Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.
“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.
“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.
“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.
“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.
“Aduh terharu banget loh gue Sya lo inget gini gue mau beli apaan.”
“Sya kayaknya gue sekalian beli sabun sama shampoo deh nanti, lo ada ke section itu nggak?” potong Manda tiba-tiba.
“Iya ada kok Man, yaudah barengan aja kali ya berarti? Gue tuh harus beli bumbu, daging-dagingan, sayur, buah, roti, pasta, beras, telur, sabun cuci piring, deterjen, sabun mandi, sama shampoo” kataku.
“Terus kalo lo belanja sendiri itu lo bawa langsung semua? Gila lo ya Sya?” tanya Angga kesal.
“Ya dicicil belanjanya, ada juga yang delivery’ jawabku santai. Manda hanya melihat ke arahku dan Angga secara bergantian.
“Sumpah kalo lo beli langsung semua sekaligus gitu sih gue ngamuk banget asli. Bisa-bisanya lo repot sendirian nggak bilang gue sama Manda. Wah nggak tau deh ah gue kesel banget ngebayanginnya” kata Angga yang jelas sekali menahan kesal kepadaku.
Aku hanya diam, lalu melihat ke arah jalanan sambil bersandar. Kami membiarkan alunan musik mengisi kesunyian diantara kami. Aku tahu persis kalau Angga kesal dengan tingkahku, namun Angga tidak tahu kalau sudah lama aku melakukan itu semua sendiri tanpa bilang padanya dan Manda, Angga yang diminta untuk menjagaku oleh keluargaku sendiri pasti merasa kalau aku tidak mengizinkannya untuk membantuku. Bukan begitu, kadang aku hanya ingin pergi sendiri saja.
Manda pun posisinya sekarang serba salah karena dia tahu aku yang ketika butuh waktu sendiri itu artinya kegiatan apapun sebisa mungkin akan aku kerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun Manda juga mengerti posisi Angga yang berusaha keras menjagaku seperti layaknya keluarga. Ketika kondisi ini terjadi diantara kami, Manda tidak akan berkomentar apa-apa karena Manda percaya kalau hubungan kami bertiga akan baik-baik saja, selalu. Perdebatan tentang apapun hanya akan bertahan sebentar diantara kami.
Aku mengenal Manda ketika ospek jurusan. Manda adalah teman perempuan pertamaku di kampus, saat itu hanya Manda yang mengajakku berkenalan dengan santainya dan kami benar-benar cocok dalam semua hal. Anak-anak lain menganggap aku sombong, mereka menilaiku sepertiku hanya karena wajahku yang memang tidak “friendly”. Aku justru bersyukur karena dengan wajah sombongku ini berhasil menjauhkanku dari orang-orang yang bermasalah.
Banyak rumor yang bilang kalau lebih baik tidak mencari masalah denganku kalau tidak mau tersiksa. Padahal kenyataannya aku hanya akan berbicara fakta dari rumor atau masalah yang menyangkut diriku dan aku akan bilang ke orang yang bermasalah denganku kalau aku tau apa yang dia coba sembunyikan dari orang banyak.
Aku tidak selalu membalas semua orang yang bermasalah denganku. Kalau aku sampai membalas perlakuan tidak menyenangkan dari seseorang kepadaku berarti orang itu sudah sangat keterlaluan dan terang-terangan melewati batas. Aku pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan padaku. Semuanya sama persis.
Ya menurutku itu sudah cukup agar mereka mengerti, jangan pernah melakukan sesuatu yang sekiranya akan membuat orang lain murka apalagi kalau yang mereka lakukan terhadap orang lain pun membuat mereka murka ketika ada yang melakukannya pada mereka.
“Gue rasanya pengen batalin belanja hari ini deh. Ya atau nggak ganti tempat aja” ucapku mencoba memecah hening. Entah mengapa perasaanku memang jauh lebih ringan hari ini. Mungkin aku bisa menceritakan semuanya kepada Manda dan Angga hari ini juga. Sudah 3 bulan juga mereka berusaha mengerti kondisiku tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kenapa?” tanya Angga singkat.
“Radit.”
“Hmm terus gimana dong Sya? Mumpung macet nih” balas Manda.
“Apa ya? Bingung. Kalo hari ini jadi kesana, ini pertama kalinya gue kesana lagi. Benci banget gue yang kayak gini-gini. Gue sering banget kesana dulu sebelum sama Radit, terus sekarang giliran udah nggak ada Radit gue malah takut kesana lagi” keluhku.
“Ngga kita cari McD yuk. Gue mau es krim niiiih. Duh hari ini kenapa sih panas banget mataharinya? Ga sanggup gue” rengek Manda tiba-tiba.
“Hah? Muter dong? Serius nih lo kepengen es krimnya sekarang banget Man? I mean, SEKARANG BANGET?” tanya Angga sambil melihat ke arah Manda.
Aku yang sedari tadi sedang memperhatikan jalanan tidak tahu apa yang Manda lakukan untuk membujuk Angga sampai-sampai Angga menuruti keinginannya. Angga paling kesal kalau disuruh putar balik, apalagi sekarang ini kami sudah dekat dengan pasar swalayan yang akan kami datangi. Well, dalam hati aku merasa Manda melakukan itu untuk mengulur waktu agar aku bisa berpikir ulang apakah kami tetap berbelanja di pasar swalayan itu atau pindah ke pasar swalayan lainnya.
Angga benar-benar menuruti keinginan Manda rupanya, perlahan-lahan mobil yang membawa kami bertiga pun berjalan ke arah yang berlawanan.
“Makan disana apa drive thru ya enaknya?” tanya Manda.
“Terserah deh gimana lo sama Tasya aja” jawab Angga.
“Gimana Sya?” tanya Manda lagi kepadaku.
“Yaudah makan disana aja nggak apa-apa” jawabku.
Sejujurnya aku ingin berterima kasih kepada Manda, tapi pasti Manda akan mengelak kalau dia tidak melakukan itu untukku. Sepertinya memang benar apa yang aku pikirkan sebelumnya kalau aku butuh berpikir jernih, lagipula aku masih harus mencoba menenangkan diriku kembali agar tidak harus merasa sesak dan gemetaran lagi seperti tadi.
Aku mengeluarkan kotak rokok dan kacamata hitam milikku dari dalam tas. Aku memakai kacamata hitam ini bukan tanpa alasan bergaya, pagi tadi aku menangis cukup lama, lalu aku tetap menggunakan softlens sampai detik ini. Aku menggunakannya hanya karena benar-benar untuk menghindari mataku yang bisa berair terus menerus nantinya setelah melihat dengan kondisi matahari yang terik begini.
“Ngga korek dong” pintaku sambil mengulurkan tangan.
“Barter dong, abis rokok gue” balas Angga sambil memberikan koreknya kepadaku, aku pun menyodorkan kotak rokok milikku ke arahnya.
“Enak es krimnya?” sindirku kepada Manda.
“Ya enak lah panas-panas begini makan es krim ckck kayak nggak pernah aja lo ah” jawab Manda yang menikmati es krimnya sambil bersandar.
Aku menghisap rokok yang kubakar cukup dalam, lalu menghembuskan asapnya-perlahan-lahan. Manda sibuk dengan handphone miliknya dan Angga hanya menatapku. Aku menaikkan kedua alisku seolah bertanya ada apa, Angga hanya membalasnya dengan gelengan kepala.
“Lo inget nggak sih sama Alma? Yang sempet gue kenalin ke Angga waktu itu” kata Manda.
“Yang deketnya cuma 2 minggu bukan sih?” balasku sambil mencoba mengingat baik-baik.
“Kenapa dia?” tanya Angga to the point.
“Iya Sya yang ituuuu! Dia jadian sama Gerald! Itu loh anak jurusan kimia yang jadi ketua panitia tapi defisit gede mampus hahahaha” jawab Manda sambil tertawa puas.
“Anjir demi apa? Hahaha aduh cocok deh tuh berdua, biar pusing duitnya nggak beres-beres” aku menanggapinya benar-benar sambil tertawa puas.
“Gue kalo inget dia rese banget minta beliin ini itu tiap jalan rasanya sakit banget kepala gue. Belum lagi kode-kode di chat minta jalan kesana lah, beli barang ini lah. Dikiranya bokap gue bersin duit kali ye. Untung dia ketauan matre dari awal. Coba kalo nggak, buset drama deh itu pasti. Hiiiih” kata Angga sambil bergidik.
“Man lo kebayang nggak sih kita kalo jadi nyamuknya mereka kayak gimana? Waaaah anjir kacau-kacau ogah banget deh gue” ledekku.
“Amit-amit deh, nggak bisa gue asli. Tapi bakal memorable banget nggak sih? Soalnya selama kita jadi nyamuk kan belum ada kejadian aneh-aneh tuh Sya” Manda membalas ledekanku penuh semangat.
“Sialan lo berdua emang ya puas banget ngeledekin gue” kata Angga diantara aku dan Manda yang sedang tertawa terbahak-bahak.
Kami pun melanjutkan obrolan kami. Perasaan sesak yang aku rasakan tadi sudah hilang sepenuhnya tanpa aku sadari. Melihat bagaimana keresahanku hilang begitu saja berkat adanya Manda dan Angga disisiku membuatku percaya kalau aku akan baik-baik saja untuk berbelanja di pasar swalayan yang biasa aku datangi.
“Guys, ayo belanja sekarang aja biar nggak kemaleman. Ke tempat biasa aja lah, belanja ke tempat lain gue males harus bolak-baliknya kalo stoknya kosong” kataku.
“Sekarang?” tanya Angga.
Aku mengangguk mantap.
Kami bertiga pun melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya. Tidak ada satu pun dari kami yang mengeluarkan suara. Seakan-akan Manda dan Angga ikut tegang karena harus menemaniku dan mengurusiku kalau-kalau ada hal tidak menyenangkan terjadi ketika kami berbelanja nanti. Tidak sampai 15 menit pun kami tiba dan langsung mencari tempat parkir.
Aku menghela napas panjang ketika turun dari mobil, berharap aku akan baik-baik saja selama berbelanja disana karena ada Manda dan Angga disisiku.
We’ll see.
Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker
Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg
Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem
"Katanya sih disini enak Sya gue liat di IG, temen-temen gue juga bilang gitu" ucap Radit sambil melihat-lihat sekitar."Hmm ambience sih oke ya, design juga sesuai selera gue. Ini karena kita dateng sore kayaknya bisa deh liat disini tuh customer mulai rame di jam berapa" kataku mengiyakan perkataan Radit."Untung kita nggak shift hari ini ya jadi bisa santai dulu sebelum nganter belanjaan" Radit bersandar di bangku dan memejamkan matanya, membiarkan hembusan angin sore menerpa wajahnya."Eh tapi serius kan ini nggak ada yang urgent? Males banget buru-buru ngopinya kalo ada yang urgent" ucapku berusaha memastikan."Iyaaa bener kok. By the way makasih ya Sya mau nemenin gue belanja.""Sama-sama Dit. Ini biar gue nyatet uang keluar masuknya cepet aja, lagian gue nggak ada kerjaan. By the way lo beneran baru pertama kali ngopi disini?" jawabku sambil menggoda Radit."Ooooh kebetula
Kala itu bulan ke-dua puluhku bersama Radit, sejak awal kami berdua berusaha untuk realistis dengan hubungan yang kami berdua jalani. Kami berdua selalu membicarakan apa yang ingin, akan ataupun sedang kami kerjakan untuk mendapatkan kritik dan saran dari masing-masing. Kami sadar kalau kehidupan dewasa sedang menunggu kami sebentar lagi, aku dan Radit berusaha menyiapkan diri kami sebaik mungkin. Kami berdua ingin berkembang menjadi lebih baik lagi baik untuk diri kami sendiri, ataupun untuk hubungan kami.Malam itu aku dan Radit pergi ke Cup of Yours setelah menyelesaikan shift kami di sore tadi. Ada yang ingin kami berdua bicarakan tanpa gangguan orang-orang yang mengenal kami disana.“Sya tolong cek dong di tas aku, ada di jok belakang. Kamu buka resleting kedua dari depan, diantara sekat-sekat tuh ada notes aku nggak? Sampulnya Navy. Sama mau minta cek di bagian paling depan ada charger aku nggak ya? Tanya Radit sambil menyetir.“Iya sebentar ak
“Ayo balik sekarang” kata Angga yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.Aku melihat arah jam tangan, pukul 21.18, tumben. Biasanya kami bertiga baru pulang ketika coffee shop yang kami datangi sudah bersiap untuk tutup.“Aneh banget sumpah balik jam segini” keluh Manda. Aku hanya membereskan barang-barangku tanpa bersuara sedikitpun.“Ya balik aja sendiri kalo gitu, susah amat” balas Angga sewot.“UUUUU CAYAAAAANG. Gitu aja marah, heran deh aku ckck” ledek Manda sambil mencubit lengan Angga.Angga hanya membalas Manda dengan melihatnya sinis, lalu berjalan menjauh.Aku hanya berjalan pelan dibelakang Angga dan Manda yang sibuk melanjutkan candaan mereka. Kepalaku rasanya sakit setelah mengingat kembali tentang kenanganku bersama Radit di Cup of Yours. Jelasnya kenangan yang teringat kembali itu membawa kembali perasaan yang sama jelasnya ketika aku dan Radit melakukannya.
Aku menghela napas panjang, meneguk teh hangat milikku, lalu menyalakan rokok. Alih-alih melakukan itu semua untuk merasa lebih tenang sebelum memulai cerita, yang ada justru hampir saja aku tersedak saat meminum tehku karena Manda dan Angga menatapku lekat-lekat menunggu aku memulai obrolan. Akhirnya aku menatap mereka berdua bergantian karena merasa canggung dengan cara mereka yang sedang menatapku saat ini. Well, let them know now. “I broke up with him about 3 months ago and it still feels unreal for me” ucapku memulai semua ini. “As you guys know gue paling nggak tahan dengan LDR. But I tried my best with him, for him. Gue selalu berusaha sabar selama LDR sekalipun kelakuan dia bener-bener bikin kepala gue sakit. Gue tau gue salah ketika gue meledak marah ke dia, gue sadar banget penyampaian gue pasti nyakitin dia. Tapia pa dia pernah mikir kalo gue selama ini udah berusaha sabar dan maklumin dia?” tambahku. Aku menghisap rok
Aku membiarkan diriku menangis karena kesal untuk sejenak. Manda dan Angga tidak berkomentar apapun dan membiarkanku menangis sendiri begitu saja agar aku merasa lebih tenang untuk bercerita kembali kepada mereka. Kini mereka berdua sibuk dengan laptopnya masing-masing mengerjakan apa yang perlu mereka kerjakan sambil menungguku menangis.Setelah sekitar 15 menit kuhabiskan untuk menangis dan menenangkan diri, laptop-laptop tersebut sekarang sudah berpindah posisi ke pojok ruangan.“Masih ada nggak yang bikin lo kesel Sya?” tanya Angga.“Bingung. Apa ya? Campur aduk semua rasanya dan itu saling berkaitan buat gue” jawabku.“Hmm perasaan yang paling bikin lo tertekan deh Sya kira-kira ada lagi nggak selain yang udah lo sebutin tadi?” Angga membantu menyederhanakan agar aku bisa meluapkan isi hatiku.“Oh, gue tuh kesel dan sedih setiap kali Radit bilang gue cuma nyalahin Radit setiap ada masalah ketika gue po