Share

Bab 6

Beberapa saat kemudian, Lilis menatap Juned dan berkata, “Vivi cantik ya? Sayang suaminya sangat kasar kepadanya.”

Juned tergagap. “Ii.. iya, tante. Aku sebenarnya kasihan sama dia, aku ingin menolongnya keluar dari jerat si Anton.”

“Hush.. Sudah jangan bertindak bodoh lagi, jangan coba-coba melawan Anton. Dia itu berbahaya bagi kamu.” Lilis memberi peringatan kepada Anton untuk ke sekian kalinya.

Juned merasa kesal, kali ini dia merasa bisa mengalahkan siapa pun. Namun Lilis masih menganggapnya sebagai pria lemah yang butuh perlindungan.

Di lain sisi, Juned juga kesal karena Lilis menggagalkan kesempatan emas untuk menyalurkan hasrat bersama Vivi.

Namun secara mengejutkan Lilis mengganti baju yang tadi sempat tersobek oleh Anton, “Oh iya, Jun. Kamu suka sama si Vivi?” kata Lilis sambil melepas kaosnya.

Melihat gunung kembar Lilis yang begitu kencang dalam bungkusnya, hasrat Juned kembali menanjak.

Mata Juned melotot seolah tak percaya, “kenapa kok ganti baju di sini, Tante.” Protes Juned meski dalam hati dia semringah.

“Malas kalau mondar-mandir lagi. Kamu juga enggak bisa aneh-aneh sama tante juga kan.” Kata Lilis tertawa kecil.

Gunung Lilis tak begitu besar dibanding milik Vivi, namun terlihat pas dengan lekuk tubuh yang indah. Lilis yang berumur 34 tahun sangat pintar menjaga bentuk tubuhnya hingga terlihat 10 tahun lebih muda.

Juned merasa semakin tidak nyaman melihat pemandangan itu. Bola matanya membesar diiringi detak jantung yang tak beraturan.

Di tengah pertunjukkan spektakuler itu, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah depan klinik.

Lilis langsung mempercepat dan segera membuka pintu.

Tak lama berselang Lilis kembali ke dalam diiringi seorang perempuan di belakangnya.

“Siapa itu tante?.” Tanya Juned sedikit bingung.

“Dia Marina, mau…”

“Perkenalkan saya Marina, sebenarnya saya mencari mantri bernama Rudi. Apakah di sini tempatnya?”

“Saya sudah berkeliling ke sana kemari, kata orang di sekitar sini”

Ucapan Marina begitu ramah, selain itu logatnya bukan orang dari daerah sini.

Hal itu terlihat juga dari penampilan Marina terlihat elegan meski dengan kemeja putih serta celana jeans hitam.

“Mbak, saya tadi sudah bilang kalau di sini mantrinya bernama Juned, bukan Rudi.” Sahut Lilis agak kesal kemudian melenggang keluar.

Tinggallah Juned dan Marina di dalam klinik, kemudian Marina mulai menjelaskan maksud kedatangannya di klinik itu.

“Saya ingin berobat, saya dapat rekomendasi dari teman. Mantri itu bisa menyembuhkan penyakitku ini.”

Juned seperti mengetahui nama itu, yang bernama Rudi. “Sepertinya kamu salah alamat mbak, mungkin mantri yang mbak maksud ada di kota sebelah.”

Marina merasa kecewa karena Mantri yang di hadapannya bukan yang dicari selama ini. Dia sudah capek setelah berkeliling, tubuhnya tidak bisa bertahan jika harus bepergian lagi.

“Ini mungkin waktu yang tepat untuk membuktikan kekuatanku.” Batin Juned sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

Sebagai seorang mantri Juned bertanya kepada Marina, “Kalau boleh tahu, penyakit apa yang kamu derita?”

Marina menghela nafas sejenak dan menatap Juned dengan saksama, ada perasaan tak yakin terhadap Juned.

“Saya juga tidak tahu, tapi sudah sebulan ini saya sesak nafas dan kalau kecapekkan, muncul rasa yang sangat nyeri banget di sini.” Kata Marina menunjuk bagian atas dadanya.

“Apa sebelumnya punya riwayat penyakit pernafasan?” Juned terus bertanya kepada pasiennya agar mendapat hipotesis yang baik.

Marina hanya menggelengkan kepala, dia pasrah jika memang penyakitnya tak bisa di sembuhkan. Segala macam usaha telah dilakukan namun tak membuahkan hasil.

“Bolehkah memeriksa?” Juned bersiap dengan stetoskop yang menggantung di leher.

Awalnya Marina berpikir bahwa Juned tak akan mampu menyembuhkannya, tapi dia membiarkan saja Juned untuk mencoba.

“Silakan duduk di sini!” Perintah Juned agar Marina duduk di tepian ranjang periksa.

Marina hanya menurut dan segera duduk di ranjang,

Juned mulai menempelkan stetoskop ke dada untuk memulai proses pemeriksaan. Dilanjutkan dengan lidah dan pupil mata Marina.

“Semua tampak normal sejauh ini.” Kata Juned setelahnya.

Bahu Marina terkulai lemas, sudah menduga Juned akan berkata demikian,

Juned melanjutkan pemeriksaannya, dia mengambil alat untuk mengukur tekanan darah. “Boleh di singsingkan lengan bajunya.”

Marina masih menurut saja dan segera menyingsingkan lengan bajunya.

“Maaf mas, sepertinya bagian ini tidak bisa tersingkap kalau sampai atas.” Ujar Marina sambil menunjukkan lengan yang tersingkap separuh saja.

“Kalau seperti itu ya enggak bisa, mbak.” Ujar Juned dengan nada kesal.

Marina kembali terus memaksa menarik lengan bajunya, namun seberapa keras dia berusaha, masih tetap tidak bisa.

“Terus bagaimana, mas? Masa saya harus lepas baju.” Celetuk Marina.

Juned terkejut dengan ucapan Marina, namun untuk menunjukkan profesionalitasnya. Juned melarangnya seperti itu.

Juned merasa kebingungan apa yang harus dilakukan, sementara Marina kembali pasrah jika memang penyakitnya tak bisa disembuhkan.

Di tengah kebingungan, tiba-tiba muncul sesuatu yang mengejutkan Juned.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status