"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
[Sayang, aku kangen. Ke rumah aku yah, suamiku sudah pergi.]Aku tersenyum melihat notif chat di ponsel suamiku, jadi wanita inilah yang menyebabkan lelaki yang sudah dua tahun membina rumah tangga denganku itu berubah. Aku meletakan ponsel miliknya di atas meja, lalu kembali membereskan kamar dan berbuat seolah-olah tidak tau apa-apa. "Dek, liat ponsel Mas gak. Tadi Mas cari gak ketemu-ketemu," ucap Mas Adnan yang baru masuk ke dalam kamar. "Tuh, di atas meja. Tadi, aku lihat ketutupan bantal," aku menjelaskan.Melihat hal itu, Mas Adnan langsung berjalan ke sana dengan tergesa-gesa dan mengambil benda pipihnya."Kamu, gak buka HP Mas, kan?" tanyanya dengan wajah yang terlihat tegang.Aku tersenyum lalu menggelengkan kepala. "Memang ada apa, Mas? Bukannya kamu selalu mengunci ponselmu. Bagaimana aku bisa membukanya?"Terlihat Mas Adnan langsung menghembuskan nafas lega, "Gak ada apa-apa sayang. Hm, Mas mau pergi dulu yah, bos kantor ngabarin kalo sekarang harus ke kantor.""Mas, b
"Mas, kenapa lemarinya bergoyang?" "Sepertinya ada sesuatu di dalam sana, kita harus periksa," ujar Mas Adnan."Tapi sayang, kita belum selesai sampai puncaknya!" Aku mendengus mendengar ucapan Rayna, wanita itu benar-benar gatal. Di posisi seperti ini ia masih saja membicarakan tentang hasratnya, sedangkan respon Mas Adnan, dia terlihat tidak peduli dan kembali memakai bajunya lalu mendekati lemari ini. Ya tuhan, aku benar-benar takut. Bagaimana jika Mas Adnan sampai melihat kami berdua. "Mas Zayyan, bagaimana ini?" bisikku padanya. Tapi lelaki itu malah sibuk mengutak-atik ponsel miliknya. "Buat lemari ini semakin bergoyang!""Apa?" Brak! Brak! "Cit ... Cit!"Mataku terbelalak saat melihat Mas Zayyan menggoyangkan lemari dengan kuat, sambil menghidupkan suara tikus di ponselnya yang terdengar seperti ribuan tikus berkeliaran."AAA DI DALAM SANA BANYAK TIKUS!" Aku melihat Rayna menjerit histeris, Mas Adnan yang sudah mendekati lemari ini pun langsung mundur dengan wajahnya ya
Aku terkekeh melihat isi pesan mereka berdua, jika dilihat seperti ini pasti semuanya akan memilih Mas Adnan dan mencurigai Mas zayyan. Tapi ternyata semuanya berbanding terbalik, yang selalu bersikap manis malah lebih lihai dalam bermain di belakang. Aku memejamkan mata tidak ingin memikirkan hal apapun lagi, sekarang waktunya untuk istirahat karna berpura-pura baik setiap hari juga membutuhkan tenaga. ***Paginya aku bangun dan langsung bersiap untuk pulang, aku tidak ingin Mas Adnan curiga jika melihatku tidak ada di rumah saat dia pulang nanti. Tiba-tiba terdengar suara bell pintu berbunyi, membuatku terkejut sejenak sebelum aku segera berjalan mendekati pintu. Aku yakin itu pasti Mas Zayyan yang datang.Benar saja, saat aku membuka pintu. Mas Zayyan sudah tersenyum manis ke arahku. "Masuk, Mas!" Lelaki itu mengangguk, ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam. "Kania, kemarin saya sudah merekam pergumulan mereka. Di tambah dengan beberapa bukti yang kita kumpulkan mungkin
Rayna dan Mas Adnan yang mendengar hal itu langsung melebarkan matanya. "Mas, kamu bercanda kan?""Menurutmu?" tanyanya sembari terkekeh. "Pak Zayyan suka bercanda ternyata." Mas Adnan ikut tertawa, ia lalu menatap ke arahku. "Mana mungkin saya ingin bertukar istri, saya sangat mencintai Kania," ucapnya membuat wanita yang berada di sampingnya tampak memandang lelaki itu dengan tajam. "Hm, kamu sangat beruntung Adnan. Tetapi saya lebih beruntung," ujar Mas Zayyan sembari memandang Rayna. Namun, tangan lelaki itu turun dan menggenggam tanganku.Aku melihat Wajah Rayna tampak bersemu merah, tapi aku tidak tau entah keberuntungan apa yang di maksud Mas Zayyan. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan mengantarkan makanan yang kami pesan, akan tetapi selera makanku sudah benar-benar hilang. "Kenapa gak di makan?" tanya Mas Zayyan. "Gak papa." Deg! Aku langsung melebarkan mataku, dan mendongak menatap Rayna yang ikut terkejut karena jawaban kami berdua bersamaan."Ma--maaf, saya kira