Ternyata pagi sudah datang kembali.
Entah sudah hari keberapa aku terbangun dari tidur ini dengan sebuah perasaan yang kupikir sudah cukup jelas sebutannya. Hampa. Aku merasa kosong. Sangat kosong. Aku pun merasa aku tidak mempunyai tenaga yang cukup untuk melewati hari-hariku entah seberapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk tidur yang bahkan tidak dapat kubilang nyenyak, rasanya sama saja seperti ketika aku tidak tidur selama 2 hari penuh.
Menatap nanar ke lagit-langit kamar, lalu jendela. Menghela napas panjang, lalu kembali menarik selimut biru mudaku yang lembut untuk menutupi tubuhku. Aku bertanya-tanya setiap kali bangun dari tidur, mengapa aku terus menerus merasa hampa seperti ini meskipun aku sudah melakukan berbagai cara agar merasa jauh lebih baik dari sekarang. Semua usaha yang aku lakukan selama ini sia-sia saja dan untuk memikirkan usaha baru lainnya pun aku jadi pesimis.
Rasanya masih asing sekali untukku kondisi seperti ini, namun pada kenyataannya aku sudah berkali-kali pula aku merasakan hal seperti ini sebelumnya. Penat. Aku ingin menjalani hari-hariku ini seperti orang-orang kebanyakan saja. Tuhan, kalau boleh, aku hanya ingin menukar hampa dalam diriku ini dengan lelah menjalani hari yang terdengar lebih nyata dan bisa aku atasi. Maksudku, lelah ketika sehabis melakukan banyak kegiatan bisa kuatasi dengan beristirahat cukup dan lelah itu tidak berlangsung berhari-hari seperti yang saat ini tengah aku rasakan, Aku lelah sekali merasa hampa seperti ini, tidak tahu kapan aku akan terbebas dari rasa lelah yang menerpaku setiap hari seperti sekarang ini.
Ketika aku sedang berbaring di tempat tidur dengan posisi yang nyaman dan menutup tubuhku dengan selimut yang hangat, aku terbilang cukup sering untuk mengenang kembali apa yang aku miliki beberapa waktu kebelakang rasanya terkadang cukup menenangkan, seperti memeluk selimut kesayanganku yang baru dicuci di malam yang berangin sambal meminum segelas coklat hangat. Yah, tapi itu hanya kenangan saja. Aku tidak bisa memegangnya kembali dengan kedua tanganku ini. Terkadang perasaan yang menyeruak ketika mengenang juga menyakitkan. Mungkin bila digambarkan akan seperti ketika usiaku 4 tahun yang sedang merasa sangat senang ketika akan belajar mengendarai sepeda baruku, diberitahu bahwa aka nada kemungkinan aku terjatuh saat mengendarai dan diberitahu bahwa jatuh tersebut akan memberikan rasa sakit. Aku sudah berhati-hati dengan sekuat tenaga sembari menutupi perasaan senang yang meluap-luap agar tetap seimbang mengendarai sepedaku itu, namun ternyata aku tetap saja terjatuh. Sakit sekali, sampai-sampai aku tidak bisa mengendalikan banyaknya air mata yang aku keluarkan.
Handphoneku berdering. Mama.
“Halo Syaaaa?” tanya mama diujung telepon.
“Halo Mamaaaaa! Mama masih di Bali?” tanyaku
“Kamu jadi ke kampus pagi ini? Iya sayang, Mama masih di bali nih. Kak Bima katanya mau nyusul ke hotel sore ini. Kamu mau kesini nggak? Butuh refreshing dulu kamu tuh Sya. Udah berapa bulan ini?“
“Iyaaa. Ini lagi ngumpulin nyawa kok Maaaa. Ih kok Kak Bima nggak bilang ke aku sih kalo mau nyusulin Mama. Aku kesana sih bukan buat refreshing tau Maaaa, aku sih lebih kangen Mama. Aku udah mendingan kok Ma, beneran deh. Butuh uang jajan lebih aja nih kayaknya soalnya isi kulkasku udah mulai kosong” aku mencoba menggoda Mama dengan harapan mama mengerti kalau aku tidak bisa membahas hal itu.
“Oooooh bilang kangen nih emang ada maunya aja ya kamu ke Mama astaga. Yaudah soon Mama transfer ya sayang. Semoga hari ini agenda kamu lancar dan kamu bisa ngerasa jauh lebih baik dari sebelumnya. I love you anak bungsuku”
“Aku sih kalo tiba-tiba ada bukti transfer ya nggak akan nolak. Amin, Mama juga semoga semuanya lancar ya disana. Jangan lupa kirimin aku oleh-oleh nanti. I love you Mooom!”
“Eh iya Sya, kamu hari ini mau pergi sama siapa emang?” tanya Mama tiba-tiba.
“Kayaknya sendirian aja sih Ma.”
“Kamu nggak ajak Manda?” tanya Mama lagi.
“Aku siang ketemu Manda sih emang Ma, diam mau kembaliin buku aku. Tapi ya sisanya emang pengen sendirian aja” jawabku.
“Okay then. Bye Tasya, kalo ada apa-apa at least kamu kabarin temen-temen kamu ya bisa bantu atau nemenin kamu” jawab Mama.
“Iyaaaa nanti pasti Tasya bilang kok Ma ke temen Tasya kalo ada apa-apa. Bye Mama.”
Usai telepon dengan mama berakhir aku kembali menatap langit-langit kamar. Sepertinya memang aku tidak bisa menutupi apapun dari Mama. Aku tidak banyak cerita memang kepada Mama untuk urusan percintaanku. Well, Mama juga mungkin merasakan yang aku rasakan saat ini meskipun tidak sama persis.
Sekarang ini aku benar-benar butuh waktu untuk bangun tidur 3 sampai 4 jam lebih awal dari agenda pertamaku terbilang cukup untuk menyiapkan diriku terlebih dahulu sebelum aku benar-benar bersiap-siap untuk menjalani keseharianku. Rasanya aku tidak ingin meninggalkan tempat tidurku. Selimutku yang hangat ini rasanya tentu jauh lebih nyaman dibandingkan dengan tatapan orang-orang yang diarahkan kepadaku.
Sebuah kotak berukuran cukup besar yang kusimpan di sudut kamarku seperti berteriak meminta untuk dibuka meskipun hanya sebentar. Aku sudah lama tidak membukanya memang, hanya membersihkan bagian luarnya. Bahkan sejujurnya aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan kotak besar itu. Membayangkannya saja terkadang membuatku sakit kepala.
Jam dinding di kamarku kini sudah menunjukkan pukul 05.44 rupanya.
Aku turun dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi. Pucat dan lemas. Itu yang dapat aku katakan dengan tepat saat aku melihat pantulan wajahku sendiri di cermin. Usai menyikat gigi dan mencuci muka, aku berjalan perlahan menuju dapur. Menyantap roti isi daging di balkon apartemenku kadang cukup membantu menyegarkan pikiranku meskipun hanya bertahan sebentar. Pagi ini ternyata gerimis sedang turun, tidak terlalu deras namun cukup memberikan hawa sejuk saat itu. Aku mencoba membuka handphoneku, melihat ada kabar apa saja untuk hari ini dan tentu saja berharap semua jadwalku hari ini dibatalkan. Mataku terpaku ke sebuah nama. Apa ya alasanku sebenarnya aku tidak kunjung memiliki keberanian untuk menghapusnya? Atau ternyata aku justru berharap kalau aku dan dia masih bisa mengobrol seperti biasa? Apa mungkin ya ternyata kami masih memiliki harapan yang sama?
Jadwalku hari ini sebenarnya hanya ke perpustakaan untuk mengerjakan skripsi, berbelanja kebutuhan di apartemen, makan di luar dan mungkin ke kedai kopi untuk mengerjakan skripsi lagi. Aku malas sebenarnya pergi ke kampus untuk itu, tapi aku tidak punya pilihan. Semoga saja orang-orang yang mengenaliku tidak menyapaku atau berbasa-basi. Aku merasa aku tahu persis apa yang dipikirkan oleh orang-orang setelah melihat penampilanku sekarang dan aku tahu kalimat apa yang akan mereka lontarkan kepadaku nantinya.
“AAAAAAAAAA” teriakku.
Masih ada 1 jam lagi sebelum aku benar-benar meninggalkan apartemenku dan aku bingung harus melakukan apa untuk menghabiskan waktu. Akhirnya aku hanya duduk diam di tempat tidurku sambal menatap lekat-lekat kotak besar di kamar. Aku ingin sekali membukanya. Perasaan berat di hatiku namun seolah menahanku untuk melakukannya.Haruskah aku melakukannya? Hmm sebentar saja mungkin tidak akan apa-apa. Ah sial, bagaimana ini?
Aku menarik kotak tersebut ke tengah-tengah kamarku. Kini, aku yang duduk bersila didepan kotak ini hanya berusaha untuk mengatur napas dengan baik karena jantungku berdegup terlalu cepat dan terlalu kencang. Tanganku langsung gemetar hanya dengan menyentuh tutup kotak tersebut.
“Apa aku siap untuk melihat isinya meskipun hanya sebentar?
Apa aku sudah cukup kuat untuk ini?
Baiklah sebentar saja. Yah, benar-benar hanya sebentar, lalu pergi menjalankan jadwalku hari ini sesuai rencana”
Perlahan-lahan aku mengangkat satu-persatu barang yang ada di dalam kotak, masih benar-benar terjaga dengan baik rupanya. Hatiku terasa hangat dan nyaman sekali saat ini. Rasanya tenang. Aku menatap setiap foto dengan perasaan yang campur aduk. Andai saja aku bisa mengulang waktu atau yaaaa andai saja waktu bisa berjalan lebih lambat ketika aku sedang memiliki satu momen yang berharga dalam hidup, mungkin rasanya akan berbeda ketika dikenang.
Aku masih saja merasa sedih ketika melihat ini semua. Entah apa yang sebenarnya ada dalam pikiranku sekarang ini. Apakah aku sudah benar-benar menerima ini? Apakah aku masih berharap ini semua hanya mimpi buruk? Aku tidak tahu, benar-benar tidak tahu. Perasaanku campur aduk, pandanganku mulai kabur karena air mata yang menumpuk di kelopak mataku ternyata belum terjatuh juga. Aku benci sekali dengan diriku yang seperti ini, aku bahkan merasa lelah seperti terus menerus berlari di tempat yang sama.
Akhirnya tembok yang sebenarnya tak sekokoh itu pun ambruk. Aku menangis mengeluarkan sesak dalam hatiku melihat. Aku bertanya-tanya dalam tangisku, "apakah aku benar-benar merindukan orang ini atau aku hanya merindukan perasaan bahagia dan momen-momen dahulu yang pernah aku rasakan?”. Ada sebuah oversized sweater berwarna abu-abu didalam sana, aku mengambilnya keluar dari kotak. Saat mencoba memeluk sweater tersebut, rasanya sakit dalam hatiku ini semakin menjerat, kepalaku semakin sakit karena tangisku semakin keras. Samar-samar aroma parfum tercium saat aku memeluk erat sweater tersebut.
“Radit.... Kenapa....” ucapku lirih dalam tangisku.
Akhirnya aku menghabiskan 30 menit menangisi semua ini sampai aku merasa lebih baik. Menutup dan meletakkan kembali kotak besar ini ke tempatnya terasa sedikit berat ketika aku sudah melihatnya untuk waktu yang cukup lama seperti tadi. Ketika melihat ke cermin aku benar-benar tidak terkejut sedikitpun melihat wajahku yang tampak kacau balau setelah menangis tersedu-sedu. Mataku terlihat sembab dan kalau aku meneruskan tangisku sudah pasti mataku akan menjadi jauh lebih bengkak dari sekarang, Belum lagi kantung mataku yang membuat penampilanku semakin terlihat menyedihkan. Mau tidak mau sekarang aku harus mencuci ulang wajahku dan mengulang kembali polesan makeup yang aku gunakan sebelumnya sebelum aku benar. Untung saja tidak ada janji bertemu orang lain hari ini, jadi aku tidak perlu mengeluarkan usaha lebih hanya untuk berdandan.
Setelah merias ulang wajahku di kamar tidur, aku mengambil segelas air dingin dari kulkas dan menarik napas panjang dengan harapan ketika kakiku sudah melangkah keluar dari kamarku, aku sudah merasa lebih baik dan tidak akan menitikkan air mata hanya karena aku teringat dengan isi kotak yang tadi kubuka dan kutangisi habis-habisan. Aku berjalan keluar dari unit apartemenku dan menuju lift, rasanya sepi sekali padahal bukan akhir pekan. Aku mencoba memikirkan hal-hal menyenangkan yang aku sukai dan memikirkan betapa menyenangkannya untuk pergi berbelanja kebutuhan sehari-hariku nanti.
Tiba-tiba aku teringat untuk menelepon Manda sahabatku untuk menanyakan sesuatu. Akupun mencoba menelepon manda. Sekali, dua kali tidak kunjung diangkat. Ini percobaan terakhir, jadi kalau Manda masih tidak mengangkatnya juga, aku akan meneleponnya siang nanti saja.
Tersambung.
“HALO SELAMAT PAGI NONA MANDA. MAAF SAYA MENGGANGGU BOBO CANTIKNYA. TAPI JUJUR PENASARAN BANGET NIH NONA MANDA UDAH BANGUN BELUM YA?” ucapku dengan heboh.
“Hehehe kesiangan sih sebenernya kalo patokannya sama alarm gue, tapi ini udah mandi kok Syaaaa sumpah deh! Gue tinggal dandan, ngeringin rambut, catokan, ganti baju, terus berangkat deh!” jawab Manda.
“Lo kelas jam berapa? Gue sebentar lagi ke kampus, ngincer perpus buka nih.”
“Yaudah nanti gue bawain bukunya, kalo lo lama di perpusnya nanti gue aja yang kesana ngasihin. Kok pagi banget sih lo ke kampusnya Sya? Sama siapa?” tanya Manda.
“Iya nanti kabarin aja. Hmm karena mau mondar mandir hari ini, terus biar ga ketemu banyak orang aja, males gue ngobrol lama-lama. Sendirian gue nanti ke perpusnya” jawabku.
“Terus lo nggak minta ditemenin siapa gitu hari ini? Even buat ke perpus deh?”
“Gue nggak ada janjian selain sama lo sih Man hari ini, males juga kayaknya janjian sama orang. Lagi abis banget nih tenaga gue buat bersosialisasi lama-lama” jawabku.
"Abis itu lo mau kemana lagi?"
"Rencananya sih gue mau belanja kebutuhan gue di apartemen, terus ke coffee shop atau cafe mungkin sore menuju malem buat makan sama lanjut ngetik" jawabku
“Ooooh okay then. Sya btw lo nangis lagi ya pasti? Kedengeran banget deh bindengnya?” tanya Manda penuh kekhawatiran.
“Gue abis ngeliat isi kotak yang dipojok itu loh Man, gimana ya... Gue juga bingung nih. Berat banget tapi gue ngerasa nggak punya jalan keluar. Gue juga minta maaf ya Man karena belum bisa cerita ke banyak orang karena gue sendiri ngerasa nggak punya tenaga buat ngerjain apapun” aku tidak bisa bohong kepada Manda, dia teman baikku sejak 5 tahun lalu dan kami menjalin pertemanan selama itu karena kami berdua bisa saling melengkapi sepenuhnya sebagai sahabat.
“Take your time Sya, jangan ngeliat proses orang lain yang lebih cepet dari lo sebagai acuan. Everyone needs their own time. Proses yang dilewatin pun berbeda. I’m here ya Sya kalo lo butuh apa-apa. Gue nggak masalah kok kalo lo belum bisa atau bahkan ternyata nggak bisa sama sekali untuk cerita ke gue. Lo masih punya gue Sya, lo nggak sendirian. Nanti kita nyalon lagi ya kalo gue udah nggak terlalu sibuk dan lo juga udah ngerasa nyaman buat pergi-pergi keluar” kalimat yang keluar dari mulut Manda sangat menenangkan diriku yang sedang merasa kehilangan arah ini.
“Yaudah gue mau berangkat nih. Lo juga jangan idur lagi ya Man! Awas aja!” ancamku.
“Iya bawel, see you.”
Teringat kembali dengan rencana hari ini, malas rasanya untuk membawa kendaraan sendiri karena cukup melelahkan dan belum lagi rasa lelah itu akan bertambah ketika jalanan macet, tapi aku harus mengakui kalau ini pilihan yang terbaik mengingat ketika aku menggunakan transportasi umum orang-orang akan memperhatikanku lekat-lekat dari ujung kepala sampai ujung kaki hanya karena penampilanku seperti zombie. Aku memperhatikan mobil sedan warna putih milikku yang sudah terparkir selama seminggu penuh di basement. Ya nampaknya rute perjalananku hari ini akan bertambah ke tempat carwash dengan kondisi mobil yang mulai terlihat kotor itu.Sambil memanaskan mobilku, aku melakukan kebiasaanku akhir-akhir ini sebelum berkendara. Menyiapkan playlist untuk seharian penuh selama aku pergi, menyemprotkan parfum kesukaanku sebanayk dua kali, dan bersandar di kursi yang sudah dimundurkan sambal menghela napas panjang selama 10 menit. Rasanya kebiasaan baruku ini tujuannya untuk menyiapkan dir
“Sya gue nggak tau apa yang lo rasain sekarang ini gimana persisnya dan gue juga nggak akan maksa lo untuk cerita kalo emang lo masih ngerasa belum nyaman untuk cerita ke orang-orng, tapi at least lo paksain makan ya mau gimanapun. Lambung lo kan udah lumayan parah Sya, paksain makan ya meskipun cuma sedikit. Tante Anna tuh dari dulu sering banget nanyain ke gue kalo lo kenapa-kenapa, nah sekarang ya makin intens. Nyokap lo khawatir lo sakit lagi Sya dengan kondisi lo yang mostly ngerasa sedih begini. Kalo lo bosen di apartemen nanti lo bisa kabarin gue sama Manda kapanpun itu kita akan berusaha untuk nemenin lo. Subuh-subuh lo suruh gue dating pun gue bakalan dateng. Lo harus inget ini, lo nggak sendirian. Gue sama Manda akan selalu ada buat lo, lo bisa jadiin gue sama Manda tempat sampah unek-unek lo Sya. Kapanpun dan apapun, ada gue dan Manda.”“Iyaaa gue tau kok dan gue juga selalu inget kalo gue nggak sendirian dalam kondisi apapun. Gue selalu paksain m
“Gimana? Lega?” tanya Angga dengan nada khawatir.Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dengan pelan.“Nggak apa-apa, gue juga tau kok lo pasti sedikit cemas untuk berbicara dengan orang lain mau gimana pun juga. Tapi gue ngebiarin lo ngobrol sama Karina kayak tadi ya karena gue yakin Karina bukan orang yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain. Anggep aja tadi itu pemanasan sebelum lo ketemu banyak orang seharian ini, apalagi mostly kita bakal lama kan di kampusnya. Well, in case nanti ada yang ngajak ngobrol lagi dan lo kejebak terpaksa harus ngobrol, nggak apa-apa ladenin aja semampu lo, nanti misalkan lo udah mau udahan ya nanti lo kodein aja ke gue biar gue yang ngurus gimana caranya buat narik lo pergi. Yaudah yuk lanjut jalan aja ke perpus biar beneran nggak usah ngobrol banyak kayak tadi” kata Angga sambil mengusap kepalaku untuk menenangkanku.“Eh Kak Bima mau nyusul nyokap ke hotel tau hari ini Ngga” aku berus
Akhirnya dengan perasaan pasrah dan terpaksa, akupun mengikuti keinginan Manda dan Angga untuk makan bersama sambil menahan perasaan curiga ini. Tanpa terasa obrolan lami mengalir begitu saja seperti dulu, membahas banyak hal dan tertawa bersama tanpa ada beban sedikitpun. Aku takjub dengan keadaan sekarang ini, kupikir akan sulit untukku tertawa sekalipun aku bersama Manda dan Angga.“Sya lo inget nggak? Dulu kan Manda posesif banget ke lo sampe-sampe kalo gue nungguin lo buat pergi aja dia kayak nggak ikhlas banget ngebiarin kita pergi” kata Angga.“Ye anjir dulu gue kira lo pacarnya Tasya yang overprotective tau! Lagian ga bisa banget jauh dari Tasya meskipun cuma 5 menit. Eh nggak taunya emang kayak kembar dempet aja, harus sepaket kalo nggak ortunya Tasya uring-uringan” ledek Manda yang awalnya kesal dengan omongan Angga.“Lo berdua sih juara 1 kategori nggak mikirin perasaan gue. Bayangin aja berkali-kali ngerebutin gue di dep
Pasar swalayan yang akan kami tuju adalah tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama. Pasar swalayan ini tempat yang dulu sering aku datangi dengan Radit, baik untuk keperluan pribadi, ataupun untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sebelumnya pernah bekerja di tempat yang sama selama kurang lebih 1 tahun.“Mandaaaa lo mau belanja apa nanti? Biar ketauan nih kita perlu mencar apa nggak disana” tanyaku.“Gue mau beli buah, susu, pasta sama bumbu instan sih kayaknya, tapi mau coba gue list lagi biar sekalian semuanya aja” jawab Manda sambil buru-buru membuat catatan belanja.“Gue kok nggak ditanyain Sya?” tanya Angga tiba-tiba.“Ye lo kan tadi bilang mau beli cemilan doang, nggak tau deh maksudnya lo bilang banyak tuh sebanyak apaan” balasku ketus.“Aduh terharu banget lo
Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian. Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan peker
Tak lama kemudian Angga menelepon Manda dan menyusul kami berdua yang sudah hampir selesai berbelanja.“Udah selesai semua apa gimana nih?” tanya Angga.“Gue tinggal beli buah sama sayur” jawabku.“Lo udah selesai Man?” tanya Angga lagi.“Sama sih tinggal beli buah aja gue” jawan Manda setelah mengecek daftar belanja miliknya.Kami bertiga pun berjalan menuju bagian buah-buahan dan sayur-sayuran. Aku mengecek kembali daftar belanjaku, takut-takut ada yang terlupakan olehku. Bagian buah dan sayur memiliki kenangan lainnya tentangku dan Radit. Kenangan yang kami buat entah kami membeli buah dan sayur ataupun tidak setiap kali kami berdua datang kemari. Tentu aku menyimpannya di galeri handphoneku.“Radiiiit, sini cepetaaaan!” ucapku heboh.Radit yang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh pun bertanya keheranan padaku, “Kenapaaa? Sampe heboh banget begitu mangg
Setelah menempuh 25 menit perjalanan yang disebabkan oleh macet karena jam pulang kerja, kami bertiga pun akhirnya sampai di apartemenku. Dengan hati-hati aku dan Manda menurunkan barang belanjaan kami. Angga pun dengan sigap segera membantu kami berdua yang kerepotan di depan bagasi mobil."Lo berdua bawain tas gue deh biar gue yang bawa belanjaan lo berdua. Sekarang yang sekiranya lo berdua nggak kuat bawa pisahin aja biar itu gue yang bawa" kata Angga.Aku dan Manda hanya mengikuti perkataan Angga karena memang tidak mungkin kami berdua kuat membawa barang belajaan kami masing-masing. Aku yang hendak mengambil tas milik Angga terkejut karena tiba-tiba Manda menyambar tas tersebut dan langsung membawakannya. Aku hanya bengong menatap Manda karena masih kaget."Gue aja yang bawa tasnya Angga, kan belanjaan gue lebih sedikit dari lo" kata Manda seolah mengerti kebingunganku.Kami bertiga bergegas menuju lift yang terletak tidak jauh dari tem