Sonia pun segera beranjak dari tempat duduknya.
Dia langsung berganti pakaian dan mempersiapkan segala sesuatunya."Aku yakin saat ini dia sedang sendirian! Jadi aku bisa melancarkan rencanaku dengan mudah!" gumamnya percaya diri.Dia tahu Sam sedang sibuk dan tidak mungkin ada di samping Sarah untuk melindunginya. Apalagi hari sudah mulai malam, jadi gadis itu akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin.Setelah selesai bersiap, Sonia turun dari tangga dengan terburu-buru.Dia mengambil sesuatu dari dalam laci meja di dekat ruang tamu.Seringai licik terbit di sudut bibirnya saat melihat benda yang sudah lama disimpannya."Kali ini kau pasti tidak akan bisa selamat gadis murahan!" ujarnya dengan penuh nafsu.Sonia langsung melangkahkan kakinya dengan lebar.Dia pun memesan taksi untuk menuju ke apartemen tempat Sarah tinggal.Tentu saja dia tahu di mana.Setelah beberapa puluh menit…"A-apa?!"Sarah jadi semakin heran dengan tingkah Sonia yang sudah seperti kehilangan akal sehatnya. Dia pun berusaha untuk bangkit dan mencari apa saja untuk dijadikan alat melawannya. Tapi dia masih berada di ruang tamu, masih jauh untuk menjangkau apapun. Sonia dengan cepat bangkit berdiri dan kembali menghunuskan pisau itu dengan tangan kanannya. "Sam harusnya memilihku! Bukan kamu wanita murahan! Gadis kampung! Sam hanya milikku! Milikku!" teriaknya lantang dan berlari cepat menuju Sarah. "Aargghhhh!!! To-tolonggg!!!" jerit Sarah ketakutan. "Kau harus mati! Mati!!!" teriaknya dengan mata yang melotot tajam. Sarah pun menahan tangan gadis itu sekuat tenaga. Keduanya sama-sama terlihat berusaha keras. Sonia berada di atas tubuhnya saat ini Bulir-bulir keringat dingin mulai mengalir dari dahi Sarah. Bahkan terlihat kening sebelah kirinya yang lecet akibat terbentur lantai saat Sonia mendorong
Sam berkata dengan sorot mata tajam. Susan sampai tersentak melihat perubahan sikap putranya yang tiba-tiba dan malah berkata seperti itu. "Sam! Beraninya kamu bicara seperti itu pada mama?!" ucap Susan dengan tatapan mata yang tak kalah tajam. Angelina pun panik dan berusaha mendinginkan situasi yang mulai tidak terkendali. "Mbak, sabar dulu! Sam, calm down! Kita bisa bicara dengan baik-baik! Duduk dulu, Sam! What happened?" pintanya dengan raut wajah cemas. Sam sudah mematikan panggilan itu dan menggenggam ponselnya dengan erat. "Apa yang wanita itu katakan padamu?! Pasti dia mengadu yang tidak benar dan menjelekkan mama? Iya kan?!" sambung Susan lagi dengan nada ketus. Dia yakin kalau Sarah sudah mempengaruhi Sam dengan ucapannya barusan sehingga membuat putranya itu berani melawan dan bersikap kurang ajar padanya. Sam pun memejamkan matanya berusaha untuk meredam emosi. Dia harus tetap tenang supaya bisa menya
"Apa?!!!" ucap Sam terkejut mendengar itu. Susan dan Sarah pun heran melihatnya yang tiba-tiba bicara dengan keras.Orang yang menelponnya saat ini adalah Pak Johny. Dia mengabarkan itu langsung dari kantor polisi setelah Sam memintanya untuk mengurus kasus ini. "Apa maksudmu, Pak? Jelaskan padaku dengan detail?!" perintah Sam yang masih tidak mengerti ucapannya. ["Maaf, Tuan. Sepertinya gadis itu mengalami gangguan kejiwaan atau keadaan psikisnya terguncang. Dia jadi bertingkah aneh dan seperti orang yang tidak waras. Dugaan sementara karena dia terlalu terobsesi terhadap sesuatu," jelasnya lagi lebih rinci.]Dia pun mengusap wajahnya dengan kasar. "Hmm, oke! Aku paham. Apalagi yang mereka katakan padamu?" tanya Sam yang masih penasaran. ["Mereka hanya bilang kalau dia akan jadi tahanan dalam pengawasan, Tuan. Kalau dia tidak bisa dikendalikan, maka selamanya gadis itu akan ada di rumah sakit jiwa dan kasusnya
Wanita itu pun menoleh ke arah pria yang juga bebas bersamanya hari ini. Mereka sudah sampai di jalan raya saat ini. Pria itu sedang berdiri di pinggir trotoar menunggu taksi yang lewat. "Sayang, apa kita langsung pulang ke rumah?" tanya gadis itu dengan senyuman manis. "Iya, tapi kita cari taksi dulu. Aku kan tidak pegang uang, jadi setelah sampai nanti baru bisa bayar!" jawabnya sedikit kesal. Dia merasa sangat miskin saat ini karena tidak memegang uang sepeserpun. Mereka adalah Reno dan juga Dinda. Dinda adalah mantan pacar Sam dan Reno adalah kekasihnya yang di penjara karena ikut terlibat menculik Sarah. Sebelum ini, Reno merengek minta Papanya membebaskannya karena tidak ingin menghabiskan waktu masa mudanya di balik jeruji besi.Dia tidak tahan kalau harus menjalani kehidupan yang membosankan setiap harinya. Dan dengan bantuan Papanya, akhirnya mereka berdua bisa bebas meskipun masih harus melakukan perjanjian dengan polisi. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya m
"Bagus! Kamu memilih hal yang tepat!" ucap papanya dengan tersenyum puas. "A-apa?!" Dinda memekik kencang. Lalu meraih tangan Reno, untuk memohon padanya. "Reno! Jangan tinggalkan aku! Aku mohon! Om, to-tolong jangan berikan pilihan seperti ini?!" pinta Dinda sambil berlutut dan mengatupkan kedua tangannya. Dia rela merendahkan harga dirinya demi tetap bisa menjalin hubungan dengan Reno. Dia tahu setelah ini akan sulit untuk mencari pacar orang kaya karena dia sudah pernah di penjara. Masa depannya sudah suram. Meskipun dia memiliki wajah yang cantik tapi orang-orang akan berpikir dua kali untuk dekat dengannya. "Tidak, Dinda. Kita harus pisah. Mulai sekarang jangan lagi temui aku!" ucap Reno memalingkan wajahnya. Dia juga terpaksa melakukan ini, karena Papanya dan kekayaan mereka jauh lebih penting. Reno akhirnya sadar ucapan Papanya benar soal Dinda, jadi dia akan mencari gadis lain setelah ini. "Baiklah, k
Napas Sam memburu dengan dada yang terlihat naik turun karena tidak dapat lagi menahan emosinya yang mulai tersulut. Apalagi melihat Rio yang pura-pura polos dan tidak tahu apapun itu, semakin membuatnya muak. "A-apa maksud, Tuan? Apa Tuan percaya kalau itu semua benar?" ujar Rio berusaha memutar balikkan fakta. Rio berusaha untuk tetap tenang dan tidak merasa terintimidasi dengan ancaman dari Sam. Dia yakin kalau Sam hanya percaya dengan apa yang Dion katakan. Mereka sudah menghilangkan semua jejak. Sam tidak akan menemukan bukti apapun. "Tentu saja aku percaya! Kau pikir aku akan datang kemari dengan alasan yang tidak jelas! Sebaiknya persiapkan dirimu karena sebentar lagi kau akan menyusul temanmu itu ke penjara!" desis Sam dengan tatapan tajam.Rio pun langsung terdiam. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan menatap 0emuda itu tidak kalah tajamnya.Dia seperti menantang Sam kali ini. "Coba saja kal
"A-apa?!" ucap Johan dengan mulut menganga lebar. Dia bingung dengan pilihan yang diberikan oleh Sam. Dua-duanya sangat tidak masuk akal. "A-apa maksud Tuan memberi pilihan seperti itu? Itu bukanlah sebuah pilihan, Tuan!" jawabnya tidak terima.Sam kembali duduk dengan santai sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tidak akan basa basi, Johan! Aku tahu kau ikut terlibat dalam rencana Dion! Jadi, apa kau mau menyerahkan diri ke polisi atau aku yang akan menyeretmu secara paksa dari sini!" ancam Sam dengan nada suara sedikit meninggi. Seketika itu juga Johan menelan salivanya dengan susah payah. Tebakannya benar. Sam pasti tahu tentang hal itu. Dia harus segera memutar otak untuk mencari cara!Johan pun berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan apa yang pemuda itu ucapkan. Dia harus pandai berkelit dari situasi pelik ini. "Tuan yang benar saja? Tentu aku tidak akan mem
Rio pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia tidak bodoh seperti temannya yaitu Dion. Dia masih punya tempat usaha dan bisnis beberapa cabang. Dia juga lebih kaya dari pria tidak berperasaan itu. Apalagi dia juga yakin kalau Johan akan membantunya untuk bebas dari sini. Dia tentu tidak akan mau menghabiskan seluruh masa mudanya di balik jeruji besi. "Aku akan meminta Johan mengurus pengacara dengan segera!" gumamnya yakin. Beberapa hari kemudian…Persiapan untuk menyebarkan undangan pernikahan Sam dan Sarah sudah selesai.Pak Yudi sudah mengatur untuk bagian perusahaan dan para klien maupun kolega penting mereka. Sementara Susan yang mengundang kerabat dekat dan teman-teman penting keluarga mereka. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada hal yang terlewat. Susan memastikan semua orang mendapatkan kabar bahagia itu. Dan Pak
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak