"Istri macam apa itu? kalian akhirnya mengubah ranjang jadi satu, tapi Amanda malah pergi. Dia jelas-jelas menghindari kamu, Van," ucap mama Geni saat melihat sang menantu pergi meninggalkan rumah malam ini. Tak tanggung-tanggung, Amanda bahkan membawa dua koper sekaligus. Memang di tahun-tahun sebelumnya Amanda juga sering melakukan kunjungan seperti ini, tapi sekarang situasinya terasa tidak pas. Di saat rumah tangganya masih di ujung tanduk, Amanda pergi tanpa berpikir dua kali. Evan tak ingin menanggapi ucapan sang mama, setelah mobil milik sang istri menghilang dari pandangannya, dia berbalik hendak menuju ruang kerja. Tapi panggilan mama Geni menghentikan langkahnya. "Evan!" panggil mama Geni. "Amanda tidak ingin bercerai, mama juga tidak ingin kalian bercerai karena Amanda memiliki sebagian harta keluarga kita, tapi ... Mama juga tidak rela Jika kamu diperlakukan seperti ini," jelas Mama Geni kemudian. Evan terdiam. "Tetap berhubungan lah dengan Seria seperti selama ini,
"Anda datang ke sini?" tanya Amanda lagi, setelah sepersekian detik merasa terkejut ketika melihat tuan Austin yang berdiri di hadapannya. Hati kecil Amanda sempat berpikir mungkinkah yang datang adalah sang suami, tapi ternyata bukan. Dan setelah melihat siapa yang datang, Luna pun segera meninggalkan tempat tersebut. Dia tidak pergi terlalu jauh, menunggu sang nyonya di depan yayasan. Dari dalam ruang tamu itu, mereka juga bisa melihat suasana yang ada di lapangan tempat anak-anak masih berkumpul saat ini. "Aku datang hanya untuk mampir, cukup terkejut juga saat melihatmu berkumpul dengan anak-anak." "Iya, kebetulan sekali," balas Amanda. Tuan Austin adalah donatur paling besar di yayasannya, jadi beliau juga selalu diperlakukan dengan baik di yayasan ini, dihormati setinggi-tingginya. "Mari ikut bergabung di lapangan. Apa anda belum sarapan? Akan saya temani untuk makan," ucap Amanda lagi, mengajukan tawaran. Austin tidak menjawab dengan kata, dia mengangguk kecil dan akhir
"Tuan Austin!" panggil Amanda, pria itu berjalan cepat sekali sampai membuatnya kesulitan untuk menyusul. Mereka berjalan melalui jalanan kecil yang terhubung diantara taman dan yayasan, mengitari lapangan tempat anak-anak tadi berkumpul. "Kenapa? Masih ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Austin, dia kembali menghentikan langkah. Berbalik ke belakang menatap Amanda. "Aku tidak tahu apa yang mendasari Anda bersikap seperti ini. Tapi sepertinya aku harus menegaskan satu hal," ucap Amanda. Austin terdiam, memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk Amanda bicara. "Aku memiliki kehidupan yang sangat bahagia, suami yang mencintai aku dan keluarga yang mendukungku. Jadi jangan menilaiku sebagai wanita yang menyedihkan," tegas Amanda, sorot matanya nampak begitu serius. "Kita adalah rekan kerja dalam kurun waktu yang lama, dan seterusnya akan tetap seperti itu. Jadi aku mohon, kita tetap memiliki hubungan yang profesional," timpal Amanda, setelahnya dia bahkan menundukkan kepalanya
"Datanglah ke rumah dan ajak Aska, Amanda pergi ke kota A," ucap mama Geni dalam sambungan telepon yang terhubung dengan Seria. Pagi-pagi sekali dia langsung menyampaikan kabar ini dengan antusias. Yang pusing dengan permasalahan ini bukan hanya Evan ataupun Amanda, tapi mama Geni juga. Tekanan darahnya sampai mengalami kenaikan karena perselisihannya dengan sang menantu. Kemarin Amanda pergi dan kini mama Geni seperti bisa menghirup udara segar. Tak ingin bahagia sendirian, dia pun ingin mengajak Seria bersama. "Apa? Mbak Amanda pergi ke kota A? kenapa mendadak sekali," tanya Seria, heran sendiri mendengar informasi tersebut. "Katanya dia akan mulai merenovasi yayasan cabang, tapi mama yakin sebenarnya dia sendang menghindari Evan," jawab mama Geni, dia bahkan tak segan sedikitpun saat membongkar isi rumah tangga sang anak. Mama Geni mengatakan bahwa Evan telah merubah ranjang mereka jadi satu dan setelahnya Amanda pergi dari rumah ini. Mendengar dua informasi tersebut,
'Baik, Tuan,' jawab Amanda melalui pesan singkat yang dia kirim pada tuan Austin. Setelah pesan itu terkirim dia membuang nafas kasar. Pria ini adalah seseorang yang ingin Amanda hindari, namun belum menemukan alasan yang tepat. Mereka bertemu di kota lain dan memutuskan untuk makan malam bersama, hal ini bukanlah hal yang aneh. Apalagi jika mengingat mereka merupakan rekan bisnis sejak beberapa tahun terakhir. "Kenapa waktu cepat sekali berlalu," gumam Amanda setelah dia mendengar pintu rumahnya di ketuk. Waktu juga telah menunjukkan angka 7 malam. Dia sangat yakin bahwa yang mengetuk rumahnya tersebut adalah tuan Austin. Dan benar saja, saat Amanda membuka pintu dia telah melihat pria itu berdiri tepat di hadapannya. Mess yang ditempati Amanda berada di dalam area yayasan, jadi kedatangan Austin malam ini pun terpantau oleh pihak penjaga keamanan. Luna yang mendapatkan informasi itu pun bergegas menghampiri pula. Dia memberi hormat pada tuan Austin dan juga nyonya Amanda.
"Maaf Tuan, aku bisa berjalan sendiri," ucap Amanda ketika Austin memeluk pundaknya untuk keluar dari ruangan tersebut, bergabung dengan para pengunjung lain di lantai 2.Mendengar penolakan Amanda, secara perlahan Austin pun melepaskan pelukannya. Membiarkan Amanda berjalan di depan.Suara gemuruh hujan mampu mereka dengar dengan jelas, tiap kali kilat menyambar Amanda semakin mengeratkan jas tuan Austin di tubuhnya.Sampai dia mampu menghirup aroma maskulin pria tersebut. Aroma yang membuatnya benar-benar merasa tak nyaman, seolah dia sama seperti Seria. Yang katanya bekerja namun menggoda atasannya. Amanda menggeleng pelan, coba menepis pikiran menyebalkan tersebut. Berulang kali mengatakan bahwa dia tak akan pernah jadi Seria. "Silahkan duduk Tuan, kita akan berkumpul di sini," ucap sang pelayan. Di lantai dua ini telah banyak pengunjung yang berkumpul, tiap pasangan saling memeluk untuk menenangkan satu sama lain.Sementara Amanda dan Austin duduk dengan jarak aman yang tercip
"Bagaimana ini, asisten Luna? hujannya belum juga reda," ucap kepala yayasan. Mereka menunggu dengan cemas kepulangan Nyonya Amanda. Berkumpul di kantor yayasan dan berulang kali melihat ke arah gerbang. Menunggu mobil milik tuan Austin memasuki tempat ini.Melintasi hujan yang masih saja belum reda.Luna tidak menjawab apapun, coba untuk menghubungi tidak bisa karena sinyal menghilang. Sebelumnya sang nyonya juga tidak mengatakan apapun tentang kepergiannya, tempat mana yang mereka tuju.Mencari dalam keadaan seperti ini justru akan membahayakan yang lainnya. Namun saat teringat ketika tuan Austin begitu memperhatikan sang nyonya, seperti saat di rumah sakit waktu itu membuatnya sedikit bisa bernafas lega.Mulai yakin bahwa tuan Austin pasti akan melindungi nyonya Amanda. "Tidak apa-apa, tuan Austin pasti akan memastikan nyonya Amanda baik-baik saja. Kita cukup menunggu di sini," ucap Luna, setelah beberapa saat hanya diam akhirnya dia mulai buka suara."Baik, Asisten Luna."Sebenarn
"Ayo kita pulang sekarang," ajak tuan Austin. Amanda melihat jam di ponselnya dan waktu sudah menunjukkan jam 2 dini hari. Hujan memang belum sepenuhnya menghilang, namun kini hanya menyisahkan rintik-rintiknya. Sementara listrik pun masih padam. Jadi di kota A kini di dominasi oleh warna hitam, gelap gulita. Satu per satu pengunjung cafe mulai meninggalkan tempat ini. Mereka mengantri untuk turun ke lantai 1. Amanda masih menggunakan jas milik tuan Austin, kini rasanya jas tersebut telah begitu melekat di tubuhnya. Para pelayan cafe secara bergiliran memayungi para pelanggannya. Pelayanan di cafe ini benar-benar sangat baik. "Jalanan masih basah, aku akan mengemudi secara perlahan," ucap Austin disaat dia dan Amanda telah berada di dalam mobil. "Baik, Tuan," balas Amanda singkat, dia memeriksa ponselnya dan melihat masih juga belum ada sinyal. Tatapan Amanda kembali tertuju ke arah depan sana, menatap jalanan yang hanya diterangi oleh lampu mobil. "Tuan, sebelumnya aku ingin