Share

Bab 9

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-12 12:20:06

Setelah kejadian tadi Juned merenung di dalam kamarnya. Membayangkan semua kejadian tadi.

Sekian lama berkutat dalam pikirannya sendiri hingga akhirnya tertidur entah berapa lama.

Tidurnya terganggu ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka.

“Astagaa.. kenapa Tante Lilis ada di kamarku?” gumam Juned dalam hati sambil terus berpura-pura tidur.

Sesekali dia mengintip dari kelopak matanya.

Lilis hanya mengenakan daster bertali dengan motif bunga. Memperlihatkan pahanya yang mulus tanpa cacat sedikit pun.

“Juned, sudah pagi. Kenapa masih....” Lilis berkata lirih sambil membuka selimut yang menutupi tubuh Juned.

Dia berhenti berucap ketika melihat sesuatu yang ada di balik selimut itu.

“Aduh.. aku lupa memakai bajuku semalam.” Gumam Juned penuh kekhawatiran.

Juned memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur sambil menahan malunya kepada Lilis.

Barang milik Juned bereaksi ketika Lilis mendekatkan wajah ke arahnya.

Lilis menelan ludah beberapa kali sambil memperhatika
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 10

    Ternyata Vivi muncul di sana dengan penuh amarah kepada Sugeng. Dengan langkah yang cepat Vivi menengahi mereka berdua yang nyaris baku hantam. “Kenapa kamu selalu membuat onar di kampung ini? Jangan mentang-mentang anak kepala desa, terus kamu bisa berbuat seenaknya!.” Teriak Vivi dengan kencang. Sugeng hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Vivi, “Kalau saja kamu bukan istri Anton, sudah aku habisi sekalian seperti si lembek ini!” Dada Juned semakin terbakar mendengar hinaan dari Sugeng. Kali ini dia tidak ingin diam saja harga dirinya terus diinjak-injak. “Sini kalau kamu berani, aku akan melawanmu.” Juned berusaha meraih Sugeng namun dihalangi oleh tubuh Vivi. Di tengah keributan antara Juned dan Sugeng, terdengar suara tawa yang menggema. “Ha ha ha ha. Sugeng, Sugeng.. Apa kamu enggak malu kalau melawan pria lemah macam Juned?” Sulastri muncul di antara mereka. Sugeng menahan amarahnya bersamaan dengan munculnya Sulastri, “Sulastri sayang, kenapa kamu kemari?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Tukang Pijat Super   Bab 11

    “Apakah ini nyata?” Tanya Juned lirih, Tangannya ingin meraih tubuh Vivi yang sudah sangat birahi karena ulah tangannya sendiri. “Juned!!!” “Keluar kamu, Dasar laki-laki perebut istri orang kamu!!” Terdengar suara Anton dari luar klinik yang membuyarkan hasrat dari kedua insan tersebut. Juned dan Vivi terkejut hingga jantungnya berasa mau copot. “Lebih baik kamu sembunyi saja, Vi!” Perintah Juned dengan nafas yang berembus kencang. Vivi gelagapan mencari tempat persembunyian yang aman di dalam klinik. Tanpa pikir panjang dia bersembunyi di dalam sebuah lemari. Sementara Juned mencoba mengatur nafas agar terlihat tenang. Berulang kali dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Juned cepat keluar!!” Anton yang berada di luar semakin berteriak semakin kencang. Juned perlahan membuka pintu kemudian berhadapan dengan Anton. “Apa-apaan kamu teriak-teriak di tempatku?!” Dengan kepala yang terangkat Juned ingin menunjukkan keberaniannya. “Halah jan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Tukang Pijat Super   Bab 12

    Setelah mampu mengobati 2 pasien secara ajaib dalam satu hari, Nama Juned kini menjadi buah bibir di kampungnya. Para warga yang dulu tak ingin berobat ke tempat Juned, kini berbondong-bondong mencarinya untuk berobat. “Juned, tolong obati penyakitku!!” “Aku dulu, Juned!!” “Penyakitku lebih parah, biarkan aku terlebih dulu!!.” Teriakkan para warga saling menyahut di tengah terik matahari. Kerumunan para warga membuat Juned begitu kerepotan. “Tolong sabar, saudara-saudara! Semua pasti dapat giliran masing-masing.” Kedua telapak Juned diangkat ke atas untuk menenangkan massa yang saling dorong. “Syukurlah, pengobatanmu kini jadi ramai.” Kata Lilis dengan semringah mendata satu persatu calon pasien. Satu per satu Juned mengobati penyakit setiap pasien. Dengan kemampuan ajaibnya dia dengan mudah dan cepat. “Terima kasih, Juned. Aku merasa sangat bugar sekarang.” Ujar salah satu warga yang selesai berobat kepada Juned. Juned tersenyum puas dapat berguna bagi orang lain.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Tukang Pijat Super   Bab 13

    Cekleekk... “Maaf, aku mengganggu kalian.” Marina terkejut melihat mereka berdua yang hampir ciuman. Juned dan Lilis gelagapan dengan kedatangan Marina yang tiba-tiba. “Marina kenapa kamu ke sini malam-malam!” Juned tak kalah terkejut dengan kehadiran Marina bersama seorang wanita yang memakai kursi roda. Untuk beberapa saat Marina kebingungan menyikapi apa yang barusan ia lihat. Tubuhnya terpaku seperti sebuah patung. “Maaf, aku permisi dulu.” Kata Lilis memecah keheningan, sambil berjalan keluar klinik melewati Marina yang masih terpaku. Sementara Juned mencoba mengatur nafasnya yang sempat tersengal-sengal menormalkan birahinya. Setelah dirasa sudah stabil, Juned kembali bertanya kepada Marina, “Mar? Ada apa?.” Marina langsung tersentak mendengar pertanyaan Juned. “Ini teman saya, dia mengalami stroke di bagian kakinya sejak 6 bulan yang lalu.” Marina masih gelagapan saat berbicara. “Baiklah bawa kemari, aku akan coba memijatnya. Siapa tahu bisa kembali normal.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Tukang Pijat Super   Bab 14

    Aku sembuh!! Marina, kakiku sudah tidak lumpuh lagi.” Winda kegirangan sekaligus terharu mendapati kesembuhan kakinya.Juned menghentikan pijatannya, memberikan ruang bagi Winda mengekspresikan kebahagiaannya. Dengan senyuman yang lebar, Juned turut merasakan kebahagiaan yang dirasakan Winda.Winda terduduk sambil memegang bra di dadanya agar tak lepas. Marina yang mengetahui hal itu membantu memasangkan pengaitnya.“Syukurlah, Winda. Kakimu bisa gerak lagi.” Kata Marina yang ikut bahagia, lalu memeluk sahabatnya itu dengan erat.Winda terus menggerak-gerakkan kakinya seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Matanya mulai berlinang air mata yang membasahi pipinya.“Terima kasih, Juned! Terima kasih banyak!” Ucap Winda di tengah rasa haru bercampur bahagia.Juned yang awalnya ikut senang, berkata dengan nada rendah, “Iya, sama-sama.”Dia memberikan setengah senyum yang seolah dipaksakan. Juned menggosok rambutnya dengan tangannya, lalu berbalik dan menjauhi mereka berdua.“Sumpah!,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Tukang Pijat Super   Bab 15

    “Sudah sana, jangan coba-coba sama tante. Kesempatanmu sudah lewat tadi.” Kata Lilis sambil menghentakkan kakinya dengan pelan mendorong kaki Juned.Juned hanya tertawa terkekeh kemudian menunjukkan amplop kepada Lilis.“Apa itu, Jun?” Tanya Lilis sambil menunjuk ke arah amplop.Juned menunjukkan isi dari amplop tebal itu.“Ini dari Winda, Tante. Pasien yang tadi datang dengan Marina.” Kata Juned lalu memberikan semua uang itu kepada Lilis.Mulut Lilis menganga dan matanya berbinar saat menerima uang itu.“Astaga!, ini banyak sekali Juned!” Suara Lilis bergetar saking terkejutnya.Juned tersenyum bahagia melihat tantenya senang.“Iya tante, Lumayan bisa buat biaya renovasi.”Mata Lilis masih terfokus pada segepok uang sementara tangan dan jari jemarinya begitu lincah menghitung uang tersebut.“Kalau ini sih bukan Cuma renovasi Juned, tapi juga bisa beli motor buat kamu.” Ujar Lilis.Juned terkejut mendengar ucapan Lilis, selama ini dia memimpikan bisa memiliki sepeda motor sendiri aga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Tukang Pijat Super   Bab 16

    “Aaaaaaaaaaaaggghhh” Teriak Lilis sesaat setelah masuk ke kamar Juned.Juned berusaha menutupi kejantanannya yang dalam keadaan tidak aktif. “Tante kok masuk sih, Juned kan sudah bilang untuk tidak masuk.”Juned menutupi barangnya dengan kedua tangannya. Meski begitu, Lilis masih sempat melihat barang Juned yang walaupun lemas tapi tampak masih begitu besar.“Ya mana aku tahu, kenapa juga kamu tidur enggak pakai baju?.” Tanya Lilis sambil menutup matanya dengan kedua tangan.“Gerah tante, sudah tante keluar dulu aku mau pakai baju dulu!” Ujar Juned tangannya menunjuk ke arah pintu.Dengan tetap menutup mata dengan satu tangan, Lilis berjalan mundur meraih gagang pintu dengan tangan lainnya, sambil sesekali mengintip dari celah jarinya.“Ya sudah, cepat siap-siap kita akan pergi beli motor sama hp. Sekalian juga beli camilan untuk para tukang yang sedang renovasi klinikmu.” Ujar Lilis diikuti suara pintu yang tertutup.Begitu Lilis keluar dari kamar, Juned langsung secepat kilat member

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Tukang Pijat Super   Bab 17

    Juned terus memegangi kakinya yang telah diinjak oleh Lilis.“Makanya jangan lihat payudara terus.” Kata Lilis sambil melirik ke arah Juned.“Lagian itu kesempatan, sayang kalau dilewatkan hehehe.” Balas Juned terkekeh sambil berdiri tegak.Lilis langsung menepuk pundak Juned dengan keras dan melangkah pergi.“Kenapa sih orang itu, dari tadi aneh banget.” Juned menyusul mengikuti langkah Lilis dari belakang.Tak lama kemudian mereka berdua berhenti di sebuah konter hp dan secara kebetulan juga di sebelahnya ada dealer motor juga. Mereka pun masuk ke konter hp terlebih dahulu.“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu.” Ujar salah satu wanita pegawai konter dengan ramah.“Saya mau cari hp mbak” sahut Lilis.“Oh iya, perkenalkan nama saya Anis. Silahkan mau cari hp apa?” Jawab wanita itu sambil menunjuk ke arah id card yang menggantung di lehernya.Ketika hendak ingin menjawab tiba-tiba datang seorang wanita lain yang menghampiri.“Loh, bukannya kamu Juned ya? Teman sekolahku.” Sahut wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 156

    Juned duduk di salah satu kursi di ruko itu, memandangi ruang kosong yang akan diubah menjadi tempat pijat. Wajahnya tampak penuh keraguan. Dia menghela napas panjang, mencoba mencerna semuanya.Marina yang memperhatikan raut wajah Juned langsung mendekat dan duduk di sampingnya. “Kamu masih ragu, ya?” tanyanya dengan nada lembut.Juned menunduk, mengangguk pelan. “Aku nggak tahu, Marina. Apa aku benar-benar bisa menjalankan tempat ini? Aku memang tahu cara memijat, tapi mengelola usaha seperti ini... aku nggak pernah punya pengalaman.”Marina tersenyum, menepuk bahunya dengan penuh keyakinan. “Dengar, Juned. Keahlian memijatmu itu luar biasa. Aku yakin banyak orang yang akan datang ke sini kalau kita buat tempat ini nyaman dan profesional. Yang penting kamu percaya diri dulu.”Juned mengangkat wajahnya, menatap Marina yang begitu yakin. “Tapi... semua ini terlalu besar buat aku. Bagaimana kalau aku gagal?”“Kalau gagal, kita bangkit lagi,” jawab Marina tegas. “Tapi aku yakin kamu ngg

  • Tukang Pijat Super   Bab 155

    Marina tersenyum tipis, mencoba tetap tenang. “Kami sedang melihat kemungkinan untuk menyewa ruko ini. Kamu siapa, ya?”Marko tertawa kecil, seolah mengejek. “Aku salah satu manajer di PT Cakra Buana, pemilik properti ini. Jadi, aku berhak tahu siapa yang tertarik untuk menggunakan tempat ini,” katanya dengan nada arogan.Juned memperhatikan Marko dengan tatapan datar. Dia tahu sifat Marko yang sombong dan suka meremehkan orang lain, tapi dia memilih untuk tidak menanggapi.Marko melanjutkan dengan nada sinis, “Jujur saja, aku nggak yakin kalian bisa bikin sesuatu yang sukses di tempat ini. Tempat ini butuh manajemen yang profesional, bukan... ya, kalian paham maksudku, kan?”Marina tetap tenang, meski nada Marko jelas-jelas merendahkan mereka. “Terima kasih atas masukannya. Kami sudah punya rencana yang jelas untuk tempat ini, dan kami yakin itu akan berhasil,” jawab Marina dengan tegas namun sopan.Marko mengangkat alis, seolah terkejut mendengar ketegasan Marina. “Oh, jadi kam

  • Tukang Pijat Super   Bab 154

    Marina tersenyum tipis. “Aku akan jelaskan nanti saat kita di jalan. Sekarang, habiskan makananmu dulu. Aku tunggu di luar.”Juned mulai memasukkan nasi ke dalam mulutnya, “Kamu gak ikut makan dulu, Mar. Biar aku bilang ke Siti untuk mengambilkan makanan buat kamu.”“Gak usah, Juned. Aku sudah sarapan tadi di rumah.” Kata Marina menolak dengan halus.Juned menatap Marina yang bangkit dari kursinya dan berjalan keluar rumah tanpa menjelaskan lebih jauh. Rasa penasaran mulai menguasai pikirannya, tetapi ia memilih untuk tidak banyak bertanya untuk saat ini.Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Juned bergegas menuju kamar untuk bersiap-siap. Saat keluar, ia melihat Marina sedang berdiri di dekat mobilnya, menunggunya dengan sabar.“Kamu yakin ini penting?” tanya Juned saat ia menghampirinya.“Percaya saja padaku, Juned,” jawab Marina sambil membuka pintu mobil. “Ayo, masuk.”Juned masuk ke dalam mobil, dan Marina langsung menginjak pedal gas. Di sepanjang perjalanan, Marina tetap

  • Tukang Pijat Super   Bab 153

    “Mas, apa yang terjadi?” tanya Ratih sambil duduk di ranjang, kini Ratih mulai cemas.Juned menutup jendela kembali dan menatap Ratih. “Tadi aku lihat seseorang mengintip dari luar. Tapi sekarang dia sudah nggak ada.”Wajah Ratih langsung memucat. “Mas, jangan-jangan ada yang melihat kita berdua begituan tadi.”Juned menggeleng, masih mencoba memikirkan kemungkinan lain. "Aku nggak tahu. Bisa jadi seperti itu.”Ratih terlihat ketakutan, namun ia mengangguk pelan. “Mas, bagaimana kalau itu Mbak Siti atau Pak Darma?”Juned mendekat ke arah Ratih, lalu memeluk tubuh wanita itu dengan lembut. “Kamu tenang saja, aku yang akan menyelesaikan semua ini.”Dalam pelukan Juned, tubuh Ratih mulai tenang. Setelah mengetahui ada yang mengintip mereka berdua memilih untuk menghiraukan hal itu.“Mas Juned.” Kata Ratih dengan lirih.Juned menatap wajah manis Ratih dengan tatapan yang teduh. “Ada apa, Ratih?”“Barang kamu enak banget, Mas. Bolehkah aku tidur di kamarmu malam ini?” tanya Ratih y

  • Tukang Pijat Super   Bab 152

    Ratih berdiri mematung sejenak, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, rasa penasaran dan sedikit gugup membuatnya tak bisa fokus pada pekerjaan membereskan meja makan. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Juned bicarakan dengannya malam ini.Ratih masuk ke kamar Juned dengan langkah ragu. Wajahnya memancarkan kecemasan yang sulit ia sembunyikan. Pintu kamar terbuka sedikit, namun Juned yang duduk di tepi tempat tidur dengan santai segera berkata, “Tutup pintunya, Ratih. Jangan lupa dikunci.”Dengan tangan yang gemetar, Ratih mematuhi perintah itu. Ia merasa aneh, namun tidak punya keberanian untuk menolak. Setelah pintu terkunci, ia berdiri di tempatnya, tak berani mendekat.Juned menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, lalu berkata, “Coba kamu berdiri di tengah ruangan. Aku mau lihat sesuatu.”Meski hatinya penuh kebingungan, Ratih melangkah ke tengah ruangan. “Mas, ada apa? Apa ada yang salah dari saya?” tanyanya dengan nada gugup.“Tidak, kamu nggak salah

  • Tukang Pijat Super   Bab 151

    Juned yang awalnya terkejut lebih memilih untuk membiarkan saja.Sementara Siti terus memandang ke arah Ratih yang menunduk dengan raut wajah yang menunjukkan rasa sesal. “Nggak usah, Mas. Kami makan nanti aja di belakang,” jawab Ratih dengan nada pelan.Juned menggeleng. “Nggak ada nanti-nanti. Sekarang aja. Lagian, aku juga nggak nyaman makan sendirian. Biar lebih, panggil sekalian Pak Darma ke sini, ya.”Siti tersenyum tipis. “Pak Darma? Tapi—““Nggak pake tapi-tapian,” potong Juned sambil tertawa kecil. “Ayo, Ratih, panggil Pak Darma. Kalau nggak, saya yang manggil.”Setelah terus dipaksa, akhirnya Ratih dan Siti mengalah. “Baik, Mas. Kami panggil Pak Darma dulu,” kata Ratih sebelum menuju ke luar untuk memanggilnya.Tak lama, Pak Darma masuk ke ruang makan dengan wajah sedikit bingung. “Ada apa, Mas Juned?” tanyanya.Juned tersenyum dan menunjuk kursi di meja makan. “Pak Darma, duduk sini. Kita makan bareng. Jangan biarkan saya makan sendirian, dong.”Pak Darma tertawa kecil, t

  • Tukang Pijat Super   Bab 150

    Marina menatap Juned dengan mata yang sayu, “Maksudmu Siti, Ratih, dan Pak Darma? Kamu tenang saja Juned.”Saat Marina memeluk Juned dengan erat, suasana di dalam kamar semakin intens. Marina mendekatkan wajahnya ke Juned, dan mereka hampir berciuman. Namun tiba-tiba, pintu kamar terbuka.Ratih berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kaget sambil membawa kain pel. "Astaga, maaf, Mas Juned... Bu Marina... Saya nggak sengaja!" katanya dengan gugup, langsung menutup pintu kembali.Juned melompat mundur, terkejut dengan situasi yang memalukan itu. Wajahnya memerah, sementara detak jantungnya berdegup kencang. Namun, reaksi Marina sangat berbeda.Dengan santai, Marina menghela napas panjang sambil mengusap rambutnya yang tergerai. "Ratih, tunggu sebentar," katanya dengan nada tenang, berjalan mendekati pintu.Ratih membuka pintu sedikit, wajahnya masih terlihat tegang. "Iya, Bu. Maaf banget tadi saya nggak sengaja masuk.""Sudah, nggak apa-apa. Daripada minta maaf terus, mending kamu

  • Tukang Pijat Super   Bab 149

    “Ah tidak apa-apa. Aku akan mengantar Alisa pulang ke rumah.” Kata Juned saat tersadar dari lamunannya.“Iya lebih baik kamu antar dia pulang, keluarganya pasti khawatir dengan Alisa.” Balas Marina.Alisa hanya diam saja mendengarkan percakapan Juned dan Marina.Kemudian Juned keluar rumah sambil di ikuti oleh Alisa.“Alisa, kalau ada apa-apa, kamu bilang ke aku, ya. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa lagi,” kata Juned sambil membantu Alisa naik ke motor.Alisa mengangguk lemah. Wajahnya masih sedikit pucat, tapi ia tidak mengeluh. Juned menghidupkan motor dan memulai perjalanan menuju rumah Alisa.Di sepanjang perjalanan, Juned mencoba mencairkan suasana dengan mengajaknya berbicara. “Kamu tinggal sama siapa di rumah? Ayah dan ibumu pasti khawatir tadi,” tanya Juned.“Aku tinggal sama ayahku. Ibu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu,” jawab Alisa pelan.Juned mengangguk dengan simpati. “Oh, begitu. Kalau begitu nanti aku mau sekalian minta maaf sama ayahmu karena kejadian ini.”

  • Tukang Pijat Super   Bab 148

    Marina tersenyum tipis, berusaha menenangkan suasana. “Tidak, Juned. Aku hanya teringat sesuatu, tapi mungkin tidak ada hubungannya. Lagi pula, jamur seperti itu bisa saja tumbuh di mana saja, kan?”Juned semakin penasaran dengan ucapan Marina, “Memang kamu teringat dengan Apa? Kau juga pernah mendengar cerita seperti yang diceritakan Pak Darma?” Desak Juned.Marina menghela napas panjang, “Pak Darma? Cerita apa? Aku hanya teringat tentang sup jamur yang dulu sering dibuat oleh ibuku, sangat enak sekali.” Marina terlihat gugup, tangannya mencoba mengusap kepala Alisa agar menghilangkan rasa gugupnya.“Oh hanya itu, baiklah kalau begitu.” Kata Juned sambil berdiri lalu melangkah ke Jendela.Marina menoleh ke arah Juned yang kini berdiri di dekat Jendela. “Lupakan perihal jamur yang dimakan Alisa. Yang penting dia sekarang kelihatan baik-baik saja.” Kata Marina.“Marina, apa kamu percaya kalau semua yang terjadi di dunia ini karena kebetulan?” Tanya Juned sambil tetap menatap ke luar j

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status