Celana dalam itu lembut dan halus, dan seperti masih ada aroma dari Lilis yang tertinggal di dalamnya. Merasakan pakaian dalam di tangannya, Mau tak mau Juned membayangkan apa yang tadi dilihatnya. Hal yang membuat Juned semakin antusias dan bersemangat. Juned tak bisa melakukan dengan Lilis, namun dia hanya bisa berfantasi dengan barang milik Lilis saja. Di lepas ikat pinggangnya dan memasukkan celana dalam Lilis ke balik celananya. Tepat ketika Juned hendak memainkan kelima jarinya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakangnya. “Juned.. kamu sudah selesai mengobati pasiennya?” Lilis sudah berdiri di belakang Juned dalam keadaan rambut yang sudah basah. Juned sangat ketakutan hingga rohnya serasa mau keluar. Untuk beberapa saat dia menarik keluar tangannya dan membiarkan celana dalam merah tetap berada di dalam celananya. “Su.. sudah Tante.” Kata Juned dengan suara terbata-bata. “Juned, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Lilis. “eeee, enggak ngapa-ngapain
Setelah kejadian tadi Juned merenung di dalam kamarnya. Membayangkan semua kejadian tadi. Sekian lama berkutat dalam pikirannya sendiri hingga akhirnya tertidur entah berapa lama. Tidurnya terganggu ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka. “Astagaa.. kenapa Tante Lilis ada di kamarku?” gumam Juned dalam hati sambil terus berpura-pura tidur. Sesekali dia mengintip dari kelopak matanya. Lilis hanya mengenakan daster bertali dengan motif bunga. Memperlihatkan pahanya yang mulus tanpa cacat sedikit pun. “Juned, sudah pagi. Kenapa masih....” Lilis berkata lirih sambil membuka selimut yang menutupi tubuh Juned. Dia berhenti berucap ketika melihat sesuatu yang ada di balik selimut itu. “Aduh.. aku lupa memakai bajuku semalam.” Gumam Juned penuh kekhawatiran. Juned memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur sambil menahan malunya kepada Lilis. Barang milik Juned bereaksi ketika Lilis mendekatkan wajah ke arahnya. Lilis menelan ludah beberapa kali sambil memperhatika
Ternyata Vivi muncul di sana dengan penuh amarah kepada Sugeng. Dengan langkah yang cepat Vivi menengahi mereka berdua yang nyaris baku hantam. “Kenapa kamu selalu membuat onar di kampung ini? Jangan mentang-mentang anak kepala desa, terus kamu bisa berbuat seenaknya!.” Teriak Vivi dengan kencang. Sugeng hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Vivi, “Kalau saja kamu bukan istri Anton, sudah aku habisi sekalian seperti si lembek ini!” Dada Juned semakin terbakar mendengar hinaan dari Sugeng. Kali ini dia tidak ingin diam saja harga dirinya terus diinjak-injak. “Sini kalau kamu berani, aku akan melawanmu.” Juned berusaha meraih Sugeng namun dihalangi oleh tubuh Vivi. Di tengah keributan antara Juned dan Sugeng, terdengar suara tawa yang menggema. “Ha ha ha ha. Sugeng, Sugeng.. Apa kamu enggak malu kalau melawan pria lemah macam Juned?” Sulastri muncul di antara mereka. Sugeng menahan amarahnya bersamaan dengan munculnya Sulastri, “Sulastri sayang, kenapa kamu kemari?
“Apakah ini nyata?” Tanya Juned lirih, Tangannya ingin meraih tubuh Vivi yang sudah sangat birahi karena ulah tangannya sendiri. “Juned!!!” “Keluar kamu, Dasar laki-laki perebut istri orang kamu!!” Terdengar suara Anton dari luar klinik yang membuyarkan hasrat dari kedua insan tersebut. Juned dan Vivi terkejut hingga jantungnya berasa mau copot. “Lebih baik kamu sembunyi saja, Vi!” Perintah Juned dengan nafas yang berembus kencang. Vivi gelagapan mencari tempat persembunyian yang aman di dalam klinik. Tanpa pikir panjang dia bersembunyi di dalam sebuah lemari. Sementara Juned mencoba mengatur nafas agar terlihat tenang. Berulang kali dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Juned cepat keluar!!” Anton yang berada di luar semakin berteriak semakin kencang. Juned perlahan membuka pintu kemudian berhadapan dengan Anton. “Apa-apaan kamu teriak-teriak di tempatku?!” Dengan kepala yang terangkat Juned ingin menunjukkan keberaniannya. “Halah jan
Setelah mampu mengobati 2 pasien secara ajaib dalam satu hari, Nama Juned kini menjadi buah bibir di kampungnya. Para warga yang dulu tak ingin berobat ke tempat Juned, kini berbondong-bondong mencarinya untuk berobat. “Juned, tolong obati penyakitku!!” “Aku dulu, Juned!!” “Penyakitku lebih parah, biarkan aku terlebih dulu!!.” Teriakkan para warga saling menyahut di tengah terik matahari. Kerumunan para warga membuat Juned begitu kerepotan. “Tolong sabar, saudara-saudara! Semua pasti dapat giliran masing-masing.” Kedua telapak Juned diangkat ke atas untuk menenangkan massa yang saling dorong. “Syukurlah, pengobatanmu kini jadi ramai.” Kata Lilis dengan semringah mendata satu persatu calon pasien. Satu per satu Juned mengobati penyakit setiap pasien. Dengan kemampuan ajaibnya dia dengan mudah dan cepat. “Terima kasih, Juned. Aku merasa sangat bugar sekarang.” Ujar salah satu warga yang selesai berobat kepada Juned. Juned tersenyum puas dapat berguna bagi orang lain.
Cekleekk... “Maaf, aku mengganggu kalian.” Marina terkejut melihat mereka berdua yang hampir ciuman. Juned dan Lilis gelagapan dengan kedatangan Marina yang tiba-tiba. “Marina kenapa kamu ke sini malam-malam!” Juned tak kalah terkejut dengan kehadiran Marina bersama seorang wanita yang memakai kursi roda. Untuk beberapa saat Marina kebingungan menyikapi apa yang barusan ia lihat. Tubuhnya terpaku seperti sebuah patung. “Maaf, aku permisi dulu.” Kata Lilis memecah keheningan, sambil berjalan keluar klinik melewati Marina yang masih terpaku. Sementara Juned mencoba mengatur nafasnya yang sempat tersengal-sengal menormalkan birahinya. Setelah dirasa sudah stabil, Juned kembali bertanya kepada Marina, “Mar? Ada apa?.” Marina langsung tersentak mendengar pertanyaan Juned. “Ini teman saya, dia mengalami stroke di bagian kakinya sejak 6 bulan yang lalu.” Marina masih gelagapan saat berbicara. “Baiklah bawa kemari, aku akan coba memijatnya. Siapa tahu bisa kembali normal.”
“Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya. “Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned. “Kamu itu tidak cocok ya bersanding dengan Lastri.” Celetuk salah satu teman Sulastri yang berdiri di sampingnya. Juned hanya tertunduk lesu sambil menggenggam seikat bunga mawar, mendengarkan cemoohan yang menyakiti hatinya. Juned sangat menyukai Sulastri yang merupakan anak Juragan Pasir di desa itu. Meski berkali kali cinta Juned ditolak. Sulastri membalas cinta Juned dengan cemoohan dan hinaan belaka. “Hei, Juned. Kamu itu harusnya berkaca dulu. Kamu itu siapa? Berani beraninya mendekati Sulastri.” Ujar teman Sulastri yang lain, sambil mendorong Juned. Juned terjengkang ke belakang, disambut tawa yang menggema ketiga gadis itu. “Hahaha, lihat dia teman-teman. Baru didorong begitu aja sudah jatuh.” Ucap Sulastri tertawa lepas. Kaos yang dipakai Juned kotor terkena tanah, dia
Juned berdiri dalam keadaan yang berbeda, setelah berada di ambang antara hidup dan mati akibat memakan Jamur yang hanya tumbuh 1000 tahun sekali. Beberapa luka yang di derita sebelumnya menghilang seketika. “Wah, kok aneh. Lukaku sembuh tak berbekas.” Juned merasa takjub dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Sudah semalaman Juned tidur di dalam hutan, lukanya juga telah sembuh. Juned juga menyadari bahwa ada beberapa perubahan, seperti mentalnya yang kini kembali pulih. Juned bergegas kembali ke rumah, dia takut jika Tante Lilis khawatir karena semalaman dia tak pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, Juned melewati sungai yang airnya masih bersih di kampungnya. Juned berniat membasuh mukanya di sana agar terlihat lebih segar. Karena airnya yang bersih, sungai itu sering digunakan warga kampung untuk beraktivitas, mulai dari mandi sampai mencuci baju. Saat berada di tepi sungai dan hendak menciduk air. Juned melepas kaos dan celana jeans milikinya menyisakan celana kolor pe