Share

Bab 2 - Sebatang Kara

"Seria akan menginap di sini. Mama yang memintanya."

Pertanyaan itu tidak dijawab Seria, melainkan sang mertua yang terlihat begitu melindungi sekretaris suaminya. Lengkap dengan nada angkuh, juga lirikan sinis yang ditujukan untuk Amanda.

"Menginap di sini?” Amanda meninggikan satu alisnya. “Apa Aska tidak mencarimu?" tanya Amanda, menyinggung anak tunggal Seria.

"Tidak, Aska bersama dengan neneknya," jawab Seria dengan nada lembut dan penuh percaya diri.

Amanda menatap lekat gadis itu, seperti menemukan niat tersembunyi. Namun, belum sempat Amanda mengajukan rasa keberatannya, titah sang mertua lebih dulu terdengar.

"Bi, antar Seria menuju kamarnya."

Kehadiran dan pendapat Amanda memang tak pernah dianggap di rumah ini. Bahkan Evan sebagai suami pun tidak memberikan reaksi apa pun dan justru langsung melenggang menuju lantai 2.

Amanda menahan emosi. Evan mungkin memang suami yang sangat baik, sangat mencintai Amanda. Tapi Evan tak pernah bisa membantah keinginan sang mama, selalu mematuhi apapun perintah mama Geni.

Evan bahkan terkesan tidak terganggu sedikitpun jika sang sekretaris menginap di rumah ini. Pria itu langsung pergi menuju lantai 2, meninggalkan Amanda sendiri di ruang tengah tersebut.

Sebuah syal di atas sofa mencuri perhatian Amanda. Perlahan, dia mendekati syal itu dan mengerutkan dahi ketika tercium aroma parfum yang tidak asing.

‘Ini….’ Pikiran buruk Amanda semakin menguat. Dia yakin, parfum inilah yang menempel pada suaminya.

Dengan perasaan tak keruan, Amanda meremas syal di tangannya dengan kencang. Dia menyadari satu hal, jika kedekatan Seria dan Evan sudah tak wajar.

Amarah Amanda sontak naik ke ubun-ubun. Dia bangkit dan melangkahkan kakinya menuju ke kamar di mana Seria berada.

Namun di tengah jalan langkahnya justru terhadang oleh sang mama mertua. "Ada apa kamu datang ke sini?"

"Ma, aku tidak suka wanita itu menginap di sini!” Amanda menyahut dengan amarah menggebu-gebu. “Seria itu hanya sekretarisnya mas Evan, dia bukan bagian keluarga kita!"

"Jaga ucapanmu Amanda!” Mama Geni berekspresi marah. "Jika bukan karena mendiang suamiku yang bodoh, sudah sejak lama aku mencampakkanmu! Aku tidak sudi punya menantu sepertimu!" tegas mama Geni lagi lalu pergi dengan menabrak lengan sang menantu.

Sementara Amanda tergugu. Dia kehilangan kata-kata. Ingin menangis, tapi sekuat tenaga dia tahan.

Kemudian, alih-alih masuk ke kamar Seria seperti tujuannya semula, Amanda kini justru memasuki kamarnya bersama Evan.

Dia menemukan sang suami telah tertidur di ranjang miliknya sendiri.

Amanda menatap nanar ke arah Evan. Perpaduan rasa sakit hati usai dihina mertua, berpadu dengan luka karena pengkhianatan terpancar dari matanya.

'Mama boleh menghinaku, tapi tidak boleh ada wanita lain di rumah ini!' batinnya pilu.

**

Di pagi hari, saat Amanda dan Evan menuruni tangga untuk sarapan … Amanda kembali melihat sosok Seria yang sudah lebih dulu bergabung dengan nyaman bersama Mama Geni.

"Selamat pagi Tuan, Nyonya," sapa Seria dengan sangat ramah.

Amanda tidak menyahut, pun begitu Evan yang bersikap dingin.

"Seria, hidangkan makanan untuk Evan.”

"Aku bisa melakukannya, Ma," balas Amanda dengan cepat, menentang perintah tak berlogika dari mertuanya.

Pernikahan Amanda dan Evan memang bukan pernikahan berlandaskan cinta, tetapi karena perjodohan.

Papa Evan yang begitu mengagumi Amanda yang cerdas, bertanggung jawab, pekerja keras dan memiliki kebaikan hati membuat papa Erwin begitu ingin menjadikannya sebagai menantu. Tak peduli meskipun saat itu status Amanda hanyalah salah satu karyawan di perusahaan Sanjaya Group.

Satu hal dasar yang membuat Amanda tidak disukai Mama Geni. Ditambah lagi, usai pernikahan dilangsungkan, papa Erwin bahkan sangat membanggakan Amanda.

Dia mengenalkan Amanda pada semua kolega bisnis hingga akhirnya papa Erwin membangun sebuah yayasan yang dikelola langsung oleh Amanda.

Yayasan itu berkembang cepat, membuat Amanda semakin dikenal public sebagai wajah Keluarga Sanjaya, bukannya Evan.

Lalu, kebencian Mama Geni semakin membuncah, ketika Papa Erwin dalam surat wasiatnya, menjadikan Amanda sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan Sanjaya Group.

"Kamu mana paham mengurus suami?” sindir Mama Geni. “Sudahlah, tugasmu di keluarga ini hanya untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin.”

Amanda terdiam menahan kesal, sementara adik ipar Amanda terkekeh. Sedangkan, Evan hanya diam dan Seria segera melaksanakan perintah nyonya besar, menyajikan makanan untuk sang Tuan.

Tak bisa berbuat apa-apa, Mama Geni pun memperlakukan Amanda layaknya budak untuk mencari uang di keluarganya.

"Mas, hari ini aku akan mengunjungi tuan Austin sebagai bentuk terima kasih untuk donasi yang telah dia berikan pada Yayasan," ucap Amanda, setelah mereka semua selesai sarapan.

"Pergilah, apa kamu ingin aku ikut?" tanya Evan.

"Tidak perlu, itu sudah jadi tugas Amanda.” Mama Geni menyela. “Lebih baik kamu ke kantor bersama Seria."

Bagai kerbau dicucuk hidung, Evan menyahut patuh, "Baik, Ma.”

Dan jika sudah seperti ini Amanda tak bisa berkutik. Evan meninggalkan meja makan lebih dulu, disusul oleh Seria tak lama.

Amanda ingin bangkit, tetapi Mama Geni menahannya. Dengan setengah hati, akhirnya Amanda kembali duduk di kursinya. Sekarang di meja makan tersebut hanya ada mereka berdua.

"Ini sudah 2 tahun sejak anakmu meninggal. Apa kamu tidak berencana memiliki anak lagi?" tanya mama Geni.

Sebuah pertanyaan yang tentu begitu sulit untuk Amanda jawab, sebab ada tragedi yang tak mampu dia lupakan di saat sang anak meninggal, yang membuatnya begitu takut untuk memiliki anak lagi.

"Jangan hanya diam saja, Apa kamu tidak memikirkan Evan dan keluarga ini?" tanya mama Geni, makin mengintimidasi. “Keluarga Sanjaya bukanlah keluarga sembarangan. Kami membutuhkan penerus untuk pewaris selanjutnya. Jangan hanya pentingkan tentang hidupmu sendiri!" bentak mama Geni.

"Aku butuh waktu, Ma. tolong mengerti aku."

"Waktu? Berapa lama lagi?! Jika tidak ingin hamil maka biarkan Evan menikah lagi!"

"Ma!" Suara Amanda naik beberapa oktaf.

"Kenapa? kamu tidak terima dengan ucapan Mama?” Mama Geni memelotot. “Maka dari itu berpikirlah!"

Puas setelah mengatakan semua unek-uneknya, mama Geni pun pergi lebih dulu meninggalkan meja makan.

Amanda mengusap wajahnya dengan kasar. Semakin hari rasanya semakin sulit saja dia jalani kehidupan di rumah ini.

Sayangnya, Amanda tidak bisa pergi begitu saja. Dia memiliki banyak alasan untuk tetap bertahan di rumah ini. Pertama, hanya di rumah inilah Amanda memiliki banyak kenangan dengan sang anak.

Kedua dia pun sangat mencintai Evan dan ketiga Amanda juga telah berjanji pada mendiang Papa mertuanya bahwa dia akan terus menjaga Sanjaya Group.

Tanpa sadar Amanda menjatuhkan air matanya. Hidup sebatang kara membuat Amanda tidak memiliki tempat untuk berbagi.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Asri Fatmawati
Maaf mungkin aku lupa, trauma apa yg dialami amanda sampai² dia ngak mau disentuh suaminya.. mungkin evan selingkuh untuk memenuhi syahwat nya yg tak tersalurkan..karena amanda tdk memberikan haknya sebagai istri
goodnovel comment avatar
Upin Ipin
hallo thor aku baca sakit hati loh thor sesek banget...
goodnovel comment avatar
Juhaina R
jgn kan sebatang kara aku punya ayah aja brsa gak enk apalgi gak ada dua dua nya .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status