"Nyonya," sapa sang supir saat melihat nyonya Amanda keluar seorang diri dari perusahaan tersebut.
Tadi nyonya Amanda memang telah memerintahkannya untuk pergi lebih dulu, tapi dia memutuskan untuk menunggu setidaknya selama 1 jam, karena itulah dia masih tetap berada di sini. Mobil masih terparkir di depan lobby perusahaan. "Berikan kunci mobilnya," pinta Amanda dengan suara yang terdengar gusar. Supir tersebut lantas merogoh kunci mobil di saku celananya dan langsung dia serahkan pada sang nyonya. Tanpa basa-basi Amanda segera merebut kunci mobil tersebut dan masuk ke dalam mobil, lalu segera mengemudikan mobil tersebut pergi dari sana. Sampai membuat sang supir mendadak was-was, sebab nyonya Amanda pergi dengan kecepatan yang langsung tinggi. Keluar dari area perusahaan Amanda tanpa sadar membuat kekacauan di jalan raya, karena masuk tak melihat situasi kendaraan yang tengah ramai. Suara klakson mobil seketika menggema dari berbagai sudut, namun Amanda seperti tuli. Dia tidak mendengar semua kebisingan tersebut. Hanya terus mengemudi dengan kecepatan tinggi tanpa arah dan tujuan yang jelas. Entah berapa lama Amanda mengemudi di jalanan malam ini, sampai akhirnya mobil berhenti di sebuah rest area yang nampak begitu sepi. "Ya Tuhan," lirih Amanda, kembali mengalir air matanya begitu saja. Ingin dia tahan namun tak bisa. Kedua tangannya mencengkram kemudi, meluapkan semua rasa sesak di dalam hati. Matanya terpejam dan kenangan pengkhianatan itu kembali terbayang jelas di dalam ingatan. Bahkan desahan Seria seperti mendayu-dayu di pendengarannya. "Ahk!" pekik Amanda. "AKH!!" teriaknya lagi makin menjadi-jadi. Semua hal yang selama ini menggganjal di dalam hati coba dia luapkan semua melalui teriakan tersebut, di dalam mobil dan hanya mampu dia dengar sendiri. Amanda menangis sejadi-jadinya, terpuruk merasakan hidup yang paling hancur. "Ahk!" pekiknya dengan suara yang gemetar, sebab telah tercampur tangis yang begitu pilu. Ponsel di dalam tasnya terus berdering panggilan masuk dari Evan, namun jangankan mengangkat, melihat pun Amanda sudah tak memiliki minat. Semalaman ini Amanda tidak pulang ke rumah, saat pagi mulai menjelang Amanda menghubungi sang asisten pribadi untuk menjemputnya sebab sudah tak sanggup untuk mengemudi. "Nyonya," ucap Luna seraya menundukkan kepalanya memberi hormat. Penampilan nyonya Amanda pagi ini terlihat kacau sekali, semalaman nyonya menghabiskan waktu di dalam mobil. "Ayo pulang," ajak Amanda dengan suara yang lirih. Di ujung sana matahari mulai terbit dan Luna segera masuk ke kursi kemudi untuk membawa sang nyonya pulang ke rumah utama. "Maaf Nyonya, apa Anda baik-baik saja?" tanya Luna di tengah-tengah perjalanan yang mereka lakukan. Amanda tak menjawab pertanyaan itu, bukannya bingung ingin menjawab apa, tapi lebih tepatnya Amanda tak mendengar pertanyaan Luna. Dunianya masih terasa kosong, Amanda sedang berada di tahap coba menyusun hidupnya lagi yang sudah hancur. Mungkin Evan selingkuh saat mereka mulai tak berhubungan di ranjang, mungkin Evan begini karena sikapnya yang dingin selama 2 tahun terakhir. Mungkin pernikahan mereka masih bisa diperbaiki sebab ada salah Amanda dalam hal ini. Sepanjang perjalanan pulang Amanda terus menyalahkan diri sendiri, lalu yakin bahwa semuanya masih bisa diperbaiki. "Pergilah," titah Amanda pada Luna setelah mereka tiba di rumah utama keluarga Sanjaya. "Baik Nyonya," jawab Luna dengan patuh. Sebelumnya Amanda telah berhenti di sebuah butik, Menganti baju dan membersihkan tubuhnya. Jadi saat dia pulang sekarang penampilannya terlihat segar, meskipun semalaman ini Amanda tak terlelap sedikit pun. Namun siapa sangka, setelah Amanda masuk ke ruang tengah ternyata disana telah banyak orang yang menunggu kedatangan. Evan, mama Geni, Evelyn sang adik ipar dan juga Seria simpanan sang suami. "Semalam kamu darimana saja? kenapa tidak menjawab panggilan ku," cemas Evan, dia langsung mendekati sang istri dan hendak memeluk. Namun dengan cepat Amanda menahan dada pria tersebut. Awalnya dia memang ingin memperbaiki hubungan mereka, tapi keinginannya itu seketika menepi ketika melihat masih ada Seria di sini. Padahal kemarin telah Amanda katakan dengan jelas bahwa dia ingin Wanita itu pergi ke luar negeri. "Duduklah, ada yang ingin Mama bicarakan pada kalian semua," titah mama Geni, mengambil alih kuasa dalam situasi ini. "Apa mama tahu? mas Evan berselingkuh dengan wanita itu di belakangku," adu Amanda, dia tak mau duduk, jadi dengan berdiri bicara begini. "Mama dan Evelyn sudah tahu sejak lama, baguslah jika sekarang kamu juga mengetahuinya." "Apa?!" tanya Amanda, tak habis pikir. Tenggorokannya tercekat seperti ada yang mencekik dengan paksa. Dalam sekejap Amanda ditusuk tepat di depan mata. Dilihatnya Seria yang tersenyum kecil, tak ada sedikitpun rasa penyesalan di raut itu wajah wanita itu. Tak sampai di sana, mama Geni seperti belum puas menyakiti sang menantu. Lagi dan lagi dia menyampaikan sebuah fakta yang begitu menyakitkan bagi Amanda. "Evan dan Seria tidak bisa berpisah meskipun kamu meminta, Amanda. Karena sebenarnya Aska adalah anak mereka berdua."'Aska adalah anak mereka berdua.' Mendengar kalimat itu Amanda seketika tergugu, tangan kanannya gemetar saking terkejutnya. Dia pikir pengkhianatan ini baru terjadi selama 2 tahun terakhir, tapi ternyata sudah sejak 6 tahun lalu. Bahkan usia Aska sama dengan sang anak, yaitu 5 tahun. Tangannya terkepal, namun dia coba untuk mengendalikan emosi, tak ingin terlihat semakin hancur. Bodohnya dia tak pernah menyadari bahwa anak itupun darah daging sang suami. Tidak hanya satu, namun keluarga ini telah begitu banyak mengkhianati dirinya. Bukan hanya sang suami, namun mama mertua beserta adik iparnya pun terlibat dalam penghianatan tersebut. "Kita harus bicara, Amanda. Ayo pergi," ucap Evan, dia segera menarik sang istri untuk meninggalkan ruang tengah. Dalam keadaan seperti ini mereka hanya perlu bicara berdua. Evan tak ingin Amanda semakin berpikir terlalu jauh. Karena nyatanya ini semua tak seperti yang Amanda kira. Di dalam hidup Evan, Seria hanyalah untuk bersenang-senang semen
Saat Seria menemui Amanda, mama Geni mendatangi Evan diruang kerja. Dilihatnya sang anak yang termenung duduk di kursi kerja, dihadapan Evan memang ada sebuah dokumen tapi sorot mata anaknya tersebut nampakkosong.Mama Geni bisa memahami kenapa Evan begini, dia pasti bingung ingin mengambilkeputusan apa sekarang."Evan," panggil mama Geni seraya masuk semakin dalam ke ruangan ini."Ma," balas Evan seadanya."Lebih baik kamu segera menceraikan Amanda, dia pasti juga setuju denganperceraian ini," ucap mama Geni. "Sebelum berpisah minta dia untukmengembalikan seluruh saham yang pernah papa beri, termasuk mengundurkan diridari yayasan," timpal mama Geni pula.Memberi solusi yang tepat agar anaknya tak perlu bingung-bingung lagi. Bagimama Geni Amanda tidak berhak mendapatkan sedikitpun kekayaan keluarga Sanjaya,apalagi wanita itu tidak memiliki keturunan dari Evan.Harusnya Amanda tahu diri, sebelum berpisah dia memang harus menyerahkansemuanya kembali pada keluarga ini.Namun di
"Luna sudah menyampaikan semuanya padaku, bahwa kamu tidak ingin bercerai." Amanda tengah membaca sebuah dokumen penting perusahaan saat Evan tiba-tiba masuk ke kamar mereka. Wanita itu tidak kaget, sebab tindakan ini sudah sesuai prediksinya. Atau yang lebih parah, mungkin mama mertuanya akan menyusul ke sini--jika tidak dihadang Luna, juga bodyguardnya di depan sana. Mendengar kalimat itu Amanda segera menutup dokumen di tangannya, lalu menatap sang suami. Pria yang kini seperti tak merasa bersalah sedikitpun, padahal luka yang diberikan padanya adalah luka yang tak main-main. Dokumen yang berisi data donasi yayasan itu kemudian Amanda letakkan di atas meja. "Apa Mas ingin aku mengajukan perceraian?" tanya Amanda kemudian, sorot matanya lurus ke arah sang suami. Bisakah Evan melihat luka di dalam hatinya yang begitu menganga? "Tidak, aku hanya penasaran apa alasanmu bertahan?" Amanda menunduk kecil, menyembunyikan senyum kecewa. Dibanding memahami tentang luka hatinya, Evan ju
"Apa maksudnya Mbak Amanda bicara seperti itu? Apa Mbak Amanda setuju jika aku dan Aska tinggal di sini?" tanya Seria, bicara menggebu dengan perasaan sedikit bingung. "Ingat batasanmu Seria, kamu harus memanggil ku apa?" Hening sesaat, percikan perselisihan itu nampak jelas dari sorot mata Amanda dan juga Seria. Namun akhirnya Seria yang lemah. "Maaf Nyonya," jawab Seria. "Setelah ini aku ingin bicara pada semua orang, tapi tidak di hadapan Aska. Kecuali kalian ingin Aska mengetahui bahwa dia adalah anak Har_" "Amanda!" bentak mama Geni. "Ma, kecilkan suara Mama. Amanda sudah berbaik hati untuk memaafkan aku, tidak bisakah kita sarapan dengan tenang?" sahut Evan pula. "Menyingkir, kursi yang kamu duduki adalah kursiku," titah Amanda pada jalang suaminya tersebut. Seria tak berkutik, padahal posisi ini begitu sempurna untuknya. Di sisi kanan dia berdekatan dengan Evan, sementara di sisi kiri dia berdekatan dengan sang anak. "Pelayan, ganti kursi ini dengan yang lain," perintah
"Aska," panggil Amanda, hingga membuat anak berusia 5 tahun itu langsung menoleh ke arahnya. Setelah berkeliling rumah ini, Aska duduk di taman sendirian. Sementara para pelayan hanya mengawasi Aska dari jarak aman. "Tante Amanda," balas Aska, dia juga langsung bangkit dari duduknya dan berdiri untuk memberi hormat. Hati Amanda yang bergemuruh dengan amarah coba dia redam sampai padam, tak ingin menunjukkan semua benci yang dia rasa pada anak tak berdosa tersebut. Yang salah hanya Evan dan Seria, sementara Aska tidak. Setelah berada di hadapan anak ini, Amanda berjongkok untuk menyejajarkan tubuh mereka. "Maaf Tante, di mana Mama?" tanya Aska, suaranya terdengar gemetar. Amanda menyadari Aska merasa tak nyaman saat berada di dekatnya. "Mama Seria sudah pergi bekerja, mulai sekarang Aska akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Tante." "Kenapa?" "Bukankah Aska tahu bahwa Aska akan tinggal di rumah ini?" tanya Amanda dan bocah itu mengangguk kecil. "Kata Mama mulai sekara
Di luar dugaan, Amanda yang berpikir Seria akan mati-matian menjaga harga diri justru menuruti permintaannya untuk berlutut.Andai Amanda masihlah dirinya yang dulu, dia mungkin akan termakan akting wanita gundik itu. Akan tetapi, tidak lagi dengan kali ini."Bawa Aska pulang bersamamu, jangan pernah menggunakan Aska untuk bisa masuk ke keluarga Sanjaya, " ucap Amanda setelah melihat Seria berlutut di hadapannya. Dia tahu maksud tersembunyi Seria membawa anak itu masuk ke rumah utama, jelas untuk bisa diterima dan merebut posisinya. Amanda juga meninggalkan wanita yang tengah bersimpuh itu tanpa memintanya untuk berdiri lebih dulu, dia pilih kembali duduk di kursi kebesarannya. Kursi Ketua Yayasan Sanjaya Group. Seria mengepalkan kedua tangannya kuat, berdiri dengan harga diri yang telah jatuh. "Aku tidak peduli bagaimana caramu menyenangkan suamiku di luaran sana, tapi jangan pernah lakukan di dalam rumahku," ucap Amanda setelah dia duduk dengan angkuhnya. Pengkhianatan itu seol
"Nyonya Amanda, saham perusahaan Sanjaya Group mulai mengalami penurunan," lapor Luna dengan menunjukkan tablet di tangannya. Semalam berita ini telah disebar dan pagi ini pemberitaan penuh dengan skandal perselingkuhan sang suami. Semua wanita yang pernah berhubungan dengan Evan masuk dalam daftar hitam tersebut, namun yang paling banyak disorot adalah tentang Seria. Ponsel Amanda terus berdering dari berbagai pihak, Amanda sampai harus menonaktifkan ponselnya agar bisa mendapatkan ketenangan. Sementara semua urusan ditangani langsung oleh Luna. Secara mendadak pintu ruang kerja Amanda terbuka dengan keras, Evan masuk dengan nafasnya yang terdengar kasar. Melihat sang tuan datang, Luna lantas menyingkir dengan segera. "Bagaimana bisa kamu menerbitkan berita seperti ini?" tanya Evan, rahangnya terlihat mengeras. Memang, dia benar-benar merasa bersalah atas perselingkuhan yang dilakukannya. Namun dia tak menyetujui sikap Amanda yang berlebihan seperti ini. Apalagi Amanda telah s
"Maaf Tuan, itu adalah urusan pribadiku," balas Amanda setelah sepersekian detik dia terdiam mendengar pertanyaan tuan Austin. Selama ini mereka hanya menjalin hubungan profesional, tak pernah melibatkan masalah pribadi dalam pembicaraan. Jadi ketika tuan Austin mempertanyakan tentang skandal ini membuat Amanda sedikit merasa tak nyaman. Padahal pria itu bisa memilih untuk pura-pura tidak mengetahuinya. "Kuharap berita itu tidak benar," balas Austin dengan tatapan yang terlihat lebih dalam. Meskipun Amanda mengelak pembicaraan tentang hal ini, namun dia tetap menunjukkan simpatinya. Sampai beberapa saat suasana jadi terasa canggung. Keluar dari ruangan tuan Austin, Amanda sampai menghela nafas panjang. Sebab merasa ada yang tertahan dalam pertemuan tersebut. "Apa anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Luna yang sejak tadi menunggu. Melihat sang nyonya nampak gusar, Luna langsung memastikan keadaannya. Amanda tidak menjawab dengan kata-kata, dia hanya menganggukkan kepalanya kecil