FlashbackBeberapa menit setelah meminum minuman yang diberikan Adnan, Sela memegang kepala yang terasa begitu berat. Ia menatap ke sekeliling, pandangnya terasa mengabur dengan kepala yang berdenyut hebat. Adnan yang menyadari perubahan itu, tersenyum sinis. Ia mengeluarkan banyak uang yang sudah dia siapkan lalu melemparkannya ke meja. Teman-teman Sela yang melihat hal itu melebarkan matanya. "Uu--uang sebanyak ini untuk apa?" tanya salah satu temannya."Kalian habiskan uang itu sesuka kalian," ujar Adnan membuat mereka saling pandang. "Tapi, atas dasar apa kamu memberikan uang sebanyak ini?" Adnan menatap ke samping, lelaki itu lalu tersenyum sembari mengelus rambut Sela. "Tinggalkan saya bersama Sela." "Ta--tapi ...." Mereka semua langsung saling pandang, terlihat keraguan di mata teman-temannya. "Kalian tenang saja, Sela akan baik-baik saja dengan saya. Lagian, saya juga mengenal Zayyan, kakak Sela."Mereka akhirnya menganggukan kepala, matanya penuh binar menatap uang yang
Pov Kania. "Saya harus pulang sekarang, Kania!" kata lelaki itu dengan wajah yang terlihat sangat kacau. Aku tidak bisa menahannya lagi dan segera memanggil dokter serta membuat surat kepulangan untuk Mas Zayyan.Setelah semuanya selesai, aku memutuskan untuk ikut ke rumahnya. Meskipun Mas Zayyan sempat melarangku, tetapi aku tidak bisa meninggalkan Mas Zayyan dalam kondisi seperti ini.***Terdengar helaan nafas Mas Zayyan saat mobil berhenti di depan rumahnya, aku melihat lelaki itu hanya diam memandang pintu rumah yang terbuka. Tidak ada reaksi apapun dalam dirinya, walau ku tau sekarang dia sedang berperang dengan perasaan dan juga pikirannya. "Mas." Aku mengambil tangan lelaki itu, membuat dirinya menoleh ke arahku. "Saya tidak bisa, Kania!" Wajah Mas Zayyan terlihat begitu sendu, jujur selama ini baru kulihat lelaki yang begitu aku cintai serapuh ini. Mas Adnan berhasil, lelaki itu benar-benar bisa membuat Mas Zayyan sangat hancur. Namun aku tidak akan membiarkan rencananya
"Tidak, saya hanya tidak menyangka jika Pak Zayyan yang terhormat mau menerima saya menjadi adik iparnya," jawab Mas Adnan dengan matanya yang menatap ke arahku. Mas Zayyan tampak terkekeh, ia menepuk pundak Mas Adnan dan menjawab dengan nada pelan. "Saya melakukan itu bukan semata-mata untuk membuat Sela bahagia, namun untuk memperlihatkan padamu juga. Bahwa wanita yang dulu kamu sia-siakan, sekarang akan hidup bahagia." Aku tertegun saat Mas Zayyan mengangkat tanganku dan menciumnya di hadapan semua orang."Kamu akan menderita, Adnan," bisik Mas Zayyan, namun kata-katanya masih terdengar olehku.Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkan oleh Mas Adnan kepada kami, namun terdengar suara ringisan dari Sela saat tangannya digenggam erat oleh Mas Adnan."Sakit, Mas!""Maaf, sayang...." Mas Adnan langsung menoleh ke arah Sela dan mengusap lembut tangannya.Aku tersenyum melihatnya, kutahu jika dia marah dia akan mengepalkan tangannya. Namun dia tidak menyadari bahwa ada tangan gadis y
Sekarang, aku dan Pak Dika kembali bertemu di sebuah kafe yang telah kujanjikan kemarin. Mataku memandang heran lelaki itu, yang sibuk mengutak-atik ponsel di tangannya."Apa yang sedang Anda lakukan, Pak?" tanyaku dengan kebingungan."Jam sepuluh, Nona Sela dan temannya akan datang kemari," jawabnya, membuatku terkejut.Aku melihat ke arah arloziku, yang menunjukkan pukul 09.40. Astaga, bagaimana mungkin dia baru memberitahuku sekarang?"Tidak usah panik, Nona," ucap Pak Dika sambil merogoh sesuatu di dalam tasnya. Senyumku melebar saat dia memberikanku sebuah topi."Pakailah topi ini, mereka pasti tidak akan mengenali kita," katanya.Aku segera mengambil topi tersebut dan memakainya. "Ah, tidak heran Mas Zayyan sangat mempercayaimu. Ternyata kau luar biasa," pujiku. Sementara Pak Dika hanya tersenyum tipis.***Jam sudah menunjukkan pukul 10.14. Aku langsung menunduk sembari memegang topiku saat melihat Sela dan beberapa temannya datang dan duduk di sebuah kursi tepat di belakangku
"Selamat atas pernikahanmu, Kania," ucap Sella sambil mengulurkan tangannya kepadaku. Namun, tidak terlihat senyuman di wajahnya.Aku membalas jabatan tangannya sambil tersenyum, aku tau alasan di balik sikap Sella. Wanita itu masih kesal, meskipun dia dan Mas Adnan telah menikah, tetapi tidak sesuai dengan keinginannya. Mereka hanya menikah secara siri kemarin, itulah yang membuat Sella mungkin akan semakin membenciku."Semoga kalian bahagia!"Aku menoleh ke arah Mas Adnan yang juga mengulurkan tangannya padaku. Tangannya menggantung di udara karena aku tidak membalas uluran itu, sampai tiba-tiba Mas Zayyan meraih tangannya."Terima kasih, Adnan," ucap Mas Zayyan. "Terima kasih karena sudah melepaskan Kania!"Mas Adnan terdengar tertawa kecil, dia menatapku sejenak lalu mendekati Mas Zayyan."Aku sudah sangat puas dengan Kania!"Dia berbicara dengan suara pelan namun kata-katanya menusuk hatiku sangat dalam."Pak Zayyan, andai kau tau jika Kania itu ...." Mas Adnan terdiam sejenak.
Kania terus menatap mobil Zayyan yang sudah keluar gerbang, senyum wanita itu terukir lagi saat mengingat kejadian tadi. Rasa lega mengalir dalam dirinya karena ternyata Zayyan tidak marah padanya.Kania menghela nafas pelan, ia berbalik dan sedikit terkejut karna melihat Sela sedang berdiri di belakangnya, sembari menatap sinis ke arahnya. "Sella, sedang apa kamu di sini?""Puas kamu, Mbak. Puas kamu membuat semua keluargaku menyukaimu?" teriaknya membuat Kania terperanjat. "Kenapa kamu bicara seperti itu, apa maksudmu?" tanya Kania. Wanita itu masih tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan adik iparnya. Terdengar kekehan dari mulut Sella, ia menggelengkan kepala sembari bersidekap dada dengan matanya menatap sinis ke arah Kania. "Jangan pura-pura polos, Mbak. Aku tau, jika kamu memasak makanan itu agar Mas Adnan bisa mengingat masa lalu kalian, dan memujimu kan?" Pertanyaan Sella membuat Kania tertegun Wanita itu benar-benar tidak menyangka dengan ucapan yang keluar dari mul
Kania terus menatap ke arah pintu kamarnya, jantungnya berdetak dengan cepat. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam, namun tidak ada tanda-tanda kepulangan Zayyan. Kania sudah bertanya kepada Dika tentang keberadaan Zayyan, akan tetapi Dika juga tidak mengetahuinya. Helaan nafas keluar dari mulut Kania, padahal wanita itu sudah berdandan begitu cantik untuk menyambut suaminya.Ia berjalan ke arah ranjang dan merebahkan dirinya di kasur. Mengambil selimut dan mulai menyelimuti badannya, hawanya terasa begitu dingin karna dia hanya memakai pakaian tipis. Brak! Matanya yang mulai terpejam kembali terbuka saat terdengar pintu dibuka dengan kencang, dalam kegelapan ia melihat seorang lelaki masuk ke kamarnya. Kania tersenyum, ia langsung bangun dan mulai menyalakan lampu lalu menghampiri Zayyan. "Mas, Kamu sudah pulang," ujarnya sembari Menghampiri Zayyan. Tiba-tiba Kania terperanjat saat Zayyan memeluknya dengan erat, rasa geli bercampur merinding karna kepala lelaki
"Berhenti untuk menganggu istri saya! Jika tidak, hidupmu kupastikan akan menderita, Adnan!" Aku menahan tubuh lelaki itu saat ia sudah ada di depan pintu, sedangkan Kania sudah pergi kembali ke depan. Adnan menghempaskan tanganku, ia lalu menatap remeh ke arahku. "Kau hanya mendapatkan raganya, tapi hatinya masih miliku, Zayyan!" ucapnya membuatku mengepalkan tangan. Jika saja kami tidak berada di rumah, mungkin aku sudah menghabisinya sekarang juga.Tahan Zayyan, menghadapi Adnan tidak perlu dengan kekerasan. Aku langsung tertawa hingga dia menatap heran ke arahku. Aku menepuk bahunya dengan keras. "Selain tidak tau malu, kau juga tidak tau diri adik ipar. Jelas-jelas kau tau jika Kania sangat mencintaiku, dan ...."Aku menjeda ucapanku, mendengar suara giginya gemeretak. Aku semakin tertawa karna berhasil memanasinya. "Yang kau katakan benar, jika istriku itu ...."Bugh! Belum sempat aku bicara, Adnan langsung menghantam rahangku membuatku tersungkur. Terlihat lelaki itu begi
"Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"Aa--adnan, bangun. Kamu ingi menipu saya 'kan? Bangun Adnan!" Zayyan terus menggoyangkan tubuh Adnan hingga darah lelaki itu mengenai tangannya, bau anyir begitu menyeruak membuatnya seketika tersadar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Zayyan mengambil tangan Adnan dan merasakan bahwa urat nadinya sudah tidak berdenyut. Demi meyakinkan diri, ia kembali menempelkan jarinya di hidung lelaki itu."Tidak mungkin!" Lelaki itu seketika memejamkan mata dengan badannya yang seketika melemas, saat menyadari jika Adnan sudah tiada. Tubuh Zayyan gemetar, ia tidak tau harus berbuat apa. Terpaksa lelaki itu menelpon ambulan dan membawa jenazah Adnan ke rumah sakit. ***Di sisi lain, Kania dengan cemas menunggu Zayyan. Lelaki itu bilang akan pulang pukul sepuluh malam, namun sekarang sudah tengah malam akan tetapi Zayyan tak kunjung datang. Kania berkali-kali menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Ia yang kesal langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. "Mas, kamu kemana si
Zayyan tidak bisa menahan senyumnya saat melihat wajah Kania yang tampak kesal, wanita itu terus menggerutu karna tau Ibunya mendengar apa yang mereka bicarakan. "Mas Zayyan, kenapa bahas itu. Malu ih, di denger Ibu," keluhnya.Zayyan terkekeh, ia lalu mendekat ke arah Kania. "Hm, memangnya kenapa? Kan kita sudah suami istri!" bisiknya di telinga Kania. "Tapi 'kan, Mas ...."Cup! Mata Kania melebar saat Zayyan mencium bibir wanita itu sekilas, Kania yang sejak tadi tidak berhenti bicara langsung diam seketika. Kania yang sudah salah tingkah memilih untuk bangkit, namun Zayyan langsung menarik tangannya hingga badan wanita itu jatuh di pangkuan Zayyan. "Mau kemana, hm?" tanya Zayyan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kania. "Mas lepasin!" Kania memberontak namun Zayyan semakin mempererat pelukannya. "Diam Kania, saya masih merindukanmu," lirihnya membuat kania mengulas senyum tipis, ia yang menundukan kepala langsung mendongak menatap Zayyan. "Maafin kelakukan Mas kemari
Pov authorKania terbangun dan menatap kamarnya sudah kosong, pikiran wanita itu kembali mengingat kejadian barusan. Air matanya menetes, ia yang tidak bisa mengontrol dirinya sampai melakukan hal sememalukan itu pada suaminya sendiri. Tiba-tiba mata Kania tidak sengaja menoleh ke arah meja di sampingnya, di sana sudah tersedia sarapan beserta secarik kertas kecil.Wanita itu mengambil kertas itu dan membacanya, di sana ada kata-kata manis yang membuat jantung Kania berdetak kencang. 'Jangan lupa sarapan sayang, dan tunggu aku pulang. Aku mencintaimu,'"Tidak, bagaimana aku bisa bertemu Mas Zayyan setelah kejadian tadi," gerutunya sembari menutup wajah. Ia merasa begitu malu, walaupun mereka sudah menikah namun baru kali ini ia seterbuka itu di depan Zayyan. Kania terdiam sejenak, setelah lama berpikir akhirnya ia kembali menaruh kertas itu di tempatnya dan turun dari tempat tidur. Ia memilih untuk pergi ke rumah orang tuanya, untuk saat ini ia ingin menenangkan diri dan menghinda
Aku terus memandangi wajah cantik istriku, dan penyesalan kembali terlintas di hatiku."Sayang, setelah kamu bangun, semuanya akan berubah. Aku bersumpah akan membuatmu bahagia seperti dulu," bisikku sambil mencium keningnya dengan lembut.Aku mengambil tangannya dan mencium tangan mulus istriku, kemudian menyelimuti tubuhnya dengan penuh kasih sayang.Aku menghela nafas pelan. Lebih baik aku segera bersiap pergi ke kantor dan menyelesaikan pekerjaanku sehingga aku bisa secepatnya kembali untuk berduaan dengan istriku tanpa gangguan.Saat aku berjalan menuju kamar mandi, pandanganku tertuju pada sebuah tong sampah yang memperlihatkan sebuah baju yang begitu familiar. Aku merasa ada yang tidak beres dan mencoba mendekati tong sampah itu. Deg! Hati ini terasa begitu sesak saat aku mengambil baju itu dan ternyata sebuah lingre yang di pakai Kania saat malam itu, ya tuhan kenapa baju nya robek. Aku memegang kepalaku, rasa pusing menyeruak namun aku tidak mengingat apa yang terjadi. "
"Berhenti untuk menganggu istri saya! Jika tidak, hidupmu kupastikan akan menderita, Adnan!" Aku menahan tubuh lelaki itu saat ia sudah ada di depan pintu, sedangkan Kania sudah pergi kembali ke depan. Adnan menghempaskan tanganku, ia lalu menatap remeh ke arahku. "Kau hanya mendapatkan raganya, tapi hatinya masih miliku, Zayyan!" ucapnya membuatku mengepalkan tangan. Jika saja kami tidak berada di rumah, mungkin aku sudah menghabisinya sekarang juga.Tahan Zayyan, menghadapi Adnan tidak perlu dengan kekerasan. Aku langsung tertawa hingga dia menatap heran ke arahku. Aku menepuk bahunya dengan keras. "Selain tidak tau malu, kau juga tidak tau diri adik ipar. Jelas-jelas kau tau jika Kania sangat mencintaiku, dan ...."Aku menjeda ucapanku, mendengar suara giginya gemeretak. Aku semakin tertawa karna berhasil memanasinya. "Yang kau katakan benar, jika istriku itu ...."Bugh! Belum sempat aku bicara, Adnan langsung menghantam rahangku membuatku tersungkur. Terlihat lelaki itu begi