang kesini.“Apa kabar Sya?” tanya Reza girang sambil merangkulku.“IIIIIH NGGAK LIAT? Ini fotokopian mat