Aku terkekeh melihat isi pesan mereka berdua, jika dilihat seperti ini pasti semuanya akan memilih Mas Adnan dan mencurigai Mas zayyan. Tapi ternyata semuanya berbanding terbalik, yang selalu bersikap manis malah lebih lihai dalam bermain di belakang.
Aku memejamkan mata tidak ingin memikirkan hal apapun lagi, sekarang waktunya untuk istirahat karna berpura-pura baik setiap hari juga membutuhkan tenaga. ***Paginya aku bangun dan langsung bersiap untuk pulang, aku tidak ingin Mas Adnan curiga jika melihatku tidak ada di rumah saat dia pulang nanti. Tiba-tiba terdengar suara bell pintu berbunyi, membuatku terkejut sejenak sebelum aku segera berjalan mendekati pintu. Aku yakin itu pasti Mas Zayyan yang datang.Benar saja, saat aku membuka pintu. Mas Zayyan sudah tersenyum manis ke arahku. "Masuk, Mas!" Lelaki itu mengangguk, ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam. "Kania, kemarin saya sudah merekam pergumulan mereka. Di tambah dengan beberapa bukti yang kita kumpulkan mungkin semuanya sudah cukup buat saya untuk membongkar semua ini." "Aku serahin semuanya sama Mas aja." "Baiklah, sekarang biarkan mereka bersenang-senang beberapa hari. Lebih baik kita juga cepat pergi dari sini, hm ... Kamu mau jalan-jalan?" "Mas, sepertinya liburan mereka di batalkan ... Lihat ini, " jawabku sembari menyodorkan chat Mas Adnan semalam.Mata Mas Zayyan mendelik seketika. "Apa-apaan, ini. Kita sudah jauh-jauh ke sini, dan mereka hanya seperti itu." Apa? Hanya. Astaga, apa Mas Zayyan tidak punya perasaan, kenapa dia seolah-olah begitu biasa melihat perbuatan mereka. Istrinya sudah berbuat hal di luar batas dan dia bilang hanya, aku curiga. Apa penyebab Mas Zayyan setenang ini, karna walaupun kita sudah tidak mencintai pasangan kita mungkin saja ada rasa sakit yang tidak bisa di jabarkan karna sudah dikhianati. "Kania ... Hey, kenapa kamu diam?" "Mas, apa tidak ada secuil pun rasa marahmu pada istrimu?" "Ada Kania. Saya juga begitu dendam dan kecewa, karna saya merasa direndahkan sebagai suaminya. Tapi tidak berlebihan sepertimu," ucapnya sembari mendengus. Lah, malah nyindir. "Sudahlah, ayo. Sebelum pulang, kita makan ke restoran kesukaanmu." "Benarkah?" Mataku langsung berbinar mendengarnya. "Iya, ayo!" ***Mobil berhenti di sebuah restoran yang cukup sederhana, tapi walau begitu makanan di sini begitu nikmat. Sebagai seseorang yang dulunya hidup dengan sederhana, aku sangat menyukai makan di tempat ini. Apalagi, harganya sangat terjangkau, terutama saat aku masih menjadi seorang mahasiswa."Ayok!" ucap Mas Zayyan sembari menarik tanganku untuk masuk ke dalam. "Tunggu di sini, saya ke toilet sebentar." Aku menganggukkan kepala dan duduk sambil memandangi jalanan. Tiba-tiba, pandanganku tertarik pada mobil yang baru saja berhenti. Jantungku seketika ingin melompat saat aku melihat Mas Adnan dan Rayna keluar dari mobil tersebut.Astaga, mengapa mereka datang ke sini? Aku menjadi panik karena berada di tengah-tengah dan kemungkinan besar akan terlihat oleh mereka. Tanpa pikir panjang, aku segera meraih buku menu dan menggunakannya untuk menutupi wajahku."Semoga mereka tidak melihatku.""Kania ...."Deg! Aku langsung mendongak, mataku melebar melihat Mas Adnan sudah berdiri di depanku. "Ma--mas Adnan, kok bisa ada di sini?" tanyaku sembari celingukan. Kenapa tidak ada Rayna, kemana wanita itu. "Hm, Mas ke sini ingin membelikan makanan kesukaanmu. Tapi ternyata kamu juga ada di sini," jawabnya membuatku tersenyum. Suamiku ini memang pandai mencari alasan. "Kenapa belum pesan, biar Mas pesankan." Ia lalu duduk dan mengambil buku menu yang berada di tanganku, wajah lelaki itu juga terlihat begitu santai. Ia begitu pandai menyembunyikan ekspresinya, walau ku tau dirinya terlihat mencemaskan Rayna yang pergi menghilang. "Pelayan," panggil Mas Adnan, sembari menatap ke sekeliling. Tiba-tiba lelaki itu kembali berdiri, dengan wajahnya yang berubah pucat. Aku yang heran melihat ekspresinya, lalu menoleh ke belakang. Seketika aku ikut terkejut saat melihat Mas Zayyan dan Rayna berjalan ke arah kami. Wajah Rayna terlihat begitu masam, berbeda dengan Mas Zayyan yang sangat tenang dengan tangannya di masukan ke kantong celana."Bb--bos." "Hallo, Adnan. Kebetulan sekali, kita bisa bertemu di sini," ucap Mas Zayan sembari tersenyum ke Arah Mas Adnan. "Ii--iya, Pak." "Ah iya, bagaimana liburan kamu?" tanya Mas Zayyan membuat keningku berkerut."Liburan?" tanyaku. Mas Zayyan seketika menatap lekat ke arahku, aku langsung tersenyum saat tau apa yang dia maksud. Baiklah, aku ikuti permainanmu Mas. "Adnan, kenapa diam saja?" tanya Mas Zayyan pada suamiku yang sudah seperti mayat hidup. "Mas, apa kamu membohongiku? Bukannya kamu bilang kemarin ada proyek dengan Bosmu? Lalu ... Mas, kemana kamu semalam?" cecarku dengan wajah di buat agar terlihat mencurigainya."Mm--mas, kemarin ...." Mas Adnan terlihat gugup untuk bicara, wajahnya pun sudah mengeluarkan keringat dingin. Aku benar-benar ingin tertawa melihatnya, ini baru permulaan Mas bagaimana nanti jika kami nanti membongkar semuanya. "JAWAB MAS!" "Aku yang mengajak Mas Adnan pergi." Aku menatap heran Rayna yang ikut bicara, "Apa maksudmu?""Kemarin, memang Pak Adnan aku perintahkan untuk membantuku membuat acara pesta untuk menyambut hari pernikahanku dan Mas Zayyan yang dua hari lagi akan berjalan satu tahun.Iya kan, Pak Adnan? Aku sengaja menyuruhnya untuk bilang padamu bahwa bosnya yang menyuruh dia. Takutnya nanti kalo kamu tau, kamu bakal overthinkting gak jelas dan sedih semalaman," ujar Rayna sembari tersenyum padaku, senyum yang terlihat begitu sinis. "Iya, sayang. Yang di katakan Rayna benar, maafin Mas yah?" "Terus bagaimana kejutannya?" tanya Mas Zayyan, membuat mereka saling pandang. "Mas, semalam tuh kami cari tempat yang mewah untuk acara kita. Tapi belum dapat, malahan ada satu hotel yang ngga banget ih ... Iya, kan Pak Adnan?" tanya Rayna sembari begidik ngeri. "Ii--iya, Pak. Nanti saya akan mencari tempat yang lebih bagus untuk acara kalian berdua, lebih baik sekarang kita makan dulu." Aku berusaha mengendalikan emosiku yang terasa ingin meluap, apalagi melihat wajah Rayna yang seperti menatap remeh ke arahku. Kalian berdua memang cocok, sama-sama pandai mencari alasan. "Sayang, kenapa masih berdiri di situ? Ayo duduk." Aku menghela nafas pelan, lalu akhirnya ikut duduk. Seorang pelayan tiba-tiba datang, kami langsung memesan makanan sedangkan Mas Zayyan hanya diam. "Suaminya, mau di pesankan apa Bu?" tanya Pelayan sembari melihat ke arah Mas Zayyan yang berdiri di sampingku. "Samakan saja," jawab Rayna. "Owh, saya pikir Mbak ini istrinya." Tunjuknya ke arahku. "Heyy, dia istri saya!" timpal Mas Adnan. "Ma--maaf, saya pikir Mbak ini istrinya soalnya mereka cocok," ujar Pelayan itu membuat kami terkejut. Ah, bisa aja si Mbaknya. Aku melihat wajah kedua orang itu tampak begitu tidak suka, terlebih ketika Mas Zayyan tiba-tiba nyeletuk. "Hm, bagaimana kalau kita tukar istri saja?" tanyanya sembari tersenyum ke arah Mas Adnan, dengan ekspresinya yang merasa tidak bersalah.Rayna dan Mas Adnan yang mendengar hal itu langsung melebarkan matanya. "Mas, kamu bercanda kan?""Menurutmu?" tanyanya sembari terkekeh. "Pak Zayyan suka bercanda ternyata." Mas Adnan ikut tertawa, ia lalu menatap ke arahku. "Mana mungkin saya ingin bertukar istri, saya sangat mencintai Kania," ucapnya membuat wanita yang berada di sampingnya tampak memandang lelaki itu dengan tajam. "Hm, kamu sangat beruntung Adnan. Tetapi saya lebih beruntung," ujar Mas Zayyan sembari memandang Rayna. Namun, tangan lelaki itu turun dan menggenggam tanganku.Aku melihat Wajah Rayna tampak bersemu merah, tapi aku tidak tau entah keberuntungan apa yang di maksud Mas Zayyan. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan mengantarkan makanan yang kami pesan, akan tetapi selera makanku sudah benar-benar hilang. "Kenapa gak di makan?" tanya Mas Zayyan. "Gak papa." Deg! Aku langsung melebarkan mataku, dan mendongak menatap Rayna yang ikut terkejut karena jawaban kami berdua bersamaan."Ma--maaf, saya kira
Aku mengangguk, akhirnya tidur sembari memunggungi Mas Adnan. Maafkan aku Mas, bukannya aku tidak ingin melayanimu akan tetapi perbuatanmu sudah benar-benar tidak bisa di maafkan lagi. Entah kenapa bayangan menjijikan dirinya dengan perempuan itu terus terngiang di pikiranku, membuatku kadang tidak bisa mengontrol emosiku padanya. ***Aku menatap jam yang sudah menunjukan pukul 15.30, aku langsung menjalankan kewajibanku yaitu memasak untuknya."Sayang, masak apa?" tanya Mas Adnan yang baru keluar dari kamar mandi. "Sayur sop, sama ayam goreng. Kamu bilang, Ibu akan datang. Jadi, aku harus menyiapkan makanan spesial untuknya kan? Jika tidak, dia akan mengatakan bahwa aku istri tidak berguna." Ucapanku membuat Mas Adnan tampak melebarkan matanya, tapi tidak ada sepatah katapun yang dia ucapkan sampai terdengar suara ketukan pintu di depan. "Hm, Itu pasti Ibu ... Mas buka pintu dulu yah," ujarnya lalu melangkahkan kakinya keluar, aku menghela nafas pelan. Kedatangan Ibu pasti akan
Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah."Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan.""Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. "Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. "Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. "Maksudnya Mas Zayyan?" "Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." "Tapi yang Ibu ucapkan itu
Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah."Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan.""Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. "Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. "Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. "Maksudnya Mas Zayyan?" "Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." "Tapi yang Ibu ucapkan itu
Pov author"Kania, tunggu!" Adnan yang hendak menyusul, terhenti saat Ibunya menahan tangan lelaki itu. "Adnan, kamu mau kemana?" "Bu, Kania di bawa Pak Zayyan. Aku harus menyusulnya ....""Adnan, bos kamu itu sudah baik ingin merubah istrimu yang kampungan. Kenapa kamu malah menahannya?""Apa Ibu tidak lihat, Pak Zayyan begitu membela Kania. Adnan yakin jika dia menyukai Kania Bu," ucapan Adnan membuat wanita paruh baya itu langsung tertawa seketika. "Apa kamu tidak waras Adnan, dia memiliki istri yang sempurna. Mana mungkin dia menyukai Kania yang kampungan itu," dengus Ibu Adnan. Wanita paruh baya itu memang tidak menyukai Kania, karena dia berasal dari keluarga sederhana. Namun, Adnan yang berusaha terus-menerus akhirnya membuat wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun begitu, selama dua tahun pernikahan mereka, wanita itu tetap membenci Kania."Bu, Kania dan Rayna itu sangat berbeda, Istri Adnan itu spesial Bu. Bisa tidak, jika ibu jangan ikut campur dengan urusan rum
"Apa yang kalian lakukan di rumah saya?" Wajah Rayna tampak pucat, dia tergagap mencari kata-kata yang tepat. "Mas, ka-kami ....""Kania, ini tidak seperti yang kamu lihat, sayang."Zayyan tertegun saat Adnan berjalan ke arahnya lalu menghempaskan tangan lelaki itu."Sayang ... Tadi waktu Mas dan Bu Rayna sedang mendekor kamar ini, tiba-tiba ada air tumpah mengenai baju kami. Kamu jangan salah paham sama Mas! Kamu percaya 'kan?""Iya, Mas." Tidak ada reaksi apapun dari wajah Kania, benar-benar membuat Adnan tercengang. Biasanya, ia akan melihat raut wajah Kania yang begitu lucu karna cemburu, dia juga akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Namun kali ini, ekspresi wajah Kania sangatlah datar dan tanpa emosi, membuat Adnan semakin terkejut."Sayang ...." "Bukannya kamu meminta aku untuk percaya ... Aku sudah percaya Mas!" Terdengar helaan nafas dari mulut Adnan. "Baiklah Kania, sekarang Mas mau tau apa yang kamu lakukan bersama Pak Zayyan. Mengapa kalian pegangan tangan?" "Sam
"Sebentar lagi sayang, tunggu beberapa jam lagi, maka semuanya akan selesai!" Zayyan tersenyum, ia mengecup kepala Kania dengan pelan. Meski ia tau ini salah, tapi Zayyan sudah tidak peduli akan hal itu. "Sayang?"Deg! Suara teriakan yang familliar, membuat Kania dan Zayyan langsung melepaskan pelukannya. Di sana, terlihat dua orang yang begitu terkejut dengan apa yang mereka lihat."Kalian berselingkuh?" "Mamah, Papah .... Dari kapan kalian datang?" "Lupakan itu, Zayyan. Sekarang katakan siapa wanita itu?" Kania menunduk saat wanita paruh baya itu menunjuk wajahnya, tatapan tajam wanita tersebut membuat Kania merasa sedikit ketakutan."Mah, dia Kania. Calon istri Zayyan!" "Zayyan apa kamu sudah tidak waras? Kamu punya istri, dan malah mencintai orang lain! ... Dan dia, jangan katakan jika dia juga punya suami?" "Yah, memangnya kenapa, Mah?" Jawaban Zayyan membuat orang tuanya benar-benar melongo.Wajah anaknya juga terlihat begitu santai, tidak seperti Kania yang sudah ketaku
Bab 11"Kania, kamu sangat beruntung mempunyai suami yang perhatian dan juga baik seperti Pak Adnan." Kania yang sedang menata bunga tertegun mendengarnya, wanita itu menatap ke arah Rayna lalu tertawa. "Maaf, Bu. Bukan harusnya anda yang bahagia, karna mendapat lelaki kaya dan sangat tampan seperti Pak Zayyan?" "Kania, Mas Zayyan tidak sebaik yang kamu kira ." Rayna mengambil setangkai mawar merah dan menghirupnya. "Kamu lihat bunga ini Kania, sangat indah bukan?" tanyanya, membuat Kania menganggukan kepala. "Mas Zayyan seperti bunga ini, dia memang sangat indah. Tapi jika di lihat lebih dekat, apalagi kamu sampai berani menyentuhnya maka kamu akan merasakan sakit." Rayna merengis saat dirinya tidak sengaja menyentuh duri di tangkai bunga itu. Sementara itu, Kania yang melihat kejadian tersebut terkekeh. Dengan hati-hati, wanita tersebut mengambil bunga mawar yang berada di tangan Rayna."Jika kita pandai merawatnya, dan selalu berhati-hati maka duri di bunga ini tidak akan mel