"Luna sudah menyampaikan semuanya padaku, bahwa kamu tidak ingin bercerai."
Amanda tengah membaca sebuah dokumen penting perusahaan saat Evan tiba-tiba masuk ke kamar mereka. Wanita itu tidak kaget, sebab tindakan ini sudah sesuai prediksinya. Atau yang lebih parah, mungkin mama mertuanya akan menyusul ke sini--jika tidak dihadang Luna, juga bodyguardnya di depan sana. Mendengar kalimat itu Amanda segera menutup dokumen di tangannya, lalu menatap sang suami. Pria yang kini seperti tak merasa bersalah sedikitpun, padahal luka yang diberikan padanya adalah luka yang tak main-main. Dokumen yang berisi data donasi yayasan itu kemudian Amanda letakkan di atas meja. "Apa Mas ingin aku mengajukan perceraian?" tanya Amanda kemudian, sorot matanya lurus ke arah sang suami. Bisakah Evan melihat luka di dalam hatinya yang begitu menganga? "Tidak, aku hanya penasaran apa alasanmu bertahan?" Amanda menunduk kecil, menyembunyikan senyum kecewa. Dibanding memahami tentang luka hatinya, Evan justru penasaran apa alasan bertahan. "Kata mas Evan, Seria hanya untuk bersenang-senang. Sementara Mas hanya mencintai aku, aku akan percaya," balas Amanda, lalu mengambil jeda untuk menarik nafas. "Karena itulah aku ingin bertahan di pernikahan kita," timpalnya kemudian. Amanda melihat sang suami tersenyum kecil setelah mendengar ucapannya tersebut, mungkin bagi pria itu kata-katanya berarti lebih. Tentang pernikahan mereka yang bisa kembali seperti dulu, bahkan tidur di ranjang yang sama dan kembali bermesraan. Evan kemudian bangkit dari duduknya dan pindah di samping sang istri. Ingin memeluk Amanda namun ditahan oleh wanita ini. "Kenapa?" tanya Evan. Bukankah Amanda ingin mereka kembali bersama? Namun pertanyaan itu menggantung di udara, sebab Amanda tidak menjawab lagi. Dia justru berlalu ke ranjangnya untuk tidur. Didalam hati Amanda masih bergemuruh amarah tentang pengkhianatan sang suami. Makin sakit saat melihat pria ini sedikitpun tidak menunjukkan rasa bersalah. Cinta? satu kata itu seperti sudah tidak ada artinya apa-apa bagi Amanda. Niat utamanya bertahan di rumah ini hanyalah untuk mempertahankan posisinya. Tak akan pernah dia berikan pada jalang Seria. Amanda bahkan akan menunjukkan bahwa dia bukan wanita yang lemah. Mama Geni, Evelyn, Evan dan Seria harus tahu bahwa mereka salah berurusan dengannya. Tiap rasa sakit yang Amanda rasakan, akan dia kembalikan pada sang pemberi. "Istirahatlah," ucap Evan singkat seraya membenahi selimut sang istri, Amanda memejamkan matanya. Saat pagi menjelang akhirnya Amanda keluar dari dalam kamarnya. Satu kejutan kembali dia dapatkan saat tiba di meja makan. Pagi ini bukan hanya Seria yang dia lihat berada di rumah ini, tapi juga Aska. Anak polos yang tidak tahu apapun. Tubuh Amanda gemetar, melihat anak itu membuatnya terkenang tentang mendiang anaknya sendiri. Tega-teganya mama Geni mengizinkan anak ini masuk, membuat Amanda makin nelangsa. Jantungnya berdegup ketika baru menyadari bahwa Aska memiliki bola mata seperti mendiang sang anak dan juga Evan, biru safir. "Tante Amanda, selamat pagi," sapa Aska. Amanda bergeming, sementara Seria nampak tersenyum lebar. "Semalam kamu tidak bisa ditemui, padahal Mama ingin membicarakan tentang Aska. Mulai hari ini dia akan tinggal di sini." Amanda tersenyum mendengar ucapan Mama Geni. Alih-alih menolak, wanita itu justru tersenyum. Sebuah senyum sinis yang seharusnya diwaspadai oleh semua yang berhadapan dengannya. "Begitu? Jadi, kalian sudah memutuskan semuanya tanpa aku?" Amanda berkata dengan tenang, tetapi tatapan matanya menyiratkan hal lain. "Kalau begitu ... aku juga akan memutuskan sesuatu tanpa memikirkan apa pun lagi.""Apa maksudnya Mbak Amanda bicara seperti itu? Apa Mbak Amanda setuju jika aku dan Aska tinggal di sini?" tanya Seria, bicara menggebu dengan perasaan sedikit bingung. "Ingat batasanmu Seria, kamu harus memanggil ku apa?" Hening sesaat, percikan perselisihan itu nampak jelas dari sorot mata Amanda dan juga Seria. Namun akhirnya Seria yang lemah. "Maaf Nyonya," jawab Seria. "Setelah ini aku ingin bicara pada semua orang, tapi tidak di hadapan Aska. Kecuali kalian ingin Aska mengetahui bahwa dia adalah anak Har_" "Amanda!" bentak mama Geni. "Ma, kecilkan suara Mama. Amanda sudah berbaik hati untuk memaafkan aku, tidak bisakah kita sarapan dengan tenang?" sahut Evan pula. "Menyingkir, kursi yang kamu duduki adalah kursiku," titah Amanda pada jalang suaminya tersebut. Seria tak berkutik, padahal posisi ini begitu sempurna untuknya. Di sisi kanan dia berdekatan dengan Evan, sementara di sisi kiri dia berdekatan dengan sang anak. "Pelayan, ganti kursi ini dengan yang lain," perintah
"Aska," panggil Amanda, hingga membuat anak berusia 5 tahun itu langsung menoleh ke arahnya. Setelah berkeliling rumah ini, Aska duduk di taman sendirian. Sementara para pelayan hanya mengawasi Aska dari jarak aman. "Tante Amanda," balas Aska, dia juga langsung bangkit dari duduknya dan berdiri untuk memberi hormat. Hati Amanda yang bergemuruh dengan amarah coba dia redam sampai padam, tak ingin menunjukkan semua benci yang dia rasa pada anak tak berdosa tersebut. Yang salah hanya Evan dan Seria, sementara Aska tidak. Setelah berada di hadapan anak ini, Amanda berjongkok untuk menyejajarkan tubuh mereka. "Maaf Tante, di mana Mama?" tanya Aska, suaranya terdengar gemetar. Amanda menyadari Aska merasa tak nyaman saat berada di dekatnya. "Mama Seria sudah pergi bekerja, mulai sekarang Aska akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Tante." "Kenapa?" "Bukankah Aska tahu bahwa Aska akan tinggal di rumah ini?" tanya Amanda dan bocah itu mengangguk kecil. "Kata Mama mulai sekara
Di luar dugaan, Amanda yang berpikir Seria akan mati-matian menjaga harga diri justru menuruti permintaannya untuk berlutut.Andai Amanda masihlah dirinya yang dulu, dia mungkin akan termakan akting wanita gundik itu. Akan tetapi, tidak lagi dengan kali ini."Bawa Aska pulang bersamamu, jangan pernah menggunakan Aska untuk bisa masuk ke keluarga Sanjaya, " ucap Amanda setelah melihat Seria berlutut di hadapannya. Dia tahu maksud tersembunyi Seria membawa anak itu masuk ke rumah utama, jelas untuk bisa diterima dan merebut posisinya. Amanda juga meninggalkan wanita yang tengah bersimpuh itu tanpa memintanya untuk berdiri lebih dulu, dia pilih kembali duduk di kursi kebesarannya. Kursi Ketua Yayasan Sanjaya Group. Seria mengepalkan kedua tangannya kuat, berdiri dengan harga diri yang telah jatuh. "Aku tidak peduli bagaimana caramu menyenangkan suamiku di luaran sana, tapi jangan pernah lakukan di dalam rumahku," ucap Amanda setelah dia duduk dengan angkuhnya. Pengkhianatan itu seol
"Nyonya Amanda, saham perusahaan Sanjaya Group mulai mengalami penurunan," lapor Luna dengan menunjukkan tablet di tangannya. Semalam berita ini telah disebar dan pagi ini pemberitaan penuh dengan skandal perselingkuhan sang suami. Semua wanita yang pernah berhubungan dengan Evan masuk dalam daftar hitam tersebut, namun yang paling banyak disorot adalah tentang Seria. Ponsel Amanda terus berdering dari berbagai pihak, Amanda sampai harus menonaktifkan ponselnya agar bisa mendapatkan ketenangan. Sementara semua urusan ditangani langsung oleh Luna. Secara mendadak pintu ruang kerja Amanda terbuka dengan keras, Evan masuk dengan nafasnya yang terdengar kasar. Melihat sang tuan datang, Luna lantas menyingkir dengan segera. "Bagaimana bisa kamu menerbitkan berita seperti ini?" tanya Evan, rahangnya terlihat mengeras. Memang, dia benar-benar merasa bersalah atas perselingkuhan yang dilakukannya. Namun dia tak menyetujui sikap Amanda yang berlebihan seperti ini. Apalagi Amanda telah s
"Maaf Tuan, itu adalah urusan pribadiku," balas Amanda setelah sepersekian detik dia terdiam mendengar pertanyaan tuan Austin. Selama ini mereka hanya menjalin hubungan profesional, tak pernah melibatkan masalah pribadi dalam pembicaraan. Jadi ketika tuan Austin mempertanyakan tentang skandal ini membuat Amanda sedikit merasa tak nyaman. Padahal pria itu bisa memilih untuk pura-pura tidak mengetahuinya. "Kuharap berita itu tidak benar," balas Austin dengan tatapan yang terlihat lebih dalam. Meskipun Amanda mengelak pembicaraan tentang hal ini, namun dia tetap menunjukkan simpatinya. Sampai beberapa saat suasana jadi terasa canggung. Keluar dari ruangan tuan Austin, Amanda sampai menghela nafas panjang. Sebab merasa ada yang tertahan dalam pertemuan tersebut. "Apa anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Luna yang sejak tadi menunggu. Melihat sang nyonya nampak gusar, Luna langsung memastikan keadaannya. Amanda tidak menjawab dengan kata-kata, dia hanya menganggukkan kepalanya kecil
"Mas Evan, nanti aku ingin langsung duduk di posisi yang tinggi, setidaknya manajer," ucap Evelyn setelah mereka semua selesai sarapan. Saat Evan hendak menjawab, Amanda segera menyentuh tangan sang suami, sebuah isyarat kecil agar Evan diam saja."Tidak bisa Evelyn, posisi itu sekarang sudah diduduki oleh orang-orang yang kompeten. Jadi kamu hanya bisa masuk sebagai karyawan biasa," balas Amanda, suaranya terdengar pelan namun penuh ketegasan. Dan Evelyn langsung bereaksi tak suka. "Mbak ingin mempermalukan aku? Masa salah satu pewaris Sanjaya Group jadi karyawan biasa, mau ditaruh di mana mukaku, Mbak?" bantah Evelyn, dia bahkan menatap ke arah sang mama, ingin mencari pembelaan. "Jangan terlalu keras pada Evelyn, Manda. Beri dia posisi yang tinggi," ucap mama Geni pula. "Justru karena aku tidak memperlakukannya dengan keras, maka Evelyn jadi karyawan biasa. Jika dia langsung jadi manager yang ada pekerjaannya semakin sulit." "Sulit apanya? Jika aku tidak mampu aku bisa memeri
"Dokter Kania akan segera tiba," ucap Luna setelah menghubungi sang dokter. Dokter Kania adalah salah satu dokter dari rumah sakit milik tuan Austin. Telah lama bekerja sama dengan rumah sakit keluarga Floyd, membuat Amanda merasa nyaman jika harus ditangani oleh dokter dari sana. Kerahasiaan atas kondisinya akan jadi yang utama. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya dokter Kania tiba di Yayasan, beberapa orang yang melihat pasti mengira bahwa kedatangannya hanya untuk mengkonsultasikan tentang kerja sama mereka. Bukan untuk menangani Amanda. "Semuanya normal, hanya saja detak jantung anda begitu cepat," ucap Dokter Kania setelah melakukan serangkaian pemeriksaan. Amanda tahu, kondisinya melemah begini memang bukan karena fisiknya, namun mental yang terus dihancurkan berkali-kali. Tangan kanannya nampak gemetar hebat dan tangan kirinya coba menggenggam agar terhenti. "Beri aku obat penenang saja," balas Amanda lirih, suaranya terdengar tanpa minat. Nampak enggan untuk melanjut
"Seria akan mengundurkan diri dari perusahaan, dia sudah menyerahkan surat pengunduran dirinya," ucap Evan pada sang istri. Mereka bertemu di kamar setelah sama-sama pulang. Amanda tetap menyimpan obat yang diminumnya di dalam tas, tak ingin dia tunjukkan pada sang suami. Di hadapan semua orang dia harus terlihat kuat, bahkan suaminya sendiri. Mendengar berita tersebut, Amanda memang sedikit terkejut. Langsung mengira bahwa Seria pasti memiliki rencana lain. Tak Mungkin tiba-tiba wanita itu meninggalkan pekerjaannya tanpa alasan yang pasti. Apalagi selama ini hanya pekerjaan itulah yang bisa dia manfaatkan untuk bisa terus mendekati sang suami. "Kenapa mendadak dia ingin mengundurkan diri?" tanya Amanda pula, sorot matanya lurus ke arah Evan. Pria itu tengah duduk di tepi ranjangnya sendiri Sementara Amanda masih duduk di depan meja rias. "Aku tidak tahu," balas Evan singkat, sebenarnya dia juga malas membahas tentang Seria. Maksud utamanya mengatakan pada sang istri agar Amanda