Rayna dan Mas Adnan yang mendengar hal itu langsung melebarkan matanya.
"Mas, kamu bercanda kan?""Menurutmu?" tanyanya sembari terkekeh. "Pak Zayyan suka bercanda ternyata." Mas Adnan ikut tertawa, ia lalu menatap ke arahku. "Mana mungkin saya ingin bertukar istri, saya sangat mencintai Kania," ucapnya membuat wanita yang berada di sampingnya tampak memandang lelaki itu dengan tajam. "Hm, kamu sangat beruntung Adnan. Tetapi saya lebih beruntung," ujar Mas Zayyan sembari memandang Rayna. Namun, tangan lelaki itu turun dan menggenggam tanganku.Aku melihat Wajah Rayna tampak bersemu merah, tapi aku tidak tau entah keberuntungan apa yang di maksud Mas Zayyan. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan mengantarkan makanan yang kami pesan, akan tetapi selera makanku sudah benar-benar hilang. "Kenapa gak di makan?" tanya Mas Zayyan. "Gak papa." Deg! Aku langsung melebarkan mataku, dan mendongak menatap Rayna yang ikut terkejut karena jawaban kami berdua bersamaan."Ma--maaf, saya kira itu Mas Adnan." Aku kembali menundukkan kepala, sungguh malu rasanya. Aku yang sudah terbiasa mendapat perhatian dari Mas Zayyan, dengan gegabah berpikir bahwa ucapan tersebut ditujukan untukku. Aku lupa, bahwa di sini juga ada istrinya. "Tidak papa, Kania. Akupun sempat kaget, bukan karna kita sama menjawab. Akan tetapi, karna Mas Zayyan perhatian padaku." Rayna tersenyum, ia lalu menarik tangan kanan Mas Zayyan yang sedang memegang sendok. "Terimakasih yah, Mas. Sudah perhatian padaku."Mas Zayyan tampak berdehem sejenak, ia langsung menarik tangannya kembali. "Hm, cepat makan." "Iya, Mas," ujarnya sambil menatap sejenak ke arah Mas Adnan sebelum kembali makan.Wanita itu benar-benar licik, dia menginginkan Mas Zayyan tetapi dia juga tertarik pada Mas Adnan. Aku benar-benar tidak tahan melihat sifatnya yang seperti ular, entah mengapa aku merasa begitu cemburu terutama setelah melihat mereka berpegangan tangan seperti tadi. "Sayang, ada apa?" tanya Mas Adnan yang mungkin melihat wajahku yang sudah masam. "Mas, sepertinya aku ingin makan di rumah aja," jawabku membuat Mas Zayyan menatap ke arahku. "Yasudah kalo gitu, biar kita bungkus saja makanannnya." Aku mengangguk, lalu berdiri dan bermaksud untuk pergi, namun tiba-tiba tanganku dipegang dengan erat.Aku menatap ke bawah, tampak Mas Zayyan menahan tangan ini. "Sayang, ayo!" Mendengar hal itu, sontak Mas Zayyan langsung melepaskan genggamannya pada tanganku. "Bu Rayna ... Pak Zayyan, saya duluan yah." Mas Adnan lalu menarik sebelah tanganku dan membawaku pergi. Aku menatap ke belakang dan melihat Mas Zayyan menatapku dengan lekat. Maafkan aku Mas, tapi ini lebih baik. Aku tidak ingin, rasa cemburuku menghancurkan rencana kita.***Mobil berhenti di depan rumahku, aku yang sedari tadi diam kemudian langsung menuju dapur dan menyiapkan makanan Mas Adnan. "Mas, aku langsung ke kamar yah," ujarku saat berada di meja makan. "Katanya mau makan di rumah, kamu kenapa sayang?" Mas Adnan yang sudah duduk kembali berdiri dan langsung menghampiriku. "Kamu gak sakit 'kan?" tanyanya, dengan raut wajah yang terlihat khawatir. Aku menggeleng dengan cepat, "Ngga Mas, aku hanya kecapean aja!" "Yaudah, nanti setelah Mas selesai makan. Mas susul ke kamar yah!" Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar. Rasanya begitu lelah, sangat lelah harus selalu berpura-pura seperti ini. Mungkin kalian mengira aku begitu santai melihat suamiku berselingkuh. Tidak seperti wanita lain yang bisa langsung meluapkan emosi, menangis, dan melabrak pelakor.Tapi kenyataannya tidak begitu. Saat aku mengetahui bahwa Mas Adnan berselingkuh, aku langsung merasa hancur dan setiap hari hanya menangis sendirian. Mas Adnan tidak menyadari hal ini karena dia sedang berlibur bersama kekasih gelapnya dengan alasan pekerjaan di luar kota, hanya Mas Zayyan yang mengetahuinya. Lelaki itu selalu ada untuk menghiburku dan meyakinkanku agar tetap kuat dalam menghadapinya.Aku sering kali ingin melabrak mereka. Beberapa kali, aku merasa tidak bisa lagi menahan diri dan ingin menampar wanita tersebut yang sama sekali tidak memiliki rasa hormat. Tapi lagi-lagi, Mas Zayyan meyakinkanku untuk tetap tegar. Dia mengatakan bahwa suatu saat, bom ini akan meledak dan menghancurkan mereka berdua.Aku menatap diriku di cermin, sampai sekarang aku masih tidak mengerti, entah apa yang membuat Mas Adnan berpaling dan mencintai wanita itu. Apakah aku kurang cantik darinya, yah itu mungkin. Penampilanku dan Rayna sungguh berbeda, aku melihat Rayna yang selalu berpenampilan seksi berbanding terbalik denganku yang malah seadanya. Namun, Mas Zayyan bilang jika dia lebih menyukaiku dari pada istrinya karna kesederhanaanku, aku benar-benar tidak mengerti apa mungkin istilah rumput tetangga lebih hijau itu benar adanya. "Sayang." Aku terperanjat saat Mas Adnan sudah berada di belakangku. Aku ingin berbalik, akan tetapi lelaki itu malah menahan tubuhku yang sedang memunggunginya. "Tetaplah seperti ini, dan pejamkan matamu." "Untuk apa Mas?" "Mas punya suatu untukmu." Aku memejamkan mataku dan merasakan Mas Adnan menyingkap rambutku. "Cantik," pujinya. Aku langsung membuka mataku, terlihat sebuah kalungan yang tampak indah baru saja dia pasangan di leherku. Aku tersenyum, lalu memegang liontin kalungnya. Entah kenapa rasanya biasa saja mendapat hadiah darinya, bukan karna hanya kalung emas biasa tapi karna apa yang telah dia lakukan, sekarang apapun yang kejutan yang dia berikan rasanya tampak hambar. Apa mungkin rasa ini sudah benar-benar hilang untuknya. "Kenapa kamu diam saja, apa kamu tidak suka?" tanyanya, karna melihatku yang hanya diam. Aku menggelengkan kepala dengan cepat. "Suka Mas.""Maaf yah, Mas hanya mampu membelikan kalung ini untukmu. Nanti, jika Mas banyak uang, Mas akan membelikan kalung berlian untukmu sayang.""Aku tidak butuh itu semua, Mas," jawabku cepat. "Kania, kamu memang berbeda dari wanita lain, itulah mengapa Mas sangat mencintaimu."Mas Adnan tampak tersenyum, tiba-tiba ia memeluk pinggangku dengan erat serta wajahnya yang sudah menelisik di leherku. "Mas, kangen." Brak! Mas Adnan langsung terkejut karna melihatku mengindar sampai tubuhku membentur meja. "Kania ....?""Maaf, Mas. Aku sedang datang bulan," ucapku membuat lelaki itu terlihat kecewa.Aku mengangguk, akhirnya tidur sembari memunggungi Mas Adnan. Maafkan aku Mas, bukannya aku tidak ingin melayanimu akan tetapi perbuatanmu sudah benar-benar tidak bisa di maafkan lagi. Entah kenapa bayangan menjijikan dirinya dengan perempuan itu terus terngiang di pikiranku, membuatku kadang tidak bisa mengontrol emosiku padanya. ***Aku menatap jam yang sudah menunjukan pukul 15.30, aku langsung menjalankan kewajibanku yaitu memasak untuknya."Sayang, masak apa?" tanya Mas Adnan yang baru keluar dari kamar mandi. "Sayur sop, sama ayam goreng. Kamu bilang, Ibu akan datang. Jadi, aku harus menyiapkan makanan spesial untuknya kan? Jika tidak, dia akan mengatakan bahwa aku istri tidak berguna." Ucapanku membuat Mas Adnan tampak melebarkan matanya, tapi tidak ada sepatah katapun yang dia ucapkan sampai terdengar suara ketukan pintu di depan. "Hm, Itu pasti Ibu ... Mas buka pintu dulu yah," ujarnya lalu melangkahkan kakinya keluar, aku menghela nafas pelan. Kedatangan Ibu pasti akan
Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah."Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan.""Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. "Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. "Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. "Maksudnya Mas Zayyan?" "Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." "Tapi yang Ibu ucapkan itu
Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah."Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan.""Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. "Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. "Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. "Maksudnya Mas Zayyan?" "Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." "Tapi yang Ibu ucapkan itu
Pov author"Kania, tunggu!" Adnan yang hendak menyusul, terhenti saat Ibunya menahan tangan lelaki itu. "Adnan, kamu mau kemana?" "Bu, Kania di bawa Pak Zayyan. Aku harus menyusulnya ....""Adnan, bos kamu itu sudah baik ingin merubah istrimu yang kampungan. Kenapa kamu malah menahannya?""Apa Ibu tidak lihat, Pak Zayyan begitu membela Kania. Adnan yakin jika dia menyukai Kania Bu," ucapan Adnan membuat wanita paruh baya itu langsung tertawa seketika. "Apa kamu tidak waras Adnan, dia memiliki istri yang sempurna. Mana mungkin dia menyukai Kania yang kampungan itu," dengus Ibu Adnan. Wanita paruh baya itu memang tidak menyukai Kania, karena dia berasal dari keluarga sederhana. Namun, Adnan yang berusaha terus-menerus akhirnya membuat wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun begitu, selama dua tahun pernikahan mereka, wanita itu tetap membenci Kania."Bu, Kania dan Rayna itu sangat berbeda, Istri Adnan itu spesial Bu. Bisa tidak, jika ibu jangan ikut campur dengan urusan rum
"Apa yang kalian lakukan di rumah saya?" Wajah Rayna tampak pucat, dia tergagap mencari kata-kata yang tepat. "Mas, ka-kami ....""Kania, ini tidak seperti yang kamu lihat, sayang."Zayyan tertegun saat Adnan berjalan ke arahnya lalu menghempaskan tangan lelaki itu."Sayang ... Tadi waktu Mas dan Bu Rayna sedang mendekor kamar ini, tiba-tiba ada air tumpah mengenai baju kami. Kamu jangan salah paham sama Mas! Kamu percaya 'kan?""Iya, Mas." Tidak ada reaksi apapun dari wajah Kania, benar-benar membuat Adnan tercengang. Biasanya, ia akan melihat raut wajah Kania yang begitu lucu karna cemburu, dia juga akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Namun kali ini, ekspresi wajah Kania sangatlah datar dan tanpa emosi, membuat Adnan semakin terkejut."Sayang ...." "Bukannya kamu meminta aku untuk percaya ... Aku sudah percaya Mas!" Terdengar helaan nafas dari mulut Adnan. "Baiklah Kania, sekarang Mas mau tau apa yang kamu lakukan bersama Pak Zayyan. Mengapa kalian pegangan tangan?" "Sam
"Sebentar lagi sayang, tunggu beberapa jam lagi, maka semuanya akan selesai!" Zayyan tersenyum, ia mengecup kepala Kania dengan pelan. Meski ia tau ini salah, tapi Zayyan sudah tidak peduli akan hal itu. "Sayang?"Deg! Suara teriakan yang familliar, membuat Kania dan Zayyan langsung melepaskan pelukannya. Di sana, terlihat dua orang yang begitu terkejut dengan apa yang mereka lihat."Kalian berselingkuh?" "Mamah, Papah .... Dari kapan kalian datang?" "Lupakan itu, Zayyan. Sekarang katakan siapa wanita itu?" Kania menunduk saat wanita paruh baya itu menunjuk wajahnya, tatapan tajam wanita tersebut membuat Kania merasa sedikit ketakutan."Mah, dia Kania. Calon istri Zayyan!" "Zayyan apa kamu sudah tidak waras? Kamu punya istri, dan malah mencintai orang lain! ... Dan dia, jangan katakan jika dia juga punya suami?" "Yah, memangnya kenapa, Mah?" Jawaban Zayyan membuat orang tuanya benar-benar melongo.Wajah anaknya juga terlihat begitu santai, tidak seperti Kania yang sudah ketaku
Bab 11"Kania, kamu sangat beruntung mempunyai suami yang perhatian dan juga baik seperti Pak Adnan." Kania yang sedang menata bunga tertegun mendengarnya, wanita itu menatap ke arah Rayna lalu tertawa. "Maaf, Bu. Bukan harusnya anda yang bahagia, karna mendapat lelaki kaya dan sangat tampan seperti Pak Zayyan?" "Kania, Mas Zayyan tidak sebaik yang kamu kira ." Rayna mengambil setangkai mawar merah dan menghirupnya. "Kamu lihat bunga ini Kania, sangat indah bukan?" tanyanya, membuat Kania menganggukan kepala. "Mas Zayyan seperti bunga ini, dia memang sangat indah. Tapi jika di lihat lebih dekat, apalagi kamu sampai berani menyentuhnya maka kamu akan merasakan sakit." Rayna merengis saat dirinya tidak sengaja menyentuh duri di tangkai bunga itu. Sementara itu, Kania yang melihat kejadian tersebut terkekeh. Dengan hati-hati, wanita tersebut mengambil bunga mawar yang berada di tangan Rayna."Jika kita pandai merawatnya, dan selalu berhati-hati maka duri di bunga ini tidak akan mel
Zayyan mematikan ponselnya, lelaki itu bergegas menghampiri Kania yang sedang berbincang dengan keluarganya. "Kania, ikut saya." "Ada apa, Mas?" Kania yang tidak tau apa-apa mengerutkan keningnya. Tidak ada jawaban dari Zayyan, lelaki itu malah mengajak semuanya untuk ikut dengan dirinya."Ada apa Nak Zayyan? Kenapa kamu kembali mengajak kami untuk masuk. Satenya sudah mateng nih?" Ibu Adnan berucap sembari memakan beberapa tusuk sate, sedangkan yang lain mendengus kesal karna wanita itu hanya makan dan tidak membantu. "Zayyan apa ada sesuatu yang terjadi ... Dan kemana Rayna?" tanya Ibu Rayna dengan wajah yang terlihat khawatir karna anaknya juga tidak ada di sana. "Mamah akan tau dimana Rayna berada, sekarang semuanya ikut saya." Raut wajah mereka saling bertautan, sebelum akhirnya bersama-sama mengikuti langkah Zayyan yang memasuki ruangan. Di dalam, sudah ada Ibu Zayyan yang tampak menunggu membuat beberapa orang semakin penasaran dengan apa yang sedang terjadi."Nyonya, ad