Pov authorKania terbangun dan menatap kamarnya sudah kosong, pikiran wanita itu kembali mengingat kejadian barusan. Air matanya menetes, ia yang tidak bisa mengontrol dirinya sampai melakukan hal sememalukan itu pada suaminya sendiri. Tiba-tiba mata Kania tidak sengaja menoleh ke arah meja di sampingnya, di sana sudah tersedia sarapan beserta secarik kertas kecil.Wanita itu mengambil kertas itu dan membacanya, di sana ada kata-kata manis yang membuat jantung Kania berdetak kencang. 'Jangan lupa sarapan sayang, dan tunggu aku pulang. Aku mencintaimu,'"Tidak, bagaimana aku bisa bertemu Mas Zayyan setelah kejadian tadi," gerutunya sembari menutup wajah. Ia merasa begitu malu, walaupun mereka sudah menikah namun baru kali ini ia seterbuka itu di depan Zayyan. Kania terdiam sejenak, setelah lama berpikir akhirnya ia kembali menaruh kertas itu di tempatnya dan turun dari tempat tidur. Ia memilih untuk pergi ke rumah orang tuanya, untuk saat ini ia ingin menenangkan diri dan menghinda
Zayyan tidak bisa menahan senyumnya saat melihat wajah Kania yang tampak kesal, wanita itu terus menggerutu karna tau Ibunya mendengar apa yang mereka bicarakan. "Mas Zayyan, kenapa bahas itu. Malu ih, di denger Ibu," keluhnya.Zayyan terkekeh, ia lalu mendekat ke arah Kania. "Hm, memangnya kenapa? Kan kita sudah suami istri!" bisiknya di telinga Kania. "Tapi 'kan, Mas ...."Cup! Mata Kania melebar saat Zayyan mencium bibir wanita itu sekilas, Kania yang sejak tadi tidak berhenti bicara langsung diam seketika. Kania yang sudah salah tingkah memilih untuk bangkit, namun Zayyan langsung menarik tangannya hingga badan wanita itu jatuh di pangkuan Zayyan. "Mau kemana, hm?" tanya Zayyan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kania. "Mas lepasin!" Kania memberontak namun Zayyan semakin mempererat pelukannya. "Diam Kania, saya masih merindukanmu," lirihnya membuat kania mengulas senyum tipis, ia yang menundukan kepala langsung mendongak menatap Zayyan. "Maafin kelakukan Mas kemari
"Aa--adnan, bangun. Kamu ingi menipu saya 'kan? Bangun Adnan!" Zayyan terus menggoyangkan tubuh Adnan hingga darah lelaki itu mengenai tangannya, bau anyir begitu menyeruak membuatnya seketika tersadar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Zayyan mengambil tangan Adnan dan merasakan bahwa urat nadinya sudah tidak berdenyut. Demi meyakinkan diri, ia kembali menempelkan jarinya di hidung lelaki itu."Tidak mungkin!" Lelaki itu seketika memejamkan mata dengan badannya yang seketika melemas, saat menyadari jika Adnan sudah tiada. Tubuh Zayyan gemetar, ia tidak tau harus berbuat apa. Terpaksa lelaki itu menelpon ambulan dan membawa jenazah Adnan ke rumah sakit. ***Di sisi lain, Kania dengan cemas menunggu Zayyan. Lelaki itu bilang akan pulang pukul sepuluh malam, namun sekarang sudah tengah malam akan tetapi Zayyan tak kunjung datang. Kania berkali-kali menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Ia yang kesal langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. "Mas, kamu kemana si
"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
[Sayang, aku kangen. Ke rumah aku yah, suamiku sudah pergi.]Aku tersenyum melihat notif chat di ponsel suamiku, jadi wanita inilah yang menyebabkan lelaki yang sudah dua tahun membina rumah tangga denganku itu berubah. Aku meletakan ponsel miliknya di atas meja, lalu kembali membereskan kamar dan berbuat seolah-olah tidak tau apa-apa. "Dek, liat ponsel Mas gak. Tadi Mas cari gak ketemu-ketemu," ucap Mas Adnan yang baru masuk ke dalam kamar. "Tuh, di atas meja. Tadi, aku lihat ketutupan bantal," aku menjelaskan.Melihat hal itu, Mas Adnan langsung berjalan ke sana dengan tergesa-gesa dan mengambil benda pipihnya."Kamu, gak buka HP Mas, kan?" tanyanya dengan wajah yang terlihat tegang.Aku tersenyum lalu menggelengkan kepala. "Memang ada apa, Mas? Bukannya kamu selalu mengunci ponselmu. Bagaimana aku bisa membukanya?"Terlihat Mas Adnan langsung menghembuskan nafas lega, "Gak ada apa-apa sayang. Hm, Mas mau pergi dulu yah, bos kantor ngabarin kalo sekarang harus ke kantor.""Mas, b