"Seria akan menginap di sini. Mama yang memintanya."
Pertanyaan itu tidak dijawab Seria, melainkan sang mertua yang terlihat begitu melindungi sekretaris suaminya. Lengkap dengan nada angkuh, juga lirikan sinis yang ditujukan untuk Amanda. "Menginap di sini?” Amanda meninggikan satu alisnya. “Apa Aska tidak mencarimu?" tanya Amanda, menyinggung anak tunggal Seria. "Tidak, Aska bersama dengan neneknya," jawab Seria dengan nada lembut dan penuh percaya diri. Amanda menatap lekat gadis itu, seperti menemukan niat tersembunyi. Namun, belum sempat Amanda mengajukan rasa keberatannya, titah sang mertua lebih dulu terdengar. "Bi, antar Seria menuju kamarnya." Kehadiran dan pendapat Amanda memang tak pernah dianggap di rumah ini. Bahkan Evan sebagai suami pun tidak memberikan reaksi apa pun dan justru langsung melenggang menuju lantai 2. Amanda menahan emosi. Evan mungkin memang suami yang sangat baik, sangat mencintai Amanda. Tapi Evan tak pernah bisa membantah keinginan sang mama, selalu mematuhi apapun perintah mama Geni. Evan bahkan terkesan tidak terganggu sedikitpun jika sang sekretaris menginap di rumah ini. Pria itu langsung pergi menuju lantai 2, meninggalkan Amanda sendiri di ruang tengah tersebut. Sebuah syal di atas sofa mencuri perhatian Amanda. Perlahan, dia mendekati syal itu dan mengerutkan dahi ketika tercium aroma parfum yang tidak asing. ‘Ini….’ Pikiran buruk Amanda semakin menguat. Dia yakin, parfum inilah yang menempel pada suaminya. Dengan perasaan tak keruan, Amanda meremas syal di tangannya dengan kencang. Dia menyadari satu hal, jika kedekatan Seria dan Evan sudah tak wajar. Amarah Amanda sontak naik ke ubun-ubun. Dia bangkit dan melangkahkan kakinya menuju ke kamar di mana Seria berada. Namun di tengah jalan langkahnya justru terhadang oleh sang mama mertua. "Ada apa kamu datang ke sini?" "Ma, aku tidak suka wanita itu menginap di sini!” Amanda menyahut dengan amarah menggebu-gebu. “Seria itu hanya sekretarisnya mas Evan, dia bukan bagian keluarga kita!" "Jaga ucapanmu Amanda!” Mama Geni berekspresi marah. "Jika bukan karena mendiang suamiku yang bodoh, sudah sejak lama aku mencampakkanmu! Aku tidak sudi punya menantu sepertimu!" tegas mama Geni lagi lalu pergi dengan menabrak lengan sang menantu. Sementara Amanda tergugu. Dia kehilangan kata-kata. Ingin menangis, tapi sekuat tenaga dia tahan. Kemudian, alih-alih masuk ke kamar Seria seperti tujuannya semula, Amanda kini justru memasuki kamarnya bersama Evan. Dia menemukan sang suami telah tertidur di ranjang miliknya sendiri. Amanda menatap nanar ke arah Evan. Perpaduan rasa sakit hati usai dihina mertua, berpadu dengan luka karena pengkhianatan terpancar dari matanya. 'Mama boleh menghinaku, tapi tidak boleh ada wanita lain di rumah ini!' batinnya pilu. ** Di pagi hari, saat Amanda dan Evan menuruni tangga untuk sarapan … Amanda kembali melihat sosok Seria yang sudah lebih dulu bergabung dengan nyaman bersama Mama Geni. "Selamat pagi Tuan, Nyonya," sapa Seria dengan sangat ramah. Amanda tidak menyahut, pun begitu Evan yang bersikap dingin. "Seria, hidangkan makanan untuk Evan.” "Aku bisa melakukannya, Ma," balas Amanda dengan cepat, menentang perintah tak berlogika dari mertuanya. Pernikahan Amanda dan Evan memang bukan pernikahan berlandaskan cinta, tetapi karena perjodohan. Papa Evan yang begitu mengagumi Amanda yang cerdas, bertanggung jawab, pekerja keras dan memiliki kebaikan hati membuat papa Erwin begitu ingin menjadikannya sebagai menantu. Tak peduli meskipun saat itu status Amanda hanyalah salah satu karyawan di perusahaan Sanjaya Group. Satu hal dasar yang membuat Amanda tidak disukai Mama Geni. Ditambah lagi, usai pernikahan dilangsungkan, papa Erwin bahkan sangat membanggakan Amanda. Dia mengenalkan Amanda pada semua kolega bisnis hingga akhirnya papa Erwin membangun sebuah yayasan yang dikelola langsung oleh Amanda. Yayasan itu berkembang cepat, membuat Amanda semakin dikenal public sebagai wajah Keluarga Sanjaya, bukannya Evan. Lalu, kebencian Mama Geni semakin membuncah, ketika Papa Erwin dalam surat wasiatnya, menjadikan Amanda sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan Sanjaya Group. "Kamu mana paham mengurus suami?” sindir Mama Geni. “Sudahlah, tugasmu di keluarga ini hanya untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin.” Amanda terdiam menahan kesal, sementara adik ipar Amanda terkekeh. Sedangkan, Evan hanya diam dan Seria segera melaksanakan perintah nyonya besar, menyajikan makanan untuk sang Tuan. Tak bisa berbuat apa-apa, Mama Geni pun memperlakukan Amanda layaknya budak untuk mencari uang di keluarganya. "Mas, hari ini aku akan mengunjungi tuan Austin sebagai bentuk terima kasih untuk donasi yang telah dia berikan pada Yayasan," ucap Amanda, setelah mereka semua selesai sarapan. "Pergilah, apa kamu ingin aku ikut?" tanya Evan. "Tidak perlu, itu sudah jadi tugas Amanda.” Mama Geni menyela. “Lebih baik kamu ke kantor bersama Seria." Bagai kerbau dicucuk hidung, Evan menyahut patuh, "Baik, Ma.” Dan jika sudah seperti ini Amanda tak bisa berkutik. Evan meninggalkan meja makan lebih dulu, disusul oleh Seria tak lama. Amanda ingin bangkit, tetapi Mama Geni menahannya. Dengan setengah hati, akhirnya Amanda kembali duduk di kursinya. Sekarang di meja makan tersebut hanya ada mereka berdua. "Ini sudah 2 tahun sejak anakmu meninggal. Apa kamu tidak berencana memiliki anak lagi?" tanya mama Geni. Sebuah pertanyaan yang tentu begitu sulit untuk Amanda jawab, sebab ada tragedi yang tak mampu dia lupakan di saat sang anak meninggal, yang membuatnya begitu takut untuk memiliki anak lagi. "Jangan hanya diam saja, Apa kamu tidak memikirkan Evan dan keluarga ini?" tanya mama Geni, makin mengintimidasi. “Keluarga Sanjaya bukanlah keluarga sembarangan. Kami membutuhkan penerus untuk pewaris selanjutnya. Jangan hanya pentingkan tentang hidupmu sendiri!" bentak mama Geni. "Aku butuh waktu, Ma. tolong mengerti aku." "Waktu? Berapa lama lagi?! Jika tidak ingin hamil maka biarkan Evan menikah lagi!" "Ma!" Suara Amanda naik beberapa oktaf. "Kenapa? kamu tidak terima dengan ucapan Mama?” Mama Geni memelotot. “Maka dari itu berpikirlah!" Puas setelah mengatakan semua unek-uneknya, mama Geni pun pergi lebih dulu meninggalkan meja makan. Amanda mengusap wajahnya dengan kasar. Semakin hari rasanya semakin sulit saja dia jalani kehidupan di rumah ini. Sayangnya, Amanda tidak bisa pergi begitu saja. Dia memiliki banyak alasan untuk tetap bertahan di rumah ini. Pertama, hanya di rumah inilah Amanda memiliki banyak kenangan dengan sang anak. Kedua dia pun sangat mencintai Evan dan ketiga Amanda juga telah berjanji pada mendiang Papa mertuanya bahwa dia akan terus menjaga Sanjaya Group. Tanpa sadar Amanda menjatuhkan air matanya. Hidup sebatang kara membuat Amanda tidak memiliki tempat untuk berbagi.Sekitar jam 6 sore barulah Amanda memutuskan untuk pulang setelah seharian sibuk dengan urusan Yayasan.Di tengah-tengah perjalanan dia mendapatkan pesan dari sang suami. 'Malam ini aku akan lembur, tidurlah lebih dulu tidak perlu menungguku,' tulis Evan.Amanda menatapi pesan itu sekilas, sebelum akhirnya dia mengambil keputusan untuk menyusul ke kantor sang suami.Dalam perjalanan, Amanda merenung. Ucapan Mama Geni pagi tadi memang tidak sepenuhnya salah. Harusnya sekarang Amanda mulai melanjutkan hidup, bukan hanya terus berkubang di kesedihan atas meninggalnya sang anak.Meski masih ada sedikit keraguan di hatinya, namun Amanda mulai memberanikan diri untuk kembali bermesraan dengan sang suami.Karena itulah dia memutuskan untuk mengunjungi perusahaan Evan. Berharap bisa menikmati waktu romantis berdua di sana. karena jika di rumah pasti suasana hati Amanda makin buruk saat bertemu dengan mama Geni.Sekitar jam 7 lewat beberapa menit barulah Amanda tiba di perusahaan sang suami.
"Nyonya," sapa sang supir saat melihat nyonya Amanda keluar seorang diri dari perusahaan tersebut.Tadi nyonya Amanda memang telah memerintahkannya untuk pergi lebih dulu, tapi dia memutuskan untuk menunggu setidaknya selama 1 jam, karena itulah dia masih tetap berada di sini. Mobil masih terparkir di depan lobby perusahaan."Berikan kunci mobilnya," pinta Amanda dengan suara yang terdengar gusar.Supir tersebut lantas merogoh kunci mobil di saku celananya dan langsung dia serahkan pada sang nyonya.Tanpa basa-basi Amanda segera merebut kunci mobil tersebut dan masuk ke dalam mobil, lalu segera mengemudikan mobil tersebut pergi dari sana.Sampai membuat sang supir mendadak was-was, sebab nyonya Amanda pergi dengan kecepatan yang langsung tinggi.Keluar dari area perusahaan Amanda tanpa sadar membuat kekacauan di jalan raya, karena masuk tak melihat situasi kendaraan yang tengah ramai.Suara klakson mobil seketika menggema dari berbagai sudut, namun Amanda seperti tuli. Dia tidak men
'Aska adalah anak mereka berdua.' Mendengar kalimat itu Amanda seketika tergugu, tangan kanannya gemetar saking terkejutnya. Dia pikir pengkhianatan ini baru terjadi selama 2 tahun terakhir, tapi ternyata sudah sejak 6 tahun lalu. Bahkan usia Aska sama dengan sang anak, yaitu 5 tahun. Tangannya terkepal, namun dia coba untuk mengendalikan emosi, tak ingin terlihat semakin hancur. Bodohnya dia tak pernah menyadari bahwa anak itupun darah daging sang suami. Tidak hanya satu, namun keluarga ini telah begitu banyak mengkhianati dirinya. Bukan hanya sang suami, namun mama mertua beserta adik iparnya pun terlibat dalam penghianatan tersebut. "Kita harus bicara, Amanda. Ayo pergi," ucap Evan, dia segera menarik sang istri untuk meninggalkan ruang tengah. Dalam keadaan seperti ini mereka hanya perlu bicara berdua. Evan tak ingin Amanda semakin berpikir terlalu jauh. Karena nyatanya ini semua tak seperti yang Amanda kira. Di dalam hidup Evan, Seria hanyalah untuk bersenang-senang semen
Saat Seria menemui Amanda, mama Geni mendatangi Evan diruang kerja. Dilihatnya sang anak yang termenung duduk di kursi kerja, dihadapan Evan memang ada sebuah dokumen tapi sorot mata anaknya tersebut nampakkosong.Mama Geni bisa memahami kenapa Evan begini, dia pasti bingung ingin mengambilkeputusan apa sekarang."Evan," panggil mama Geni seraya masuk semakin dalam ke ruangan ini."Ma," balas Evan seadanya."Lebih baik kamu segera menceraikan Amanda, dia pasti juga setuju denganperceraian ini," ucap mama Geni. "Sebelum berpisah minta dia untukmengembalikan seluruh saham yang pernah papa beri, termasuk mengundurkan diridari yayasan," timpal mama Geni pula.Memberi solusi yang tepat agar anaknya tak perlu bingung-bingung lagi. Bagimama Geni Amanda tidak berhak mendapatkan sedikitpun kekayaan keluarga Sanjaya,apalagi wanita itu tidak memiliki keturunan dari Evan.Harusnya Amanda tahu diri, sebelum berpisah dia memang harus menyerahkansemuanya kembali pada keluarga ini.Namun di
"Luna sudah menyampaikan semuanya padaku, bahwa kamu tidak ingin bercerai." Amanda tengah membaca sebuah dokumen penting perusahaan saat Evan tiba-tiba masuk ke kamar mereka. Wanita itu tidak kaget, sebab tindakan ini sudah sesuai prediksinya. Atau yang lebih parah, mungkin mama mertuanya akan menyusul ke sini--jika tidak dihadang Luna, juga bodyguardnya di depan sana. Mendengar kalimat itu Amanda segera menutup dokumen di tangannya, lalu menatap sang suami. Pria yang kini seperti tak merasa bersalah sedikitpun, padahal luka yang diberikan padanya adalah luka yang tak main-main. Dokumen yang berisi data donasi yayasan itu kemudian Amanda letakkan di atas meja. "Apa Mas ingin aku mengajukan perceraian?" tanya Amanda kemudian, sorot matanya lurus ke arah sang suami. Bisakah Evan melihat luka di dalam hatinya yang begitu menganga? "Tidak, aku hanya penasaran apa alasanmu bertahan?" Amanda menunduk kecil, menyembunyikan senyum kecewa. Dibanding memahami tentang luka hatinya, Evan ju
"Apa maksudnya Mbak Amanda bicara seperti itu? Apa Mbak Amanda setuju jika aku dan Aska tinggal di sini?" tanya Seria, bicara menggebu dengan perasaan sedikit bingung. "Ingat batasanmu Seria, kamu harus memanggil ku apa?" Hening sesaat, percikan perselisihan itu nampak jelas dari sorot mata Amanda dan juga Seria. Namun akhirnya Seria yang lemah. "Maaf Nyonya," jawab Seria. "Setelah ini aku ingin bicara pada semua orang, tapi tidak di hadapan Aska. Kecuali kalian ingin Aska mengetahui bahwa dia adalah anak Har_" "Amanda!" bentak mama Geni. "Ma, kecilkan suara Mama. Amanda sudah berbaik hati untuk memaafkan aku, tidak bisakah kita sarapan dengan tenang?" sahut Evan pula. "Menyingkir, kursi yang kamu duduki adalah kursiku," titah Amanda pada jalang suaminya tersebut. Seria tak berkutik, padahal posisi ini begitu sempurna untuknya. Di sisi kanan dia berdekatan dengan Evan, sementara di sisi kiri dia berdekatan dengan sang anak. "Pelayan, ganti kursi ini dengan yang lain," perintah
"Aska," panggil Amanda, hingga membuat anak berusia 5 tahun itu langsung menoleh ke arahnya. Setelah berkeliling rumah ini, Aska duduk di taman sendirian. Sementara para pelayan hanya mengawasi Aska dari jarak aman. "Tante Amanda," balas Aska, dia juga langsung bangkit dari duduknya dan berdiri untuk memberi hormat. Hati Amanda yang bergemuruh dengan amarah coba dia redam sampai padam, tak ingin menunjukkan semua benci yang dia rasa pada anak tak berdosa tersebut. Yang salah hanya Evan dan Seria, sementara Aska tidak. Setelah berada di hadapan anak ini, Amanda berjongkok untuk menyejajarkan tubuh mereka. "Maaf Tante, di mana Mama?" tanya Aska, suaranya terdengar gemetar. Amanda menyadari Aska merasa tak nyaman saat berada di dekatnya. "Mama Seria sudah pergi bekerja, mulai sekarang Aska akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Tante." "Kenapa?" "Bukankah Aska tahu bahwa Aska akan tinggal di rumah ini?" tanya Amanda dan bocah itu mengangguk kecil. "Kata Mama mulai sekara
Di luar dugaan, Amanda yang berpikir Seria akan mati-matian menjaga harga diri justru menuruti permintaannya untuk berlutut.Andai Amanda masihlah dirinya yang dulu, dia mungkin akan termakan akting wanita gundik itu. Akan tetapi, tidak lagi dengan kali ini."Bawa Aska pulang bersamamu, jangan pernah menggunakan Aska untuk bisa masuk ke keluarga Sanjaya, " ucap Amanda setelah melihat Seria berlutut di hadapannya. Dia tahu maksud tersembunyi Seria membawa anak itu masuk ke rumah utama, jelas untuk bisa diterima dan merebut posisinya. Amanda juga meninggalkan wanita yang tengah bersimpuh itu tanpa memintanya untuk berdiri lebih dulu, dia pilih kembali duduk di kursi kebesarannya. Kursi Ketua Yayasan Sanjaya Group. Seria mengepalkan kedua tangannya kuat, berdiri dengan harga diri yang telah jatuh. "Aku tidak peduli bagaimana caramu menyenangkan suamiku di luaran sana, tapi jangan pernah lakukan di dalam rumahku," ucap Amanda setelah dia duduk dengan angkuhnya. Pengkhianatan itu seol