"Ayo kita pulang sekarang," ajak tuan Austin. Amanda melihat jam di ponselnya dan waktu sudah menunjukkan jam 2 dini hari. Hujan memang belum sepenuhnya menghilang, namun kini hanya menyisahkan rintik-rintiknya. Sementara listrik pun masih padam. Jadi di kota A kini di dominasi oleh warna hitam, gelap gulita. Satu per satu pengunjung cafe mulai meninggalkan tempat ini. Mereka mengantri untuk turun ke lantai 1. Amanda masih menggunakan jas milik tuan Austin, kini rasanya jas tersebut telah begitu melekat di tubuhnya. Para pelayan cafe secara bergiliran memayungi para pelanggannya. Pelayanan di cafe ini benar-benar sangat baik. "Jalanan masih basah, aku akan mengemudi secara perlahan," ucap Austin disaat dia dan Amanda telah berada di dalam mobil. "Baik, Tuan," balas Amanda singkat, dia memeriksa ponselnya dan melihat masih juga belum ada sinyal. Tatapan Amanda kembali tertuju ke arah depan sana, menatap jalanan yang hanya diterangi oleh lampu mobil. "Tuan, sebelumnya aku ingin
"Mas," panggil Seria setelah Evan ikut bergabung ke meja makan. Semalam di kota Servo hujan juga turun, namun tak selebat di kota A.Malam yang seharusnya jadi malam hangat bagi Evan, kini jadi terasa begitu dingin karena sang istri pergi. Dia sampai tak bisa tidur di kamarnya sendiri dan memutuskan untuk tidur di ruang kerja.Karena alasan hujan itu pulalah mama Geni meminta Seria untuk menginap."Mas, aku minta uang ya. Langsung saja transfer ke ATM ku, aku ingin membeli tas baru, harganya 120 juta," ucap Evelyn yang tiba-tiba menyahut, padahal Evan pun belum sempat menjawab sapaan Seria.Pria yang sejak semalam mengingat tentang istrinya tersebut kini hanya mampu menghela nafas dengan kasar. Entah kenapa semuanya jadi terasa berat disaat Amanda mendiamkannya begini.Ucapan Evelyn tersebut membuat Seria menatap sinis ke arahnya, situasi sedang tak kondusif dan gadis itu terus membicarakan tentang uang, uang dan uang."Baiklah, nanti aku transfer," ucap Evan, "Aku langsung pergi, Ma.
"Jangan sembarangan bicara Amanda, bukankah kita sudah sepakat untuk memperbaiki rumah tangga kita?" "Benar, aku hanya meminta keadilanmu? kamu berselingkuh, Bagaimana dengan aku? Apa aku boleh selingkuh juga?" tanya Amanda dengar suara yang terdengar putus asa. Ada air mata yang jatuh saat dia mengajukan pertanyaan tersebut namun dengan segera Amanda hapus sendiri. Menarik dan membuang nafasnya dengan perlahan untuk mencari ketenangan, namun hatinya tetap bergemuruh hebat. Hujan badai semalam memang telah reda, tapi badai di di dalam hatinya masih menggulung semua kenangan. "Bohong jika aku mengatakan tidak sakit hati, tidak marah dan tidak benci dengan semua perbuatan mu mas, aku sangat marah, hatiku sangat hancur," ucap Amanda, akhirnya semua kesakitan ini dia ungkapkan pada sang suami. Bicara dengan tenggorokannya yang terasa tercekat. "Bukan hanya kamu yang mengkhianati aku, tapi mama dan juga Evelyn. Apa bisa sedikit saja kamu merasakan sakitnya jadi aku?" tanya Amanda
"Maaf Tuan, saya rasa kita tidak perlu membicarakan tentang hal ini," ucap Amanda, dengan cepat dia mengambil kotak obat miliknya dan menyimpannya di atas rak buku, menjauhkan dari pandangan pria tersebut.Sedikitpun Amanda tidak merasa bahwa dia memiliki hubungan yang dekat dengan tuan Austin. Jadi membahas tentang hal ini terasa begitu ambigu baginya."Sebelum semakin larut malam, sebaiknya anda segera pulang, Tuan," ucap Amanda lagi setelah kembali berdiri di hadapan tuan Austin. Mengusir secara halus.Setelah ini dia sangat berharap tak akan ada pertemuan lagi diantara mereka berdua, cukup bertemu jika ada urusan bisnis.Dan melihat Amanda yang terus memberi jarak begini membuat Austin akhirnya kehabisan kesabaran. Kenapa Amanda masih tetap bertahan di dalam pernikahan yang rusak?Dia teraniaya dengan keadaan ini tapi tetap berlagak kuat. Perselingkuhan sampai menghasilkan anak, manusia mana yang tak akan frustasi di hadapkan pada pengkhianatan sekejam itu?Tak ada, wanita sekuat
Malam bergulir dan pagi akhirnya menyapa. Cahaya matahari mulai menerobos masuk ke dalam rumah Amanda, apalagi semalam dia lupa untuk menutup tirai jendela.Luna yang hendak menghampiri sang nyonya dibuat terkejut saat melihat mobil milik tuan Austin masih terparkir di depan mess sang nyonya, dan ketika dia melihat dari jendela Luna tak menemukan pergerakan apapun.Saat menguping di baik pintu, Luna benar-benar tak mendengar sedikitpun suara."Apa yang terjadi? Apa semalam tuan Austin menginap di sini?" gumam Luna dengan perasaan yang mulai was-was.Nyonya Amanda bukankah wanita yang akan bermain kotor, wanita itu begitu memperhatikan nama baiknya sendiri. Meskipun pernikahan dengan tuan Evan telah hancur namun statusnya masihlah istri, jadi tak mungkin nyonya Amanda akan memulai hubungan dengan yang lain.Meskipun pria itu adalah tuan Austin, pria dengan kesempurnaan yang tak mampu terbantahkan.Demi menghindari pemberitaan yang kurang baik, Luna segera pergi dari sana dan mengkonfir
Ketika Amanda telah mengambil keputusan dia tidak akan pernah mundur lagi, apapun hasil yang ada di depan nanti akan dia pertanggungjawabkan.Termasuk keputusannya untuk memiliki hubungan yang lebih dengan tuan Austin, bukan hanya sebagai rekan kerja tapi juga teman."Makanlah," jawab Austin dari pertanyaan singkat yang diajukan oleh Amanda. Dia tidak perlu menjelaskan kesungguhannya, Amanda cukup melihat dan merasakan.Saat tuan Austin mulai menyantap makanannya, Amanda tak lagi bisa bicara. Dia ikut makan juga sampai beberapa menit kemudian makanan mereka habis.Selesai makan Amanda kembali melihat tuan Austin yang memijat lehernya sendiri, tidur dengan posisi duduk semalam tentu begitu menyiksa bagi tuan Austin. Apalagi salah satu kakinya dia gunakan sebagai bantalan.Kebenaran yang membuat Amanda makin merasa bersalah. Tapi dia tak tahu harus melakukan apa sebagai solusi, tak mungkin menawarkan diri untuk memijat leher tersebut."Apa anda ingin menggunakan koyo?" tanya Amanda, han
Amanda masih berdiri di depan rumahnya dan melihat mobil milik tuan Austin keluar dari area yayasan, tidak menyangka juga bahwa hubungan mereka akan berkembang sejauh ini. Ternyata benar, apa yang akan terjadi di masa depan tak akan mampu ditebak. Orang hanya mampu berencana, namun jika takdir berkata tidak maka hasilnya akan tetap tidak. Satu helaan nafas panjang keluar dari mulut Amanda, tatapan kemudian teralihkan pada Luna yang berjalan ke arah sini. "Nyonya, pagi ini nyonya Geni mendatangi yayasan pusat," lapor Luna. Sebuah kabar yang tidak pernah Amanda prediksi sebelumnya. Dia pergi setelah memberikan banyak tekanan untuk semua keluarga Sanjaya, Amanda pikir setidaknya orang-orang itu akan diam sejenak. Tapi siapa sangka, mama Geni langsung mengambil langkah. Di kantor pusat Yayasan Sanjaya Group mama Geni datang bak pemilik yayasan tersebut, padahal sedikitpun dia tidak ada andil dalam pengembangannya. Mama Geni, Evan dan bahkan Evelyn sedikitpun Tidak memiliki bagi
"Nyonya Geni meminta laporan keuangan Yayasan," lapor Luna setelah dia mendapatkan panggilan telepon dari salah satu karyawan di kantor pusat. "Tapi tentu saja mereka tidak memberikannya," timpalnya pula.Amanda yang telah duduk di kursi kerjanya mendengarkan dengan seksama. Sesekali tatapannya tertuju ke arah luar jendela, melihat gedung di seberang sana yang tengah di renovasi. Lalu memutuskan untuk menghubungi sang mama mertua secara langsung.Saat panggilan mulai tersambung, Amanda memberi isyarat pada Luna untuk keluar dari ruangan ini."Halo," jawab mama Geni di ujung sana, dia baru saja tiba di rumah dan langsung mendapatkan telepon dari sang menantu."Untuk apa mama pergi ke Yayasan?" tanya Amanda langsung."Wah, kamu benar-benar hebat Amanda. Sekarang kamu sedang pergi, tapi Yayasan pusat masih saja berada di bawah kuasa mu," balas mama Geni. "Mama butuh uang," ucapnya lagi tanpa basa basi.Dia sangat yakin jika Amanda juga sebenarnya telah tahu apa tujuannya datang tadi, yai
"Kamu serius akan datang?" tanya Kaginda setelah Amanda mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang mertua."Hem, konferensi pers akan diadakan malam nanti. Sekarang aku masih bisa bekerja, jadi tidak menganggu waktuku," balas Amanda, lalu tersenyum seperti biasa.Kaginda seperti melihat jika sekarang Amanda memiliki dua kepribadian, satu Amanda yang dia kenal selama ini sementara satu sisi Amanda yang penuh dengan dendam."Aku akan mendampingi mu," ucap Kaginda lalu menghela nafasnya dengan kasar."Tidak apa-apa, datanglah saat pukul 7 malam di Sanjaya Group. Kita bertemu di sana," jawab Amanda dan Kaginda menganggukkan kepalanya setuju.Kaginda juga bangkit berdiri siap pergi dari sana, namun sebelum benar-benar pergi dia kembali menatap Amanda dengan intens. Memastikan sekali lagi benarkah Amanda baik-baik saja. Benarkah semua luka itu telah sembuh, karena pengkhianatan keluarganya tak main-main."Aku baik-baik saja, berhenti menatapku dengan tatapan mengasihani seperti itu," ucap
"Amanda," panggil Kaginda yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja.Luna yang awalnya tengah berbincang dengan atasannya itu pun sontak mundur, berniat keluar dan meninggalkan dua wanita ini."Ada apa? kenapa mendadak datang ke sini?" tanya Amanda pula, menatap bingung atas kedatangan sahabatnya tersebut. Biasanya mereka selalu membuat janji temu lebih dulu sebelum ada pertemuan. Tapi kini secara mendadak Kaginda muncul di hadapannya."Ada apa? katamu ada apa? Astaga," Kaginda sampai kehabisan kata-kata. "Aku bahkan sangat sulit untuk masuk ke sini tadi, di depan sana banyak wartawan yang mengerubungi Yayasan," jelas Kaginda kemudian, raut wajahnya nampak cemas.Menatap Amanda dengan begitu intens, menelisik kesedihan macam apa yang dirasakan oleh sang sahabat. Hancur yang mungkin sampai membuatnya sesak untuk bernafas.Sementara Luna telah benar-benar keluar dari ruangan ini, Kaginda berdiri di depan meja kerja Amanda. Dan malah melihat Amanda yang masih sibuk dengan semua pekerjaan
"Seria! Keluar kamu!" pekik mama Geni, dia juga langsung masuk semakin dalam ke rumah tersebut tanpa memerlukan izin. Sampai akhirnya mama Geni melihat Seria yang berdiri di ruang tengah rumah ini.Tatapan mereka saling terkunci, seperti tak ada yang ingin mengalah dalam perselisihan ini. Meski semuanya nampak kacau bagi Seria, namun dia tak ingin mengaku salah. Apalagi sampai menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.Tidak, Seria tidak akan pernah melakukan itu. Sebab baginya ini semua sudah benar.Saat itu bertepatan dengan mama Seria yang juga mendatangi ruang tengah kerena mendengar keributan."Dasar wanita tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu mempermalukan Evan!" bentak mama Geni, suaranya yang menggelegar bergema di dalam rumah tersebut. Mama Geni maju dengan cepat dan menjambak rambut Seria."Hentikan Geni! jangan sakiti anakku!" ucap mama Seria, dia juga berusaha keras melepaskan perkelahian, menarik Geni agar melepaskan jambakannya sampai akhirnya Seria yang terlempar ke s
Evan sudah lebih dulu memutus sambungan telepon tersebut karena dia tak ingin kembali mendengar bantahan dari sang mama. Sejak beberapa waktu lalu dia memang sudah memutuskan untuk tidak mengikutsertakan sang mama dalam tiap keputusan yang akan dia ambil.Di masa lalu, Evan telah begitu patuh pada mama Geni. Semua hal yang diperintahkan oleh mamanya pasti dia teruti. Evan tak pernah berpikir panjang, asal sang mama yang memberinya perintah pasti akan dia lakukan.Tapi sekarang dia tidak ingin hidup seperti itu lagi, terlebih setelah menyadari bahwa semua hal yang dilakukan oleh Mama Geni selama ini adalah salah.Demi memperbaiki hidupnya yang sudah hancur, Evan akan memilih jalan yang baginya sendiri adalah yang terbaik.Hari ini Evan memutuskan untuk tetap datang ke perusahaan di tengah-tengah kondisi yang semakin memanas. Namun dia masih memilih untuk diam, tidak mengeluarkan satu katapun sebagai pembelaan."Tuan, beberapa klien membatalkan kerjasama karena skandal ini. Apa yang har
Saat pagi menjelang Evan masih juga belum mampu terpejam. Dia tetap duduk di sofa kamarnya dan melihat sang istri mulai bersiap untuk pergi bekerja.Evan sampai melupakan tentang keberadaan Aska di rumah ini, pikirannya benar-benar buntu. Dia sampai tak berani membuka ponselnya sendiri."Sayang," panggil Evan lirih saat Amanda mulai duduk di meja riasnya."Semalaman Mas tidak tidur?" tanya Amanda pula, berlagak seolah tidak tahu apapun. Tapi siapa yang peduli, dulu pun Amanda berusaha sembuh sendiri dari semua trauma."Bagaimana bisa aku tidur, pagi ini pemberitaan pasti semakin menjadi-jadi. Bisakah kamu membantah berita itu lagi?" tanya Evan, berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara agar dia bisa terbebas dari jeratan Seria."Mas, sekarang aku tidak mau ikut campur lagi. Kamu yang memulai untuk memiliki hubungan dengan Seria, jadi sekarang selesaikanlah semaunya sendiri," balas Amanda dengan kalimat yang terdengar begitu tegas.Sorot matanya tak mampu diajak untuk bernegosiasi.
Evelyn yang sejak tadi menguping semua kejadian dan pembicaraan sampai gemetar sendiri dibuatnya. Sebab Seria benar-benar mengirimkan bukti perselingkuhannya dan mas Evan ke sebuah media.Bingung apa yang harus dilakukannya juga, akhirnya Evelyn reflek masuk ke dalam kamar sang kakak."Mbak Amanda, aku mohon bantu mas Evan," pinta Evelyn setelah berhasil berdiri di hadapan sang kakak ipar. Mulai merasa bahwa Seria lah parasit yang sesungguhnya di keluarga Sanjaya.Wanita itu tidak menghasilkan apapun kecuali, Aska. Tapi bermimpi bisa jadi bagian dari keluarga ini."Kamu ingin lihat apa yang dikirim Seria pada Dream Media? lihatlah," balas Amanda, dia memutar laptopnya dan diarahkan pada sang adik ipar.Mulut Evelyn ternganga, lalu dengan cepat dia tutup menggunakan kedua tangan. Bagaimana bisa Seria menyebar foto yang begitu intim."Tersebar atau tidak, pihak Dream Media sudah melihat foto-foto ini. Pasti sudah melakukan pemeriksaan pula apakah foto ini asli atau palsu. Aku tidak bisa
Pada akhirnya Evan pilih untuk menyusul Amanda, masuk ke dalam kamar dan mengabaikan tentang kepergian Seria.Di luar sana Seria menangis dan terus mengetuk-ngetuk pintu. Sampai akhirnya penjaga keamanan bertindak dan menarik Seria keluar sampai ke luar gerbang rumah ini."Mas Evan!" pekik Seria dengan suara yang tercekat. Dia juga hanyalah manusia biasa, hal seperti ini membuatnya begitu hancur dan putus asa.Terlebih dulu angan-angan dan harapannya sudah begitu tinggi. Mendapatkan restu mama Geni lalu mampu memuaskan Evan. Tapi sekarang semuanya hancur, tak ada satupun yang mau memperjuangkannya."Kamu yang memulai ini semua Mas, jadi jangan salahkan aku jika mengungkap semuanya," lirih Seria, dengan tangan yang gemetar dia mengambil ponselnya. Sebuah file yang telah dia buat dengan begitu rapi langsung dikirimnya menuju Dream Media.Jantung Seria makin bergemuruh, tak mampu menebak apa yang akan terjadi besok. Sebab berita kali ini pasti akan berdampak lebih besar dari sebelumnya.
Sesaat Amanda hanya mampu mendelik saat merasakan ciuman di bibirnya, namun sepersekian detik kemudian dia coba untuk mendorong dada tuan Austin.Tapi tangannya justru di tahan dan membuat ciuman itu terasa semakin dalam, saat merasakan lidah tuan Austin menelusup masuk ke dalam mulutnya Amanda justru memejamkan mata. Merasakan tubuh yang begitu panas.Detik itu juga Amanda menyadari bahwa ada bagian dari dalam dirinya yang juga menginginkan sentuhan ini.Ketika Amanda tak lagi berontak, barulah secara perlahan Austin melepaskan ciuman tersebut. Ciuman yang membuat nafas keduanya jadi sedikit terengah. "Jangan bersikap seolah kita adalah orang asing, Amanda. Kamu adalah wanitaku," ucap Austin.Dan membuat Amanda menelan ludahnya dengan kasar. Pembicaraan tentang hal ini terus mereka bahas ketika bersama. Namun rasanya cukup sulit untuk membuat Amanda benar-benar membuka hati. Karena merasa semua permasalahannya belum selesai.Pada akhirnya Amanda memilih untuk diam, hatinya pun bimb
Sampai malam menjelang Amanda belum juga pulang ke rumah, Evan yang sejak tadi menunggu dibuatnya begitu cemas. Terlebih Amanda tidak memberi kabar apapun pada Evan.Coba menghubungi Luna pun sia-sia karena panggilan teleponnya tidak mendapatkan jawaban. Sebelumnya Luna sudah diperintahkan oleh Amanda untuk tidak perlu menghubungi ataupun menerima panggilan telepon dari suaminya tersebut.Menghilangnya Amanda membuat Evan jadi berpikir berlebihan, mungkinkah sang istri masih merasa marah tentang kedatangan Seria pagi tadi."Sial," gerutu Evan, di mengusap wajahnya dengan kasar. Mengurung diri di ruang kerjanya dengan perasaan yang campur aduk, marah, bingung dan cemas bercampur jadi satu.Suara pintu yang diketuk membuat perhatian Evan terpecah. Seorang pelayan masuk ke ruang kerjanya."Apa Amanda sudah pulang?" tanya Evan langsung, sebab kabar inilah yang dia tunggu-tunggu."Maaf Tuan, nyonya Amanda belum pulang. Tapi Seria kembali datang ke rumah ini.""Apa? kenapa kalian izinkan ma