"Iya," jawab Amanda setuju, meski keraguan di dalam hatinya terasa begitu jelas. Setelah menjawab sepatah kata itu Amanda bahkan langsung memejamkan mata. Sebelum pulang dari yayasan tadi, Amanda menyempatkan diri untuk minum obat, kini obat tidur itu mulai bereaksi dan membuatnya sangat mengantuk. Amanda tahu hal semacam ini memang tidak mampu dihindari. Apalagi setelah mengambil keputusan untuk tidak bercerai dengan sang suami. Evan pasti akan semakin mengharapkan ada hubungan intim di antara mereka berdua. Namun lebih jauhnya Amanda tak mampu memikirkan lagi, karena akhirnya dia benar-benar terlelap. "Mulai Minggu depan Seria tidak lagi bekerja di perusahaan, jadi kamu harus menanggung biaya hidupnya dan juga Aska," ucap mama Geni. Setelah sarapan bersama dia memanggil Evan dan Amanda untuk masuk ke ruangannya. Sementara Evelyn harus pergi ke perusahaan lebih awal. Jika terlambat Evelyn akan ditegur layaknya karyawan biasa yang lain. Tak ada sedikitpun perlakuan istimewa yang
"Istri macam apa itu? kalian akhirnya mengubah ranjang jadi satu, tapi Amanda malah pergi. Dia jelas-jelas menghindari kamu, Van," ucap mama Geni saat melihat sang menantu pergi meninggalkan rumah malam ini. Tak tanggung-tanggung, Amanda bahkan membawa dua koper sekaligus. Memang di tahun-tahun sebelumnya Amanda juga sering melakukan kunjungan seperti ini, tapi sekarang situasinya terasa tidak pas. Di saat rumah tangganya masih di ujung tanduk, Amanda pergi tanpa berpikir dua kali. Evan tak ingin menanggapi ucapan sang mama, setelah mobil milik sang istri menghilang dari pandangannya, dia berbalik hendak menuju ruang kerja. Tapi panggilan mama Geni menghentikan langkahnya. "Evan!" panggil mama Geni. "Amanda tidak ingin bercerai, mama juga tidak ingin kalian bercerai karena Amanda memiliki sebagian harta keluarga kita, tapi ... Mama juga tidak rela Jika kamu diperlakukan seperti ini," jelas Mama Geni kemudian. Evan terdiam. "Tetap berhubungan lah dengan Seria seperti selama ini,
"Anda datang ke sini?" tanya Amanda lagi, setelah sepersekian detik merasa terkejut ketika melihat tuan Austin yang berdiri di hadapannya. Hati kecil Amanda sempat berpikir mungkinkah yang datang adalah sang suami, tapi ternyata bukan. Dan setelah melihat siapa yang datang, Luna pun segera meninggalkan tempat tersebut. Dia tidak pergi terlalu jauh, menunggu sang nyonya di depan yayasan. Dari dalam ruang tamu itu, mereka juga bisa melihat suasana yang ada di lapangan tempat anak-anak masih berkumpul saat ini. "Aku datang hanya untuk mampir, cukup terkejut juga saat melihatmu berkumpul dengan anak-anak." "Iya, kebetulan sekali," balas Amanda. Tuan Austin adalah donatur paling besar di yayasannya, jadi beliau juga selalu diperlakukan dengan baik di yayasan ini, dihormati setinggi-tingginya. "Mari ikut bergabung di lapangan. Apa anda belum sarapan? Akan saya temani untuk makan," ucap Amanda lagi, mengajukan tawaran. Austin tidak menjawab dengan kata, dia mengangguk kecil dan akhir
"Tuan Austin!" panggil Amanda, pria itu berjalan cepat sekali sampai membuatnya kesulitan untuk menyusul. Mereka berjalan melalui jalanan kecil yang terhubung diantara taman dan yayasan, mengitari lapangan tempat anak-anak tadi berkumpul. "Kenapa? Masih ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Austin, dia kembali menghentikan langkah. Berbalik ke belakang menatap Amanda. "Aku tidak tahu apa yang mendasari Anda bersikap seperti ini. Tapi sepertinya aku harus menegaskan satu hal," ucap Amanda. Austin terdiam, memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk Amanda bicara. "Aku memiliki kehidupan yang sangat bahagia, suami yang mencintai aku dan keluarga yang mendukungku. Jadi jangan menilaiku sebagai wanita yang menyedihkan," tegas Amanda, sorot matanya nampak begitu serius. "Kita adalah rekan kerja dalam kurun waktu yang lama, dan seterusnya akan tetap seperti itu. Jadi aku mohon, kita tetap memiliki hubungan yang profesional," timpal Amanda, setelahnya dia bahkan menundukkan kepalanya
"Datanglah ke rumah dan ajak Aska, Amanda pergi ke kota A," ucap mama Geni dalam sambungan telepon yang terhubung dengan Seria. Pagi-pagi sekali dia langsung menyampaikan kabar ini dengan antusias. Yang pusing dengan permasalahan ini bukan hanya Evan ataupun Amanda, tapi mama Geni juga. Tekanan darahnya sampai mengalami kenaikan karena perselisihannya dengan sang menantu. Kemarin Amanda pergi dan kini mama Geni seperti bisa menghirup udara segar. Tak ingin bahagia sendirian, dia pun ingin mengajak Seria bersama. "Apa? Mbak Amanda pergi ke kota A? kenapa mendadak sekali," tanya Seria, heran sendiri mendengar informasi tersebut. "Katanya dia akan mulai merenovasi yayasan cabang, tapi mama yakin sebenarnya dia sendang menghindari Evan," jawab mama Geni, dia bahkan tak segan sedikitpun saat membongkar isi rumah tangga sang anak. Mama Geni mengatakan bahwa Evan telah merubah ranjang mereka jadi satu dan setelahnya Amanda pergi dari rumah ini. Mendengar dua informasi tersebut,
'Baik, Tuan,' jawab Amanda melalui pesan singkat yang dia kirim pada tuan Austin. Setelah pesan itu terkirim dia membuang nafas kasar. Pria ini adalah seseorang yang ingin Amanda hindari, namun belum menemukan alasan yang tepat. Mereka bertemu di kota lain dan memutuskan untuk makan malam bersama, hal ini bukanlah hal yang aneh. Apalagi jika mengingat mereka merupakan rekan bisnis sejak beberapa tahun terakhir. "Kenapa waktu cepat sekali berlalu," gumam Amanda setelah dia mendengar pintu rumahnya di ketuk. Waktu juga telah menunjukkan angka 7 malam. Dia sangat yakin bahwa yang mengetuk rumahnya tersebut adalah tuan Austin. Dan benar saja, saat Amanda membuka pintu dia telah melihat pria itu berdiri tepat di hadapannya. Mess yang ditempati Amanda berada di dalam area yayasan, jadi kedatangan Austin malam ini pun terpantau oleh pihak penjaga keamanan. Luna yang mendapatkan informasi itu pun bergegas menghampiri pula. Dia memberi hormat pada tuan Austin dan juga nyonya Amanda.
"Maaf Tuan, aku bisa berjalan sendiri," ucap Amanda ketika Austin memeluk pundaknya untuk keluar dari ruangan tersebut, bergabung dengan para pengunjung lain di lantai 2.Mendengar penolakan Amanda, secara perlahan Austin pun melepaskan pelukannya. Membiarkan Amanda berjalan di depan.Suara gemuruh hujan mampu mereka dengar dengan jelas, tiap kali kilat menyambar Amanda semakin mengeratkan jas tuan Austin di tubuhnya.Sampai dia mampu menghirup aroma maskulin pria tersebut. Aroma yang membuatnya benar-benar merasa tak nyaman, seolah dia sama seperti Seria. Yang katanya bekerja namun menggoda atasannya. Amanda menggeleng pelan, coba menepis pikiran menyebalkan tersebut. Berulang kali mengatakan bahwa dia tak akan pernah jadi Seria. "Silahkan duduk Tuan, kita akan berkumpul di sini," ucap sang pelayan. Di lantai dua ini telah banyak pengunjung yang berkumpul, tiap pasangan saling memeluk untuk menenangkan satu sama lain.Sementara Amanda dan Austin duduk dengan jarak aman yang tercip
"Bagaimana ini, asisten Luna? hujannya belum juga reda," ucap kepala yayasan. Mereka menunggu dengan cemas kepulangan Nyonya Amanda. Berkumpul di kantor yayasan dan berulang kali melihat ke arah gerbang. Menunggu mobil milik tuan Austin memasuki tempat ini.Melintasi hujan yang masih saja belum reda.Luna tidak menjawab apapun, coba untuk menghubungi tidak bisa karena sinyal menghilang. Sebelumnya sang nyonya juga tidak mengatakan apapun tentang kepergiannya, tempat mana yang mereka tuju.Mencari dalam keadaan seperti ini justru akan membahayakan yang lainnya. Namun saat teringat ketika tuan Austin begitu memperhatikan sang nyonya, seperti saat di rumah sakit waktu itu membuatnya sedikit bisa bernafas lega.Mulai yakin bahwa tuan Austin pasti akan melindungi nyonya Amanda. "Tidak apa-apa, tuan Austin pasti akan memastikan nyonya Amanda baik-baik saja. Kita cukup menunggu di sini," ucap Luna, setelah beberapa saat hanya diam akhirnya dia mulai buka suara."Baik, Asisten Luna."Sebenarn
"Kamu serius akan datang?" tanya Kaginda setelah Amanda mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang mertua."Hem, konferensi pers akan diadakan malam nanti. Sekarang aku masih bisa bekerja, jadi tidak menganggu waktuku," balas Amanda, lalu tersenyum seperti biasa.Kaginda seperti melihat jika sekarang Amanda memiliki dua kepribadian, satu Amanda yang dia kenal selama ini sementara satu sisi Amanda yang penuh dengan dendam."Aku akan mendampingi mu," ucap Kaginda lalu menghela nafasnya dengan kasar."Tidak apa-apa, datanglah saat pukul 7 malam di Sanjaya Group. Kita bertemu di sana," jawab Amanda dan Kaginda menganggukkan kepalanya setuju.Kaginda juga bangkit berdiri siap pergi dari sana, namun sebelum benar-benar pergi dia kembali menatap Amanda dengan intens. Memastikan sekali lagi benarkah Amanda baik-baik saja. Benarkah semua luka itu telah sembuh, karena pengkhianatan keluarganya tak main-main."Aku baik-baik saja, berhenti menatapku dengan tatapan mengasihani seperti itu," ucap
"Amanda," panggil Kaginda yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja.Luna yang awalnya tengah berbincang dengan atasannya itu pun sontak mundur, berniat keluar dan meninggalkan dua wanita ini."Ada apa? kenapa mendadak datang ke sini?" tanya Amanda pula, menatap bingung atas kedatangan sahabatnya tersebut. Biasanya mereka selalu membuat janji temu lebih dulu sebelum ada pertemuan. Tapi kini secara mendadak Kaginda muncul di hadapannya."Ada apa? katamu ada apa? Astaga," Kaginda sampai kehabisan kata-kata. "Aku bahkan sangat sulit untuk masuk ke sini tadi, di depan sana banyak wartawan yang mengerubungi Yayasan," jelas Kaginda kemudian, raut wajahnya nampak cemas.Menatap Amanda dengan begitu intens, menelisik kesedihan macam apa yang dirasakan oleh sang sahabat. Hancur yang mungkin sampai membuatnya sesak untuk bernafas.Sementara Luna telah benar-benar keluar dari ruangan ini, Kaginda berdiri di depan meja kerja Amanda. Dan malah melihat Amanda yang masih sibuk dengan semua pekerjaan
"Seria! Keluar kamu!" pekik mama Geni, dia juga langsung masuk semakin dalam ke rumah tersebut tanpa memerlukan izin. Sampai akhirnya mama Geni melihat Seria yang berdiri di ruang tengah rumah ini.Tatapan mereka saling terkunci, seperti tak ada yang ingin mengalah dalam perselisihan ini. Meski semuanya nampak kacau bagi Seria, namun dia tak ingin mengaku salah. Apalagi sampai menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.Tidak, Seria tidak akan pernah melakukan itu. Sebab baginya ini semua sudah benar.Saat itu bertepatan dengan mama Seria yang juga mendatangi ruang tengah kerena mendengar keributan."Dasar wanita tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu mempermalukan Evan!" bentak mama Geni, suaranya yang menggelegar bergema di dalam rumah tersebut. Mama Geni maju dengan cepat dan menjambak rambut Seria."Hentikan Geni! jangan sakiti anakku!" ucap mama Seria, dia juga berusaha keras melepaskan perkelahian, menarik Geni agar melepaskan jambakannya sampai akhirnya Seria yang terlempar ke s
Evan sudah lebih dulu memutus sambungan telepon tersebut karena dia tak ingin kembali mendengar bantahan dari sang mama. Sejak beberapa waktu lalu dia memang sudah memutuskan untuk tidak mengikutsertakan sang mama dalam tiap keputusan yang akan dia ambil.Di masa lalu, Evan telah begitu patuh pada mama Geni. Semua hal yang diperintahkan oleh mamanya pasti dia teruti. Evan tak pernah berpikir panjang, asal sang mama yang memberinya perintah pasti akan dia lakukan.Tapi sekarang dia tidak ingin hidup seperti itu lagi, terlebih setelah menyadari bahwa semua hal yang dilakukan oleh Mama Geni selama ini adalah salah.Demi memperbaiki hidupnya yang sudah hancur, Evan akan memilih jalan yang baginya sendiri adalah yang terbaik.Hari ini Evan memutuskan untuk tetap datang ke perusahaan di tengah-tengah kondisi yang semakin memanas. Namun dia masih memilih untuk diam, tidak mengeluarkan satu katapun sebagai pembelaan."Tuan, beberapa klien membatalkan kerjasama karena skandal ini. Apa yang har
Saat pagi menjelang Evan masih juga belum mampu terpejam. Dia tetap duduk di sofa kamarnya dan melihat sang istri mulai bersiap untuk pergi bekerja.Evan sampai melupakan tentang keberadaan Aska di rumah ini, pikirannya benar-benar buntu. Dia sampai tak berani membuka ponselnya sendiri."Sayang," panggil Evan lirih saat Amanda mulai duduk di meja riasnya."Semalaman Mas tidak tidur?" tanya Amanda pula, berlagak seolah tidak tahu apapun. Tapi siapa yang peduli, dulu pun Amanda berusaha sembuh sendiri dari semua trauma."Bagaimana bisa aku tidur, pagi ini pemberitaan pasti semakin menjadi-jadi. Bisakah kamu membantah berita itu lagi?" tanya Evan, berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara agar dia bisa terbebas dari jeratan Seria."Mas, sekarang aku tidak mau ikut campur lagi. Kamu yang memulai untuk memiliki hubungan dengan Seria, jadi sekarang selesaikanlah semaunya sendiri," balas Amanda dengan kalimat yang terdengar begitu tegas.Sorot matanya tak mampu diajak untuk bernegosiasi.
Evelyn yang sejak tadi menguping semua kejadian dan pembicaraan sampai gemetar sendiri dibuatnya. Sebab Seria benar-benar mengirimkan bukti perselingkuhannya dan mas Evan ke sebuah media.Bingung apa yang harus dilakukannya juga, akhirnya Evelyn reflek masuk ke dalam kamar sang kakak."Mbak Amanda, aku mohon bantu mas Evan," pinta Evelyn setelah berhasil berdiri di hadapan sang kakak ipar. Mulai merasa bahwa Seria lah parasit yang sesungguhnya di keluarga Sanjaya.Wanita itu tidak menghasilkan apapun kecuali, Aska. Tapi bermimpi bisa jadi bagian dari keluarga ini."Kamu ingin lihat apa yang dikirim Seria pada Dream Media? lihatlah," balas Amanda, dia memutar laptopnya dan diarahkan pada sang adik ipar.Mulut Evelyn ternganga, lalu dengan cepat dia tutup menggunakan kedua tangan. Bagaimana bisa Seria menyebar foto yang begitu intim."Tersebar atau tidak, pihak Dream Media sudah melihat foto-foto ini. Pasti sudah melakukan pemeriksaan pula apakah foto ini asli atau palsu. Aku tidak bisa
Pada akhirnya Evan pilih untuk menyusul Amanda, masuk ke dalam kamar dan mengabaikan tentang kepergian Seria.Di luar sana Seria menangis dan terus mengetuk-ngetuk pintu. Sampai akhirnya penjaga keamanan bertindak dan menarik Seria keluar sampai ke luar gerbang rumah ini."Mas Evan!" pekik Seria dengan suara yang tercekat. Dia juga hanyalah manusia biasa, hal seperti ini membuatnya begitu hancur dan putus asa.Terlebih dulu angan-angan dan harapannya sudah begitu tinggi. Mendapatkan restu mama Geni lalu mampu memuaskan Evan. Tapi sekarang semuanya hancur, tak ada satupun yang mau memperjuangkannya."Kamu yang memulai ini semua Mas, jadi jangan salahkan aku jika mengungkap semuanya," lirih Seria, dengan tangan yang gemetar dia mengambil ponselnya. Sebuah file yang telah dia buat dengan begitu rapi langsung dikirimnya menuju Dream Media.Jantung Seria makin bergemuruh, tak mampu menebak apa yang akan terjadi besok. Sebab berita kali ini pasti akan berdampak lebih besar dari sebelumnya.
Sesaat Amanda hanya mampu mendelik saat merasakan ciuman di bibirnya, namun sepersekian detik kemudian dia coba untuk mendorong dada tuan Austin.Tapi tangannya justru di tahan dan membuat ciuman itu terasa semakin dalam, saat merasakan lidah tuan Austin menelusup masuk ke dalam mulutnya Amanda justru memejamkan mata. Merasakan tubuh yang begitu panas.Detik itu juga Amanda menyadari bahwa ada bagian dari dalam dirinya yang juga menginginkan sentuhan ini.Ketika Amanda tak lagi berontak, barulah secara perlahan Austin melepaskan ciuman tersebut. Ciuman yang membuat nafas keduanya jadi sedikit terengah. "Jangan bersikap seolah kita adalah orang asing, Amanda. Kamu adalah wanitaku," ucap Austin.Dan membuat Amanda menelan ludahnya dengan kasar. Pembicaraan tentang hal ini terus mereka bahas ketika bersama. Namun rasanya cukup sulit untuk membuat Amanda benar-benar membuka hati. Karena merasa semua permasalahannya belum selesai.Pada akhirnya Amanda memilih untuk diam, hatinya pun bimb
Sampai malam menjelang Amanda belum juga pulang ke rumah, Evan yang sejak tadi menunggu dibuatnya begitu cemas. Terlebih Amanda tidak memberi kabar apapun pada Evan.Coba menghubungi Luna pun sia-sia karena panggilan teleponnya tidak mendapatkan jawaban. Sebelumnya Luna sudah diperintahkan oleh Amanda untuk tidak perlu menghubungi ataupun menerima panggilan telepon dari suaminya tersebut.Menghilangnya Amanda membuat Evan jadi berpikir berlebihan, mungkinkah sang istri masih merasa marah tentang kedatangan Seria pagi tadi."Sial," gerutu Evan, di mengusap wajahnya dengan kasar. Mengurung diri di ruang kerjanya dengan perasaan yang campur aduk, marah, bingung dan cemas bercampur jadi satu.Suara pintu yang diketuk membuat perhatian Evan terpecah. Seorang pelayan masuk ke ruang kerjanya."Apa Amanda sudah pulang?" tanya Evan langsung, sebab kabar inilah yang dia tunggu-tunggu."Maaf Tuan, nyonya Amanda belum pulang. Tapi Seria kembali datang ke rumah ini.""Apa? kenapa kalian izinkan ma