Napas Sam memburu dengan dada yang terlihat naik turun karena tidak dapat lagi menahan emosinya yang mulai tersulut.
Apalagi melihat Rio yang pura-pura polos dan tidak tahu apapun itu, semakin membuatnya muak."A-apa maksud, Tuan? Apa Tuan percaya kalau itu semua benar?" ujar Rio berusaha memutar balikkan fakta.Rio berusaha untuk tetap tenang dan tidak merasa terintimidasi dengan ancaman dari Sam.Dia yakin kalau Sam hanya percaya dengan apa yang Dion katakan.Mereka sudah menghilangkan semua jejak.Sam tidak akan menemukan bukti apapun."Tentu saja aku percaya! Kau pikir aku akan datang kemari dengan alasan yang tidak jelas! Sebaiknya persiapkan dirimu karena sebentar lagi kau akan menyusul temanmu itu ke penjara!" desis Sam dengan tatapan tajam.Rio pun langsung terdiam. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan menatap 0emuda itu tidak kalah tajamnya.Dia seperti menantang Sam kali ini."Coba saja kal"A-apa?!" ucap Johan dengan mulut menganga lebar. Dia bingung dengan pilihan yang diberikan oleh Sam. Dua-duanya sangat tidak masuk akal. "A-apa maksud Tuan memberi pilihan seperti itu? Itu bukanlah sebuah pilihan, Tuan!" jawabnya tidak terima.Sam kembali duduk dengan santai sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tidak akan basa basi, Johan! Aku tahu kau ikut terlibat dalam rencana Dion! Jadi, apa kau mau menyerahkan diri ke polisi atau aku yang akan menyeretmu secara paksa dari sini!" ancam Sam dengan nada suara sedikit meninggi. Seketika itu juga Johan menelan salivanya dengan susah payah. Tebakannya benar. Sam pasti tahu tentang hal itu. Dia harus segera memutar otak untuk mencari cara!Johan pun berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan apa yang pemuda itu ucapkan. Dia harus pandai berkelit dari situasi pelik ini. "Tuan yang benar saja? Tentu aku tidak akan mem
Rio pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia tidak bodoh seperti temannya yaitu Dion. Dia masih punya tempat usaha dan bisnis beberapa cabang. Dia juga lebih kaya dari pria tidak berperasaan itu. Apalagi dia juga yakin kalau Johan akan membantunya untuk bebas dari sini. Dia tentu tidak akan mau menghabiskan seluruh masa mudanya di balik jeruji besi. "Aku akan meminta Johan mengurus pengacara dengan segera!" gumamnya yakin. Beberapa hari kemudian…Persiapan untuk menyebarkan undangan pernikahan Sam dan Sarah sudah selesai.Pak Yudi sudah mengatur untuk bagian perusahaan dan para klien maupun kolega penting mereka. Sementara Susan yang mengundang kerabat dekat dan teman-teman penting keluarga mereka. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada hal yang terlewat. Susan memastikan semua orang mendapatkan kabar bahagia itu. Dan Pak
Dinda menatap dengan matanya yang nyalang. Kilatan api dendam itu semakin jelas terlihat. Dia pun bergegas masuk ke dalam kamar dan membuka lemarinya. Gadis itu memperhatikan pakaian dan barang-barang yang dia punya. Hanya tinggal sedikit, karena sebagian barang mahal miliknya sudah dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka. "Tidak ada yang bagus apa!" gerutunya kesal sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Dinda pun kembali mengobrak-abrik isi lemari dan kemudian menemukan kotak perhiasan miliknya. Masih ada beberapa yang tersisa. Dia pun tersenyum licik. "Aku akan menjual ini! Setelah itu aku akan datang menemui Sam! Lihat saja nanti!" gumamnya dengan menggenggam kotak itu dengan erat. Tekadnya sudah bulat!Satu Bulan Kemudian…Hari pernikahan antara Sam dan Sarah telah tiba. Di momen yang bahagia ini, mereka akan meresmikan status keduanya sebagai suami istri yang sah di mata
Tentu saja tidak ada yang sadar dan peduli padanya. Semua orang sedang sibuk menikmati pesta dan tertawa bersama. Hanya dia seorang yang tidak ikut merasa senang dengan acara itu. Aneh memang, tapi itulah faktanya karena dia datang kemari dengan tujuan lain. Bukan ingin mendapatkan uang dari pekerjaan sampingan yang sedang dia jalani atau ikut meramaikan suasana pesta. Dia punya misi tersendiri dan tidak ada satu orang pun di sana yang mengetahui hal itu. Gadis itu melangkah dengan perlahan dan hati-hati. Dia fokus melihat sekeliling untuk membaca situasi. Sangat profesional sekali dia mengintai Sam dan juga Sarah dari jarak beberapa meter saja. Saat ini pasangan itu sedang berdiri dan memegang gelas wine untuk memberikan tanda bersulang pada setiap tamu yang hadir. "Siti, kenapa malah di sini?! Sana kamu layani tamu yang lain!" ucap salah satu rekannya, membuyarkan lamunan gadis itu. "I-iya, sebentar!" jawab
Juna seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Saat ini Sarah baru saja duduk di kursinya dibantu oleh beberapa karyawan WO. "Kalau Nyonya Sarah ada di sini? Lalu Tuan Sam bersama siapa di ruangan VIP?" gumamnya bingung. Lalu sedetik kemudian Juna pun tersadar dan segera meletakkan gelas yang dipegangnya dengan buru-buru. "Tuan Sam!!!" pekiknya dengan mata melotot tajam dan langsung bergegas berlari. Di Ruang VIP…Sam pun berjalan semakin mendekat ke arah tembok itu. "Sayang, kenapa harus sembunyi? Kita kan sudah menikah jadi tidak perlu malu!" ucapnya dengan kekehan geli. Saat sudah sampai dan melihat sosok yang berdiri menunggunya di sana, Sam pun terkejut. Gadis itu langsung tersenyum puas karena berhasil menjebaknya untuk datang kemari. "Si-siapa kau? Dimana istriku? Apa yang kau lakukan di sini?" teriak Sam dengan kening berkerut heran. Gadis itu p
Juna pun bingung. Di luar ramai sekali tamu, bagaimana mungkin menutupi hal ini dari semua orang. Dia pun dengan cepat memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. "Pergi bawa gadis ini lewat pintu darurat! Setelah sampai di bawah langsung saja bawa dia ke kantor polisi. Aku akan menyusul nanti!" perintah Joseph cepat. "Baik, Pak!" jawab mereka patuh. "Lepaskan aku! Brengsek kalian semua! Kalian mau saja dibodohi pria ini! Sialan!" pekik Dinda meronta sekuat tenaganya. Juna pun dengan cepat membuka dasi yang dipakainya dan langsung mengikatnya di mulut Dinda, sehingga suara gadis itu bisa teredam. Jangan sampai orang lain mendengarnya berteriak di sepanjang jalan dan itu bisa menimbulkan kekacauan di luar sana. Beruntung juga sekarang musik sedang diputar karena penyanyi sedang menyumbangkan suaranya di panggung, jadi suara lain bisa tersamarkan. "Hmmpphhh!!!" Hanya itu yang terdengar dari gadis itu
Pupil mata gadis itu melebar seperti tidak percaya dengan ucapan yang didengarnya barusan. Dia pun menggenggam jeruji besi itu dengan erat. Menatap pria itu dengan kilatan api kebencian yang menyala. Baginya Juna sama saja dengan Sam. Membuatnya menderita. Dia mencoba untuk tetap kelihatan kuat. "Kau tidak akan bisa melakukan hal itu! Pria brengsek! Sialan kalian semua!" makinya dengan berteriak kencang. Juna pun tersenyum miring dengan menatap remeh pada gadis itu. "Apa kau lupa sedang berhadapan dengan siapa Nona cantik? Dengan semua kekayaan yang Tuan Sam miliki, sekarang juga aku bisa memerintahkan mereka untuk mengeksekusi dirimu! Paham!" desis Juna dengan geram. Lagi-lagi dia harus mengepalkan kedua tangannya dengan erat untuk menahan emosinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Gadis yang dianggapnya sudah gila ini benar-benar menguji kesabarannya. Dinda pun terdiam mendengar ancaman yang diucapk
(ada adegan dewasa, harap pembaca bijak!) "Shit! Siapa yang berani datang kemari?!" desisnya sambil mengatupkan rahang. Sarah pun berusaha untuk menenangkan suaminya. "Sam, sabar. Siapa tahu itu penting atau Mama yang datang," ucapnya lembut. Sam pun akhirnya mengalah dan mengikuti ucapan istrinya. "Oke, tunggu sebentar!" ujarnya sedikit ketus. Sam pun mengambil bathrobe di kamar mandi lalu pergi keluar untuk melihat siapa yang sudah berani mengganggu kegiatan pentingnya malam ini. Ketukan pintu pun kembali terdengar. Hal itu semakin membuat Sam kesal saja. Dia berjalan cepat dan membuka pintu dengan sedikit kasar. "Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu, aku ingin melaporkan tentang gadis gila tadi," ucapnya datar tanpa rasa bersalah. "Juna!!!" pekik Sam kesal sambil mengepalkan tangan kanannya. Juna pun mengernyitkan dahinya dan juga sedikit heran melihat penampilan Sam.
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak