"Maaf Tuan, aku bisa berjalan sendiri," ucap Amanda ketika Austin memeluk pundaknya untuk keluar dari ruangan tersebut, bergabung dengan para pengunjung lain di lantai 2.Mendengar penolakan Amanda, secara perlahan Austin pun melepaskan pelukannya. Membiarkan Amanda berjalan di depan.Suara gemuruh hujan mampu mereka dengar dengan jelas, tiap kali kilat menyambar Amanda semakin mengeratkan jas tuan Austin di tubuhnya.Sampai dia mampu menghirup aroma maskulin pria tersebut. Aroma yang membuatnya benar-benar merasa tak nyaman, seolah dia sama seperti Seria. Yang katanya bekerja namun menggoda atasannya. Amanda menggeleng pelan, coba menepis pikiran menyebalkan tersebut. Berulang kali mengatakan bahwa dia tak akan pernah jadi Seria. "Silahkan duduk Tuan, kita akan berkumpul di sini," ucap sang pelayan. Di lantai dua ini telah banyak pengunjung yang berkumpul, tiap pasangan saling memeluk untuk menenangkan satu sama lain.Sementara Amanda dan Austin duduk dengan jarak aman yang tercip
"Bagaimana ini, asisten Luna? hujannya belum juga reda," ucap kepala yayasan. Mereka menunggu dengan cemas kepulangan Nyonya Amanda. Berkumpul di kantor yayasan dan berulang kali melihat ke arah gerbang. Menunggu mobil milik tuan Austin memasuki tempat ini.Melintasi hujan yang masih saja belum reda.Luna tidak menjawab apapun, coba untuk menghubungi tidak bisa karena sinyal menghilang. Sebelumnya sang nyonya juga tidak mengatakan apapun tentang kepergiannya, tempat mana yang mereka tuju.Mencari dalam keadaan seperti ini justru akan membahayakan yang lainnya. Namun saat teringat ketika tuan Austin begitu memperhatikan sang nyonya, seperti saat di rumah sakit waktu itu membuatnya sedikit bisa bernafas lega.Mulai yakin bahwa tuan Austin pasti akan melindungi nyonya Amanda. "Tidak apa-apa, tuan Austin pasti akan memastikan nyonya Amanda baik-baik saja. Kita cukup menunggu di sini," ucap Luna, setelah beberapa saat hanya diam akhirnya dia mulai buka suara."Baik, Asisten Luna."Sebenarn
"Ayo kita pulang sekarang," ajak tuan Austin. Amanda melihat jam di ponselnya dan waktu sudah menunjukkan jam 2 dini hari. Hujan memang belum sepenuhnya menghilang, namun kini hanya menyisahkan rintik-rintiknya. Sementara listrik pun masih padam. Jadi di kota A kini di dominasi oleh warna hitam, gelap gulita. Satu per satu pengunjung cafe mulai meninggalkan tempat ini. Mereka mengantri untuk turun ke lantai 1. Amanda masih menggunakan jas milik tuan Austin, kini rasanya jas tersebut telah begitu melekat di tubuhnya. Para pelayan cafe secara bergiliran memayungi para pelanggannya. Pelayanan di cafe ini benar-benar sangat baik. "Jalanan masih basah, aku akan mengemudi secara perlahan," ucap Austin disaat dia dan Amanda telah berada di dalam mobil. "Baik, Tuan," balas Amanda singkat, dia memeriksa ponselnya dan melihat masih juga belum ada sinyal. Tatapan Amanda kembali tertuju ke arah depan sana, menatap jalanan yang hanya diterangi oleh lampu mobil. "Tuan, sebelumnya aku ingin
"Mas," panggil Seria setelah Evan ikut bergabung ke meja makan. Semalam di kota Servo hujan juga turun, namun tak selebat di kota A.Malam yang seharusnya jadi malam hangat bagi Evan, kini jadi terasa begitu dingin karena sang istri pergi. Dia sampai tak bisa tidur di kamarnya sendiri dan memutuskan untuk tidur di ruang kerja.Karena alasan hujan itu pulalah mama Geni meminta Seria untuk menginap."Mas, aku minta uang ya. Langsung saja transfer ke ATM ku, aku ingin membeli tas baru, harganya 120 juta," ucap Evelyn yang tiba-tiba menyahut, padahal Evan pun belum sempat menjawab sapaan Seria.Pria yang sejak semalam mengingat tentang istrinya tersebut kini hanya mampu menghela nafas dengan kasar. Entah kenapa semuanya jadi terasa berat disaat Amanda mendiamkannya begini.Ucapan Evelyn tersebut membuat Seria menatap sinis ke arahnya, situasi sedang tak kondusif dan gadis itu terus membicarakan tentang uang, uang dan uang."Baiklah, nanti aku transfer," ucap Evan, "Aku langsung pergi, Ma.
"Jangan sembarangan bicara Amanda, bukankah kita sudah sepakat untuk memperbaiki rumah tangga kita?" "Benar, aku hanya meminta keadilanmu? kamu berselingkuh, Bagaimana dengan aku? Apa aku boleh selingkuh juga?" tanya Amanda dengar suara yang terdengar putus asa. Ada air mata yang jatuh saat dia mengajukan pertanyaan tersebut namun dengan segera Amanda hapus sendiri. Menarik dan membuang nafasnya dengan perlahan untuk mencari ketenangan, namun hatinya tetap bergemuruh hebat. Hujan badai semalam memang telah reda, tapi badai di di dalam hatinya masih menggulung semua kenangan. "Bohong jika aku mengatakan tidak sakit hati, tidak marah dan tidak benci dengan semua perbuatan mu mas, aku sangat marah, hatiku sangat hancur," ucap Amanda, akhirnya semua kesakitan ini dia ungkapkan pada sang suami. Bicara dengan tenggorokannya yang terasa tercekat. "Bukan hanya kamu yang mengkhianati aku, tapi mama dan juga Evelyn. Apa bisa sedikit saja kamu merasakan sakitnya jadi aku?" tanya Amanda
"Maaf Tuan, saya rasa kita tidak perlu membicarakan tentang hal ini," ucap Amanda, dengan cepat dia mengambil kotak obat miliknya dan menyimpannya di atas rak buku, menjauhkan dari pandangan pria tersebut.Sedikitpun Amanda tidak merasa bahwa dia memiliki hubungan yang dekat dengan tuan Austin. Jadi membahas tentang hal ini terasa begitu ambigu baginya."Sebelum semakin larut malam, sebaiknya anda segera pulang, Tuan," ucap Amanda lagi setelah kembali berdiri di hadapan tuan Austin. Mengusir secara halus.Setelah ini dia sangat berharap tak akan ada pertemuan lagi diantara mereka berdua, cukup bertemu jika ada urusan bisnis.Dan melihat Amanda yang terus memberi jarak begini membuat Austin akhirnya kehabisan kesabaran. Kenapa Amanda masih tetap bertahan di dalam pernikahan yang rusak?Dia teraniaya dengan keadaan ini tapi tetap berlagak kuat. Perselingkuhan sampai menghasilkan anak, manusia mana yang tak akan frustasi di hadapkan pada pengkhianatan sekejam itu?Tak ada, wanita sekuat
Malam bergulir dan pagi akhirnya menyapa. Cahaya matahari mulai menerobos masuk ke dalam rumah Amanda, apalagi semalam dia lupa untuk menutup tirai jendela.Luna yang hendak menghampiri sang nyonya dibuat terkejut saat melihat mobil milik tuan Austin masih terparkir di depan mess sang nyonya, dan ketika dia melihat dari jendela Luna tak menemukan pergerakan apapun.Saat menguping di baik pintu, Luna benar-benar tak mendengar sedikitpun suara."Apa yang terjadi? Apa semalam tuan Austin menginap di sini?" gumam Luna dengan perasaan yang mulai was-was.Nyonya Amanda bukankah wanita yang akan bermain kotor, wanita itu begitu memperhatikan nama baiknya sendiri. Meskipun pernikahan dengan tuan Evan telah hancur namun statusnya masihlah istri, jadi tak mungkin nyonya Amanda akan memulai hubungan dengan yang lain.Meskipun pria itu adalah tuan Austin, pria dengan kesempurnaan yang tak mampu terbantahkan.Demi menghindari pemberitaan yang kurang baik, Luna segera pergi dari sana dan mengkonfir
Ketika Amanda telah mengambil keputusan dia tidak akan pernah mundur lagi, apapun hasil yang ada di depan nanti akan dia pertanggungjawabkan.Termasuk keputusannya untuk memiliki hubungan yang lebih dengan tuan Austin, bukan hanya sebagai rekan kerja tapi juga teman."Makanlah," jawab Austin dari pertanyaan singkat yang diajukan oleh Amanda. Dia tidak perlu menjelaskan kesungguhannya, Amanda cukup melihat dan merasakan.Saat tuan Austin mulai menyantap makanannya, Amanda tak lagi bisa bicara. Dia ikut makan juga sampai beberapa menit kemudian makanan mereka habis.Selesai makan Amanda kembali melihat tuan Austin yang memijat lehernya sendiri, tidur dengan posisi duduk semalam tentu begitu menyiksa bagi tuan Austin. Apalagi salah satu kakinya dia gunakan sebagai bantalan.Kebenaran yang membuat Amanda makin merasa bersalah. Tapi dia tak tahu harus melakukan apa sebagai solusi, tak mungkin menawarkan diri untuk memijat leher tersebut."Apa anda ingin menggunakan koyo?" tanya Amanda, han