Bab 11"Kania, kamu sangat beruntung mempunyai suami yang perhatian dan juga baik seperti Pak Adnan." Kania yang sedang menata bunga tertegun mendengarnya, wanita itu menatap ke arah Rayna lalu tertawa. "Maaf, Bu. Bukan harusnya anda yang bahagia, karna mendapat lelaki kaya dan sangat tampan seperti Pak Zayyan?" "Kania, Mas Zayyan tidak sebaik yang kamu kira ." Rayna mengambil setangkai mawar merah dan menghirupnya. "Kamu lihat bunga ini Kania, sangat indah bukan?" tanyanya, membuat Kania menganggukan kepala. "Mas Zayyan seperti bunga ini, dia memang sangat indah. Tapi jika di lihat lebih dekat, apalagi kamu sampai berani menyentuhnya maka kamu akan merasakan sakit." Rayna merengis saat dirinya tidak sengaja menyentuh duri di tangkai bunga itu. Sementara itu, Kania yang melihat kejadian tersebut terkekeh. Dengan hati-hati, wanita tersebut mengambil bunga mawar yang berada di tangan Rayna."Jika kita pandai merawatnya, dan selalu berhati-hati maka duri di bunga ini tidak akan mel
Zayyan mematikan ponselnya, lelaki itu bergegas menghampiri Kania yang sedang berbincang dengan keluarganya. "Kania, ikut saya." "Ada apa, Mas?" Kania yang tidak tau apa-apa mengerutkan keningnya. Tidak ada jawaban dari Zayyan, lelaki itu malah mengajak semuanya untuk ikut dengan dirinya."Ada apa Nak Zayyan? Kenapa kamu kembali mengajak kami untuk masuk. Satenya sudah mateng nih?" Ibu Adnan berucap sembari memakan beberapa tusuk sate, sedangkan yang lain mendengus kesal karna wanita itu hanya makan dan tidak membantu. "Zayyan apa ada sesuatu yang terjadi ... Dan kemana Rayna?" tanya Ibu Rayna dengan wajah yang terlihat khawatir karna anaknya juga tidak ada di sana. "Mamah akan tau dimana Rayna berada, sekarang semuanya ikut saya." Raut wajah mereka saling bertautan, sebelum akhirnya bersama-sama mengikuti langkah Zayyan yang memasuki ruangan. Di dalam, sudah ada Ibu Zayyan yang tampak menunggu membuat beberapa orang semakin penasaran dengan apa yang sedang terjadi."Nyonya, ad
Pov Kania"Kania ... Hey, kamu kenapa?" Aku melihat wajah Mas Zayyan yang penuh kekhawatiran saat menatapku, namun aku merasa tak berdaya. Tubuhku terasa lemah, tenagaku sudah habis untuk selalu berpura-pura tegar seperti kemarin. "Kania, katakan sama saya apa yang kamu mau?" "Mas, aku mau pulang!" Satu kalimat yang keluar dari mulutku membuat Mas Zayyan tampak tertegun, akhirnya ia menganggukan kepalanya lalu menuntunku untuk masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, tidak ada pembicaraan di antara kami. Aku sibuk merenung, mencoba menggambarkan bagaimana masa depan akan terjadi. Kemungkinan berita tentang Mas Adnan dan Rayna akan segera menjadi viral, dan aku yakin hal ini akan berdampak pada Mas Zayyan juga.***Saat mobil berhenti di depan rumah Ibuku, Mas Zayyan dengan sigap turun dan membukakan pintu mobil untukku."Makasih Mas!" ucapku sembari tersenyum ke arahnya. "Hm, beristirahatlah!"Aku mengangguk, lalu berjalan masuk ke dalam. Saat akan masuk ke rumah, sebuah teriaka
Kania terdiam sejenak, ia masih tidak menyangka dengan apa yang di ucapkan Adnan. "Kania, Mas mohon percaya sama Mas.""Jangan sentuh aku!" Kania kembali menghindar saat Adnan menyentuh pundaknya. "Sayang ....""Pergilah, Mas," ucap wanita itu sembari menunjuk ke arah jalan. "Apa kamu sudah tidak mencintai Mas lagi, Kania? Kamu ingin melupakan semuanya?" tanyanya dengan wajah yang terlihat begitu prustasi. Kania menghela nafas pelan, lalu mengangguk membuat Adnan benar-benar tertegun. "Semenjak aku tau perselingkuhanmu dengan wanita itu, aku sudah tidak memiliki rasa apapun lagi padamu, Mas.""Tidak, Kania. Kamu bohong kan? Mas mohon, Kania. Maafkan Mas, itu semua hanya sebuah kehilafan." Adnan langsung bersujud di kaki Kania, namun tidak ada respons apapun yang diberikan. Ia hanya diam, tanpa ada air mata yang mengalir dari matanya."Lepaskan, Kania. Mas!" "Ngga, Kania. Mas sangat mencintaimu, Mas mohon." Melihat Adnan yang tidak ingin menghindar, Kania langsung memanggil kel
Adnan menatap penuh dendam ke arah Zayyan yang sudah masuk ke dalam rumahnya kembali, setelah itu ia menaiki mobilnya dan pergi meninggalkan rumah tersebut. Di jalan, Adnan terus mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat kegelisahan memenuhi pikirannya. Di sisi lain, ia memikirkan Kania namun di sisi lain, ia juga memikirkan pekerjaannya yang sebentar lagi akan hancur. "Argh!" Adnan tiba-tiba menghentikan mobilnya lalu memukul stir mobil dengan keras. Lelaki itu keluar dari mobil dan langsung berteriak di pinggir jembatan sembari menyugar rambutnya dengan kasar. "Kenapa? Kenapa ini harus terjadi!" teriak Adnan. Semua orang yang berada di sana menoleh sembari matanya menatap tajam ke arah Adnan. "Heh, lo jangan berisik bisa gak sih?" tegur salah satu orang. "Diam lo! Ini tuh tempat umum. Bukan tempat nenek moyang lo," jawab Adnan sembari menatap tajam lelaki itu. "Dasar, mungkin kalau ada seorang perempuan jadi istrimu, dia pasti sudah kabur karna tidak tahan punya suami gila s
"Sela lihatlah, di hari pernikahan Zayyan nanti. Mamah ingin kita memakai baju ini, apa menurutmu cocok?" tanya Ibu Zayyan sembari menatap putrinya yang sedari tadi hanya diam. "Sela," panggil Ibunya. Tangannya terulur menepuk pundak anak gadisnya dengan keras membuatnya seketika terperanjat."Ii--iya, Mah. Ada apa?" "Kamu kenapa? Mamah melihat sekarang kamu gampang sekali melamun. Apa kamu sakit? Kalo sakit kita ke rumah sakit sekarang yah, Nak.""Apasih Mah, mana mungkin aku sakit. Mamah ngaco!" jawab Sela dengan wajahnya yang terlihat begitu panik bersamaan dengan keringat dingin yang tiba-tiba keluar dari keningnya."Tapi, Nak ....""Mah, Sela mau istirahat!" Ibu Zayyan hanya diam melihat kepergian putri satu-satunya. Hatinya langsung merasa tidak enak saat menyadari ada yang aneh dengan putrinya. ***"Sayang apa kamu sudah siap?" "Iya Mas, kita ketemuan di butik ya" jawab wanita di sebrang sana, membuat Zayyan mendesah pelan. "Jangan lama-lama, saya sudah rindu!"Kania yang
FlashbackBeberapa menit setelah meminum minuman yang diberikan Adnan, Sela memegang kepala yang terasa begitu berat. Ia menatap ke sekeliling, pandangnya terasa mengabur dengan kepala yang berdenyut hebat. Adnan yang menyadari perubahan itu, tersenyum sinis. Ia mengeluarkan banyak uang yang sudah dia siapkan lalu melemparkannya ke meja. Teman-teman Sela yang melihat hal itu melebarkan matanya. "Uu--uang sebanyak ini untuk apa?" tanya salah satu temannya."Kalian habiskan uang itu sesuka kalian," ujar Adnan membuat mereka saling pandang. "Tapi, atas dasar apa kamu memberikan uang sebanyak ini?" Adnan menatap ke samping, lelaki itu lalu tersenyum sembari mengelus rambut Sela. "Tinggalkan saya bersama Sela." "Ta--tapi ...." Mereka semua langsung saling pandang, terlihat keraguan di mata teman-temannya. "Kalian tenang saja, Sela akan baik-baik saja dengan saya. Lagian, saya juga mengenal Zayyan, kakak Sela."Mereka akhirnya menganggukan kepala, matanya penuh binar menatap uang yang
Pov Kania. "Saya harus pulang sekarang, Kania!" kata lelaki itu dengan wajah yang terlihat sangat kacau. Aku tidak bisa menahannya lagi dan segera memanggil dokter serta membuat surat kepulangan untuk Mas Zayyan.Setelah semuanya selesai, aku memutuskan untuk ikut ke rumahnya. Meskipun Mas Zayyan sempat melarangku, tetapi aku tidak bisa meninggalkan Mas Zayyan dalam kondisi seperti ini.***Terdengar helaan nafas Mas Zayyan saat mobil berhenti di depan rumahnya, aku melihat lelaki itu hanya diam memandang pintu rumah yang terbuka. Tidak ada reaksi apapun dalam dirinya, walau ku tau sekarang dia sedang berperang dengan perasaan dan juga pikirannya. "Mas." Aku mengambil tangan lelaki itu, membuat dirinya menoleh ke arahku. "Saya tidak bisa, Kania!" Wajah Mas Zayyan terlihat begitu sendu, jujur selama ini baru kulihat lelaki yang begitu aku cintai serapuh ini. Mas Adnan berhasil, lelaki itu benar-benar bisa membuat Mas Zayyan sangat hancur. Namun aku tidak akan membiarkan rencananya