Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Pria 27 tahun itu memasukkan dompet usang ke dalam saku celana dan mengambil tas selempang satu-satunya yang dia punya dari atas kasur busa yang tipis dan kumal.Sam, nama panggilan pemuda itu.Dia mengunci pintu kos yang berdinding triplek dengan gembok kecil dan berjalan kaki sampai simpang dan lurus ke jalan raya sejauh 2 kilometer menuju hotel tempatnya bekerja karena dia tinggal di tempat yang terpencil dan kumuh.Perutnya terasa lapar, Sam membuka dompet usang miliknya."Cuma bisa beli roti!" Sam mengambil uang terakhir yang tersisa dengan wajah lesu.Kemudian dia mampir untuk membeli makanan di warung yang ada di pinggir jalan."Bu, beli rotinya 1 ya!" Sam pun mengambil satu bungkus roti isi dengan harga lima ribu.Tiba-tiba saja segerombolan anak-anak menabraknya dari belakang membuat rotinya terjatuh."Hei! kalau jalan lihat-lihat!" ucap Sam meneriaki anak-anak itu.Sam menghela napas panjang melihat rotinya yang sudah kotor. Sam tidak punya uang lagi, tapi dia juga tidak in
Adam Sanjaya Galaxi memandang lekat putranya yang terlihat kurus dan tidak terawat. Pria 48 tahun itu memindai putranya dari atas sampai bawah. Sangat berbeda saat terakhir kali Sam pergi meninggalkan rumah mereka."Pulanglah, Samuel Lino!" ucapnya dengan memanggil nama lengkap Sam.Sam hanya menggeleng."Maaf, Pa. Aku tidak ingin pulang," jawab Sam tegas.Samuel Lino Galaxi, itu adalah nama lengkapnya. Sam adalah panggilan kecil dari Mamanya. Sam merasa terbebani saat menyandang nama keluarga besarnya.Tapi hari ini Papanya berhasil menemukan keberadaannya. Itu pasti karena kekuatan uang Papanya atau permintaan Mamanya."Kamu harus mendengarkan papa, Sam. Perusahaan besar itu tidak mungkin papa sanggup mengurusnya sendirian." rayu papanya lagi."Bukankah sudah ada Om Hendra, suami dari Tante Angelina?" tanya Sam dengan wajah cuek."Mereka bukan pewaris utama, lagipula anaknya Angelina seorang perempuan yang masih sekolah, mereka tidak bisa mengambil alih perusahaan Kakekmu. Kita harus
Sam kembali mendaratkan pukulan di wajah Reno. Meskipun Reno berusaha untuk melawan tapi Sam berhasil menekan tubuhnya hingga tak bisa bergerak dan itu membuat Sam dengan leluasa menghajarnya berulang kali."Hentikan, Sam! Aku bilang berhenti!" pekik Dinda histeris melihat darah di sudut bibir Reno dan wajahnya yang sudah membiru.Sam yang sudah puas menyalurkan kekesalan dan emosinya, menghentikan aksinya dan melepaskan kerah baju Reno yang dipegangnya.Dia juga melihat sekeliling banyak orang yang memperhatikan mereka. Sam tidak ingin mencari masalah lebih jauh, jadi dia akan menahan dirinya untuk membalas Reno dan mengakhiri semuanya sekarang. Sementara orang-orang di sana hanya bisa menonton mereka tanpa berani melerai, tidak ingin ikut campur."Sekolahkan dulu mulutmu sebelum kau bicara!" tunjuk Sam ke arah Reno dengan ekspresi yang tak terbaca.Dinda membantu Reno berdiri dengan susah payah."Dasar pria miskin pembuat onar! Pergi dari sini tukang pel!" maki Dinda kesal.Mulutnya
"Maaf, tapi yang membeli mobil ini adalah Bapak Sam," jawab petugas itu tersenyum sopan.Sam langsung membubuhkan tanda tangannya dan petugas itu pamit permisi.Reno sangat malu karena sudah berbohong pada Dinda. Bukan itu saja tapi dia juga penasaran bagaimana bisa pria pengangguran seperti Sam bisa membeli mobil mewah dalam waktu singkat."Apa kau ingin mencoba mobil baru itu, Pak?" tanya Sam dengan tersenyum manis."Sayang, ayo kita pergi dari sini!" Reno sudah tidak sanggup berlama-lama di sana."Tapi sayang, dia harus kita laporkan ke-"Ucapan Dinda langsung dipotong oleh Reno."Sudah, biarkan saja dia! Aku mau istirahat!" jawabnya beralasan.Wajah Reno memerah karena menahan malu dan marah.Sam tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Reno tak berkutik sekaligus membuktikan ucapannya bahwa dia bisa membeli melebihi apa yang pria sombong itu punya.Sore hari…Reno baru saja memarkirkan mobilnya dan ingin masuk ke dalam apartemennya lalu dia mendengar bunyi klakson mobil
Sam langsung mematikan telponnya. Dia pun kembali ke apartemennya menaiki taksi.Sesampainya di apartemen Sam melihat seseorang yang sudah menunggunya. Dia pun menghampiri orang tersebut."Apakah kau mau mampir?" tanya Sam ramah.Tapi orang itu hanya tersenyum mengejek dan berjalan menghampirinya."Aku akan mengungkap semua rahasiamu malam ini!" ucapnya dengan senyuman miring di sudut bibirnya.Ternyata orang itu adalah Reno. Dia sudah menunggu Sam dari tadi untuk membuktikan apakah benar bahwa dia tinggal di apartemen itu dan mempunyai uang untuk membelinya.Sam pun menghembuskan napasnya dengan kasar lalu dia melipat tangannya di dada dengan menatap tajam kearah Reno."Apa maksudmu datang kemari?" tanya Sam dengan nada dingin.Reno pun mendekatkan wajahnya di depan pemuda itu. Mereka saling menatap dengan sengit."Dinda bilang padaku, dia sangat yakin bahwa kau hanya bekerja sebagai supir karena dia melihatmu bersama seorang wanita datang untuk melamar pekerjaan di restoran milikku.
Besok paginya Sam bertemu dengan Pak Yudi, di cafe biasa yang letaknya tak jauh dari hotel Royal Venus."Ini berkas, Tuan muda." Yudi menyerahkan map itu pada Sam"Terimakasih, Pak!" Sam pun mulai membukanya dan memeriksa dengan teliti."Apa yang akan Tuan muda lakukan dengan itu?" tanya Yudi penasaran."Aku ingin Pak Yudi membawa lamaran ini ke hotel Royal Venus!" pinta Sam."Baik, Tuan muda. Oh ya, kenapa tidak langsung memimpin perusahaan, seperti yang Tuan besar mau?" ucap Yudi dengan wajah serius sambil membetulkan letak kacamata di pangkal hidungnya."Tidak, Pak. Belum saatnya karena aku masih ingin menjalani kehidupan seperti yang aku mau," Jelas Sam."Bagaimana kalau Tuan muda bekerja di sana saja, sehingga bisa dengan mudah memahami bisnis milik Tuan besar," Yudi pun memberikan saran."Hmm, menarik. Baiklah kalau begitu, bawakan juga berkas milikku ini!" Sam memberikan map berisi surat lamaran kerja beserta data miliknya."Baiklah, Tuan. Sebenarnya Tuan besar juga berpesan,
Sarah terkejut melihat orang itu di depan pintu kosnya, padahal hari sudah larut malam."Selamat malam, Bu!" sapanya dengan ramah."Malam! Mana uangnya? Ini hari terakhir saya kasi kami waktu!" ucap wanita paruh baya itu cepat.Bu Wati pemilik tempat kost Sarah datang untuk menagih uang sewa karena sudah 2 bulan Sarah menunggak."Maaf, Bu. Saya minta tambahan waktu. Besok saya mulai bekerja, nanti kalau sudah dapat gaji saya akan bayar semuanya!" pinta Sarah engan wajah sendunya."Halah! Jangan banyak alasan! Bayar sekarang atau kamu pergi!" hardiknya kasar."Ada apa ini?!" "Sam? Kenapa kamu kembali?" tanya Sarah heran."Aku ingin mengembalikan ponselmu yang terjatuh saat di taksi tadi," jelas Sam sambil menyodorkan ponsel Sarah."Terimakasih! Maaf merepotkan kamu terus!" ujar Sarah tidak enak karena saat ini Bu Wati masih ada di sana."Sini ponselmu! Anggap sebagai jaminan!"Wanita itu merebut ponsel itu dari tangan Sarah."Jangan, Bu! Kembalikan, saya butuh ponsel saya!" ucap Sarah