"Datanglah ke rumah dan ajak Aska, Amanda pergi ke kota A," ucap mama Geni dalam sambungan telepon yang terhubung dengan Seria. Pagi-pagi sekali dia langsung menyampaikan kabar ini dengan antusias. Yang pusing dengan permasalahan ini bukan hanya Evan ataupun Amanda, tapi mama Geni juga. Tekanan darahnya sampai mengalami kenaikan karena perselisihannya dengan sang menantu. Kemarin Amanda pergi dan kini mama Geni seperti bisa menghirup udara segar. Tak ingin bahagia sendirian, dia pun ingin mengajak Seria bersama. "Apa? Mbak Amanda pergi ke kota A? kenapa mendadak sekali," tanya Seria, heran sendiri mendengar informasi tersebut. "Katanya dia akan mulai merenovasi yayasan cabang, tapi mama yakin sebenarnya dia sendang menghindari Evan," jawab mama Geni, dia bahkan tak segan sedikitpun saat membongkar isi rumah tangga sang anak. Mama Geni mengatakan bahwa Evan telah merubah ranjang mereka jadi satu dan setelahnya Amanda pergi dari rumah ini. Mendengar dua informasi tersebut,
'Baik, Tuan,' jawab Amanda melalui pesan singkat yang dia kirim pada tuan Austin. Setelah pesan itu terkirim dia membuang nafas kasar. Pria ini adalah seseorang yang ingin Amanda hindari, namun belum menemukan alasan yang tepat. Mereka bertemu di kota lain dan memutuskan untuk makan malam bersama, hal ini bukanlah hal yang aneh. Apalagi jika mengingat mereka merupakan rekan bisnis sejak beberapa tahun terakhir. "Kenapa waktu cepat sekali berlalu," gumam Amanda setelah dia mendengar pintu rumahnya di ketuk. Waktu juga telah menunjukkan angka 7 malam. Dia sangat yakin bahwa yang mengetuk rumahnya tersebut adalah tuan Austin. Dan benar saja, saat Amanda membuka pintu dia telah melihat pria itu berdiri tepat di hadapannya. Mess yang ditempati Amanda berada di dalam area yayasan, jadi kedatangan Austin malam ini pun terpantau oleh pihak penjaga keamanan. Luna yang mendapatkan informasi itu pun bergegas menghampiri pula. Dia memberi hormat pada tuan Austin dan juga nyonya Amanda.
"Maaf Tuan, aku bisa berjalan sendiri," ucap Amanda ketika Austin memeluk pundaknya untuk keluar dari ruangan tersebut, bergabung dengan para pengunjung lain di lantai 2.Mendengar penolakan Amanda, secara perlahan Austin pun melepaskan pelukannya. Membiarkan Amanda berjalan di depan.Suara gemuruh hujan mampu mereka dengar dengan jelas, tiap kali kilat menyambar Amanda semakin mengeratkan jas tuan Austin di tubuhnya.Sampai dia mampu menghirup aroma maskulin pria tersebut. Aroma yang membuatnya benar-benar merasa tak nyaman, seolah dia sama seperti Seria. Yang katanya bekerja namun menggoda atasannya. Amanda menggeleng pelan, coba menepis pikiran menyebalkan tersebut. Berulang kali mengatakan bahwa dia tak akan pernah jadi Seria. "Silahkan duduk Tuan, kita akan berkumpul di sini," ucap sang pelayan. Di lantai dua ini telah banyak pengunjung yang berkumpul, tiap pasangan saling memeluk untuk menenangkan satu sama lain.Sementara Amanda dan Austin duduk dengan jarak aman yang tercip
"Bagaimana ini, asisten Luna? hujannya belum juga reda," ucap kepala yayasan. Mereka menunggu dengan cemas kepulangan Nyonya Amanda. Berkumpul di kantor yayasan dan berulang kali melihat ke arah gerbang. Menunggu mobil milik tuan Austin memasuki tempat ini.Melintasi hujan yang masih saja belum reda.Luna tidak menjawab apapun, coba untuk menghubungi tidak bisa karena sinyal menghilang. Sebelumnya sang nyonya juga tidak mengatakan apapun tentang kepergiannya, tempat mana yang mereka tuju.Mencari dalam keadaan seperti ini justru akan membahayakan yang lainnya. Namun saat teringat ketika tuan Austin begitu memperhatikan sang nyonya, seperti saat di rumah sakit waktu itu membuatnya sedikit bisa bernafas lega.Mulai yakin bahwa tuan Austin pasti akan melindungi nyonya Amanda. "Tidak apa-apa, tuan Austin pasti akan memastikan nyonya Amanda baik-baik saja. Kita cukup menunggu di sini," ucap Luna, setelah beberapa saat hanya diam akhirnya dia mulai buka suara."Baik, Asisten Luna."Sebenarn
"Ayo kita pulang sekarang," ajak tuan Austin. Amanda melihat jam di ponselnya dan waktu sudah menunjukkan jam 2 dini hari. Hujan memang belum sepenuhnya menghilang, namun kini hanya menyisahkan rintik-rintiknya. Sementara listrik pun masih padam. Jadi di kota A kini di dominasi oleh warna hitam, gelap gulita. Satu per satu pengunjung cafe mulai meninggalkan tempat ini. Mereka mengantri untuk turun ke lantai 1. Amanda masih menggunakan jas milik tuan Austin, kini rasanya jas tersebut telah begitu melekat di tubuhnya. Para pelayan cafe secara bergiliran memayungi para pelanggannya. Pelayanan di cafe ini benar-benar sangat baik. "Jalanan masih basah, aku akan mengemudi secara perlahan," ucap Austin disaat dia dan Amanda telah berada di dalam mobil. "Baik, Tuan," balas Amanda singkat, dia memeriksa ponselnya dan melihat masih juga belum ada sinyal. Tatapan Amanda kembali tertuju ke arah depan sana, menatap jalanan yang hanya diterangi oleh lampu mobil. "Tuan, sebelumnya aku ingin
"Mas," panggil Seria setelah Evan ikut bergabung ke meja makan. Semalam di kota Servo hujan juga turun, namun tak selebat di kota A.Malam yang seharusnya jadi malam hangat bagi Evan, kini jadi terasa begitu dingin karena sang istri pergi. Dia sampai tak bisa tidur di kamarnya sendiri dan memutuskan untuk tidur di ruang kerja.Karena alasan hujan itu pulalah mama Geni meminta Seria untuk menginap."Mas, aku minta uang ya. Langsung saja transfer ke ATM ku, aku ingin membeli tas baru, harganya 120 juta," ucap Evelyn yang tiba-tiba menyahut, padahal Evan pun belum sempat menjawab sapaan Seria.Pria yang sejak semalam mengingat tentang istrinya tersebut kini hanya mampu menghela nafas dengan kasar. Entah kenapa semuanya jadi terasa berat disaat Amanda mendiamkannya begini.Ucapan Evelyn tersebut membuat Seria menatap sinis ke arahnya, situasi sedang tak kondusif dan gadis itu terus membicarakan tentang uang, uang dan uang."Baiklah, nanti aku transfer," ucap Evan, "Aku langsung pergi, Ma.
"Jangan sembarangan bicara Amanda, bukankah kita sudah sepakat untuk memperbaiki rumah tangga kita?" "Benar, aku hanya meminta keadilanmu? kamu berselingkuh, Bagaimana dengan aku? Apa aku boleh selingkuh juga?" tanya Amanda dengar suara yang terdengar putus asa. Ada air mata yang jatuh saat dia mengajukan pertanyaan tersebut namun dengan segera Amanda hapus sendiri. Menarik dan membuang nafasnya dengan perlahan untuk mencari ketenangan, namun hatinya tetap bergemuruh hebat. Hujan badai semalam memang telah reda, tapi badai di di dalam hatinya masih menggulung semua kenangan. "Bohong jika aku mengatakan tidak sakit hati, tidak marah dan tidak benci dengan semua perbuatan mu mas, aku sangat marah, hatiku sangat hancur," ucap Amanda, akhirnya semua kesakitan ini dia ungkapkan pada sang suami. Bicara dengan tenggorokannya yang terasa tercekat. "Bukan hanya kamu yang mengkhianati aku, tapi mama dan juga Evelyn. Apa bisa sedikit saja kamu merasakan sakitnya jadi aku?" tanya Amanda
"Maaf Tuan, saya rasa kita tidak perlu membicarakan tentang hal ini," ucap Amanda, dengan cepat dia mengambil kotak obat miliknya dan menyimpannya di atas rak buku, menjauhkan dari pandangan pria tersebut.Sedikitpun Amanda tidak merasa bahwa dia memiliki hubungan yang dekat dengan tuan Austin. Jadi membahas tentang hal ini terasa begitu ambigu baginya."Sebelum semakin larut malam, sebaiknya anda segera pulang, Tuan," ucap Amanda lagi setelah kembali berdiri di hadapan tuan Austin. Mengusir secara halus.Setelah ini dia sangat berharap tak akan ada pertemuan lagi diantara mereka berdua, cukup bertemu jika ada urusan bisnis.Dan melihat Amanda yang terus memberi jarak begini membuat Austin akhirnya kehabisan kesabaran. Kenapa Amanda masih tetap bertahan di dalam pernikahan yang rusak?Dia teraniaya dengan keadaan ini tapi tetap berlagak kuat. Perselingkuhan sampai menghasilkan anak, manusia mana yang tak akan frustasi di hadapkan pada pengkhianatan sekejam itu?Tak ada, wanita sekuat