Pupil mata Rio melebar karena terkejut mendengar ancaman dari Sam. Dia pun langsung mematikan panggilan telepon itu sebelum semuanya jadi semakin runyam. "Sial! Aku tidak bisa melakukan apa-apa!" pekiknya tidak terima. Dadanya naik turun karena napasnya mulai tersengal. Dia memukul meja kerjanya untuk melampiaskan emosi. Sementara itu Sam tampak puas sudah memberikan ancaman pada Rio. Dia pun mengembalikan ponsel Juna, lalu menatap ke depan dengan kilatan mata yang tidak bisa diartikan oleh siapapun."Apa yang harus kita lakukan sekarang, Juna?" gumamnya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya."Soal apa, Tuan? Apa ini tentang Pak Rio?" tebaknya."Iya, benar! Apa kamu sudah mendapatkan kabar dari anak buah Pak Yudi?""Belum ada, Tuan. Mereka masih berusaha untuk menyelidikinya!" jawabnya singkat.Sam mengepalkan kedua tangannya dengan erat."Sedikit lagi aku pasti bisa me
Sam masuk dan kamera mulai menyorot ke arahnya. Dia melangkah dengan percaya diri dan ketampanan wajahnya benar-benar menghipnotis siapapun yang melihat.Bukan hanya wanita, para pria pun pasti iri padanya. Beberapa pertanyaan pun dilontarkan oleh pembawa acara, Sam menjawab dengan singkat, jelas dan padat. Bahkan orang-orang yang menonton terkesima dengan cara pemuda itu berbicara dan menatap lawan bicaranya. Dia punya kharisma tersendiri, sangat cocok menjadi pimpinan perusahaan besar. Apalagi pertanyaan soal pernikahannya dengan Sarah yang seorang gadis dari kalangan biasa, menjadi topik hangat yang diinginkan banyak orang dan membuat publik penasaran setelah gadis itu muncul saat pesta pertunangan mereka. Acara pun berlangsung dengan lancar, setelah itu Sam dan Juna masuk ke ruang tunggu sebelum mereka kembali pulang ke perusahaan. Susan yang berada di rumah, baru saja selesai menonton acara itu. "Aku lega mere
Sonia pun segera beranjak dari tempat duduknya. Dia langsung berganti pakaian dan mempersiapkan segala sesuatunya. "Aku yakin saat ini dia sedang sendirian! Jadi aku bisa melancarkan rencanaku dengan mudah!" gumamnya percaya diri. Dia tahu Sam sedang sibuk dan tidak mungkin ada di samping Sarah untuk melindunginya. Apalagi hari sudah mulai malam, jadi gadis itu akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Setelah selesai bersiap, Sonia turun dari tangga dengan terburu-buru. Dia mengambil sesuatu dari dalam laci meja di dekat ruang tamu. Seringai licik terbit di sudut bibirnya saat melihat benda yang sudah lama disimpannya. "Kali ini kau pasti tidak akan bisa selamat gadis murahan!" ujarnya dengan penuh nafsu. Sonia langsung melangkahkan kakinya dengan lebar. Dia pun memesan taksi untuk menuju ke apartemen tempat Sarah tinggal. Tentu saja dia tahu di mana. Setelah beberapa puluh menit…
"A-apa?!"Sarah jadi semakin heran dengan tingkah Sonia yang sudah seperti kehilangan akal sehatnya. Dia pun berusaha untuk bangkit dan mencari apa saja untuk dijadikan alat melawannya. Tapi dia masih berada di ruang tamu, masih jauh untuk menjangkau apapun. Sonia dengan cepat bangkit berdiri dan kembali menghunuskan pisau itu dengan tangan kanannya. "Sam harusnya memilihku! Bukan kamu wanita murahan! Gadis kampung! Sam hanya milikku! Milikku!" teriaknya lantang dan berlari cepat menuju Sarah. "Aargghhhh!!! To-tolonggg!!!" jerit Sarah ketakutan. "Kau harus mati! Mati!!!" teriaknya dengan mata yang melotot tajam. Sarah pun menahan tangan gadis itu sekuat tenaga. Keduanya sama-sama terlihat berusaha keras. Sonia berada di atas tubuhnya saat ini Bulir-bulir keringat dingin mulai mengalir dari dahi Sarah. Bahkan terlihat kening sebelah kirinya yang lecet akibat terbentur lantai saat Sonia mendorong
Sam berkata dengan sorot mata tajam. Susan sampai tersentak melihat perubahan sikap putranya yang tiba-tiba dan malah berkata seperti itu. "Sam! Beraninya kamu bicara seperti itu pada mama?!" ucap Susan dengan tatapan mata yang tak kalah tajam. Angelina pun panik dan berusaha mendinginkan situasi yang mulai tidak terkendali. "Mbak, sabar dulu! Sam, calm down! Kita bisa bicara dengan baik-baik! Duduk dulu, Sam! What happened?" pintanya dengan raut wajah cemas. Sam sudah mematikan panggilan itu dan menggenggam ponselnya dengan erat. "Apa yang wanita itu katakan padamu?! Pasti dia mengadu yang tidak benar dan menjelekkan mama? Iya kan?!" sambung Susan lagi dengan nada ketus. Dia yakin kalau Sarah sudah mempengaruhi Sam dengan ucapannya barusan sehingga membuat putranya itu berani melawan dan bersikap kurang ajar padanya. Sam pun memejamkan matanya berusaha untuk meredam emosi. Dia harus tetap tenang supaya bisa menya
"Apa?!!!" ucap Sam terkejut mendengar itu. Susan dan Sarah pun heran melihatnya yang tiba-tiba bicara dengan keras.Orang yang menelponnya saat ini adalah Pak Johny. Dia mengabarkan itu langsung dari kantor polisi setelah Sam memintanya untuk mengurus kasus ini. "Apa maksudmu, Pak? Jelaskan padaku dengan detail?!" perintah Sam yang masih tidak mengerti ucapannya. ["Maaf, Tuan. Sepertinya gadis itu mengalami gangguan kejiwaan atau keadaan psikisnya terguncang. Dia jadi bertingkah aneh dan seperti orang yang tidak waras. Dugaan sementara karena dia terlalu terobsesi terhadap sesuatu," jelasnya lagi lebih rinci.]Dia pun mengusap wajahnya dengan kasar. "Hmm, oke! Aku paham. Apalagi yang mereka katakan padamu?" tanya Sam yang masih penasaran. ["Mereka hanya bilang kalau dia akan jadi tahanan dalam pengawasan, Tuan. Kalau dia tidak bisa dikendalikan, maka selamanya gadis itu akan ada di rumah sakit jiwa dan kasusnya
Wanita itu pun menoleh ke arah pria yang juga bebas bersamanya hari ini. Mereka sudah sampai di jalan raya saat ini. Pria itu sedang berdiri di pinggir trotoar menunggu taksi yang lewat. "Sayang, apa kita langsung pulang ke rumah?" tanya gadis itu dengan senyuman manis. "Iya, tapi kita cari taksi dulu. Aku kan tidak pegang uang, jadi setelah sampai nanti baru bisa bayar!" jawabnya sedikit kesal. Dia merasa sangat miskin saat ini karena tidak memegang uang sepeserpun. Mereka adalah Reno dan juga Dinda. Dinda adalah mantan pacar Sam dan Reno adalah kekasihnya yang di penjara karena ikut terlibat menculik Sarah. Sebelum ini, Reno merengek minta Papanya membebaskannya karena tidak ingin menghabiskan waktu masa mudanya di balik jeruji besi.Dia tidak tahan kalau harus menjalani kehidupan yang membosankan setiap harinya. Dan dengan bantuan Papanya, akhirnya mereka berdua bisa bebas meskipun masih harus melakukan perjanjian dengan polisi. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya m
"Bagus! Kamu memilih hal yang tepat!" ucap papanya dengan tersenyum puas. "A-apa?!" Dinda memekik kencang. Lalu meraih tangan Reno, untuk memohon padanya. "Reno! Jangan tinggalkan aku! Aku mohon! Om, to-tolong jangan berikan pilihan seperti ini?!" pinta Dinda sambil berlutut dan mengatupkan kedua tangannya. Dia rela merendahkan harga dirinya demi tetap bisa menjalin hubungan dengan Reno. Dia tahu setelah ini akan sulit untuk mencari pacar orang kaya karena dia sudah pernah di penjara. Masa depannya sudah suram. Meskipun dia memiliki wajah yang cantik tapi orang-orang akan berpikir dua kali untuk dekat dengannya. "Tidak, Dinda. Kita harus pisah. Mulai sekarang jangan lagi temui aku!" ucap Reno memalingkan wajahnya. Dia juga terpaksa melakukan ini, karena Papanya dan kekayaan mereka jauh lebih penting. Reno akhirnya sadar ucapan Papanya benar soal Dinda, jadi dia akan mencari gadis lain setelah ini. "Baiklah, k