Sam mengatupkan rahangnya menahan emosi yang sudah meluap. Kalau saja mereka tidak duduk di ruang yang terpisah pasti dia sudah menghajar pria sombong itu. Tapi Sam berusaha untuk tidak terpancing dengan ucapan Dion dan tetap bersikap tenang seolah tidak goyah dengan semua yang pria itu katakan. Dion juga berusaha bertahan meskipun dia sebenarnya takut kalau Sam tiba-tiba saja meminta polisi untuk melenyapkannya. Dia tahu mereka bisa saja melakukan itu detik ini juga. Tapi dia akan menggunakan Rio dan Johan sebagai senjata terakhir untuk mengancam Sam. Meskipun mereka berdua sudah membuangnya, tapi dia tidak sebodoh itu. Karena tahu kalau Rio dan Johan pasti akan mencoba lari dari masalah ini dan tidak ingin terlibat. Dion akan mengadu domba mereka semua. Selagi itu bisa membuatnya puas melihat Sam menderita. Dan membalaskan rasa sakit hatinya. "Apa maksudmu? Apa kau punya komplotan lain? Mereka semua akan aku tangkap!" ujar Sam dengan tatapan tajam. Dion pun tersenyum mir
Susan tersenyum ramah pada tamu yang baru saja tiba. "Apa kabarnya, Tante? Apa aku mengganggu?" ucapnya lemah lembut. Manis sekali mulutnya saat berbicara dengan Susan. Dan wanita ini tidak tahu kalau sebenarnya itu adalah racun yang mematikan untuknya. "Baik! Ayo, silahkan masuk!" jawabnya tak kalah ramah. Sonia pun senang karena awal yang bagus sudah menyambutnya. Susan membawa gadis itu ke ruang tamu, sementara itu Sarah sedang ke kamar karena semalam dia menginap di rumah itu. Sarah sedang berusaha menenangkan diri dan berpikir positif, supaya saat Sam pulang nanti dia bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun antara dia dan calon mertuanya. Dia tidak tahu kalau saingannya baru saja tiba dan sedang berusaha merebut hati Susan saat ini. Lalu ponselnya berbunyi, ada pesan masuk dari Sam. (Maaf, Sayang. Aku pergi sebentar dan tidak memberitahumu. Sebentar lagi aku pulang!)
Sam langsung melangkahkan kakinya pergi dari sana. Susan hanya bisa terdiam mendengar keputusan ini. Lidahnya terasa kelu untuk membantah ucapan anaknya. Sekarang keadaan kembali rumit seperti awal dulu, saat Sarah pertama kali datang ke rumah ini. Sam masuk ke kamar dan melihat Sarah sedang berdiri termenung di depan jendela. Dia pun memeluknya dari belakang dengan melingkarkan tangannya di perut gadis itu. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?" Sam bertanya sambil mengecup pipi kanannya dengan lembut. Sarah menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ada, Sam. Aku hanya merasa sedikit asing di mata Mamamu saat ini," jawabnya dengan suara sedikit parau. Sarah hampir saja kembali menangis, tapi sebisa mungkin dia menahan agar air matanya itu tidak tumpah. Ia tidak ingin membebani Sam seperti yang Susan katakan padanya. "Sssttt! Jangan lagi bahas masalah ini. Semuanya baik-baik saja, Sayang. Kita ju
Mata Rio pun terbelalak lebar dengan mulut yang menganga.'Ini tidak mungkin!' hatinya kecewa. Dia berharap kalau ada yang salah dengan pendengarannya. Karena dia benar-benar terkejut. "Apa maksudmu? Kenapa kau menjual klub itu? Bukankah aku sudah bilang untuk menungguku dulu!" pekiknya tidak terima.["Karena kami butuh kejelasan, Pak! Aku tidak bisa membiarkan para karyawan lain terus-terusan bertanya padaku soal kejelasan status mereka! Mereka harus tahu apa masih bisa bekerja atau tidak. Seharusnya Bapak mengerti itu!" jelasnya dengan nada tinggi karena emosi.]Setelah Dion dibawa oleh polisi, tangan kanannya itu merasa bingung dan menghubungi Rio untuk meminta bantuan, tetapi Rio belum bisa memutuskan dan menundanya sehingga membuat mereka harus menunggu.Dia akan mendiskusikan hal ini pada Johan.Tentu saja membuat pria itu kesal, jadi saat Juna datang menawarkan kerjasama, dia tidak berpikir dua kali lagi untuk menolaknya.Baginya yang terpenting saat ini adalah bagaimana men
Pupil mata Rio melebar karena terkejut mendengar ancaman dari Sam. Dia pun langsung mematikan panggilan telepon itu sebelum semuanya jadi semakin runyam. "Sial! Aku tidak bisa melakukan apa-apa!" pekiknya tidak terima. Dadanya naik turun karena napasnya mulai tersengal. Dia memukul meja kerjanya untuk melampiaskan emosi. Sementara itu Sam tampak puas sudah memberikan ancaman pada Rio. Dia pun mengembalikan ponsel Juna, lalu menatap ke depan dengan kilatan mata yang tidak bisa diartikan oleh siapapun."Apa yang harus kita lakukan sekarang, Juna?" gumamnya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya."Soal apa, Tuan? Apa ini tentang Pak Rio?" tebaknya."Iya, benar! Apa kamu sudah mendapatkan kabar dari anak buah Pak Yudi?""Belum ada, Tuan. Mereka masih berusaha untuk menyelidikinya!" jawabnya singkat.Sam mengepalkan kedua tangannya dengan erat."Sedikit lagi aku pasti bisa me
Sam masuk dan kamera mulai menyorot ke arahnya. Dia melangkah dengan percaya diri dan ketampanan wajahnya benar-benar menghipnotis siapapun yang melihat.Bukan hanya wanita, para pria pun pasti iri padanya. Beberapa pertanyaan pun dilontarkan oleh pembawa acara, Sam menjawab dengan singkat, jelas dan padat. Bahkan orang-orang yang menonton terkesima dengan cara pemuda itu berbicara dan menatap lawan bicaranya. Dia punya kharisma tersendiri, sangat cocok menjadi pimpinan perusahaan besar. Apalagi pertanyaan soal pernikahannya dengan Sarah yang seorang gadis dari kalangan biasa, menjadi topik hangat yang diinginkan banyak orang dan membuat publik penasaran setelah gadis itu muncul saat pesta pertunangan mereka. Acara pun berlangsung dengan lancar, setelah itu Sam dan Juna masuk ke ruang tunggu sebelum mereka kembali pulang ke perusahaan. Susan yang berada di rumah, baru saja selesai menonton acara itu. "Aku lega mere
Sonia pun segera beranjak dari tempat duduknya. Dia langsung berganti pakaian dan mempersiapkan segala sesuatunya. "Aku yakin saat ini dia sedang sendirian! Jadi aku bisa melancarkan rencanaku dengan mudah!" gumamnya percaya diri. Dia tahu Sam sedang sibuk dan tidak mungkin ada di samping Sarah untuk melindunginya. Apalagi hari sudah mulai malam, jadi gadis itu akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Setelah selesai bersiap, Sonia turun dari tangga dengan terburu-buru. Dia mengambil sesuatu dari dalam laci meja di dekat ruang tamu. Seringai licik terbit di sudut bibirnya saat melihat benda yang sudah lama disimpannya. "Kali ini kau pasti tidak akan bisa selamat gadis murahan!" ujarnya dengan penuh nafsu. Sonia langsung melangkahkan kakinya dengan lebar. Dia pun memesan taksi untuk menuju ke apartemen tempat Sarah tinggal. Tentu saja dia tahu di mana. Setelah beberapa puluh menit…
"A-apa?!"Sarah jadi semakin heran dengan tingkah Sonia yang sudah seperti kehilangan akal sehatnya. Dia pun berusaha untuk bangkit dan mencari apa saja untuk dijadikan alat melawannya. Tapi dia masih berada di ruang tamu, masih jauh untuk menjangkau apapun. Sonia dengan cepat bangkit berdiri dan kembali menghunuskan pisau itu dengan tangan kanannya. "Sam harusnya memilihku! Bukan kamu wanita murahan! Gadis kampung! Sam hanya milikku! Milikku!" teriaknya lantang dan berlari cepat menuju Sarah. "Aargghhhh!!! To-tolonggg!!!" jerit Sarah ketakutan. "Kau harus mati! Mati!!!" teriaknya dengan mata yang melotot tajam. Sarah pun menahan tangan gadis itu sekuat tenaga. Keduanya sama-sama terlihat berusaha keras. Sonia berada di atas tubuhnya saat ini Bulir-bulir keringat dingin mulai mengalir dari dahi Sarah. Bahkan terlihat kening sebelah kirinya yang lecet akibat terbentur lantai saat Sonia mendorong
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak