Dinda menatap dengan matanya yang nyalang.
Kilatan api dendam itu semakin jelas terlihat.Dia pun bergegas masuk ke dalam kamar dan membuka lemarinya.Gadis itu memperhatikan pakaian dan barang-barang yang dia punya.Hanya tinggal sedikit, karena sebagian barang mahal miliknya sudah dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka."Tidak ada yang bagus apa!" gerutunya kesal sambil menghentakkan kakinya ke lantai.Dinda pun kembali mengobrak-abrik isi lemari dan kemudian menemukan kotak perhiasan miliknya.Masih ada beberapa yang tersisa.Dia pun tersenyum licik."Aku akan menjual ini! Setelah itu aku akan datang menemui Sam! Lihat saja nanti!" gumamnya dengan menggenggam kotak itu dengan erat.Tekadnya sudah bulat!Satu Bulan Kemudian…Hari pernikahan antara Sam dan Sarah telah tiba.Di momen yang bahagia ini, mereka akan meresmikan status keduanya sebagai suami istri yang sah di mataTentu saja tidak ada yang sadar dan peduli padanya. Semua orang sedang sibuk menikmati pesta dan tertawa bersama. Hanya dia seorang yang tidak ikut merasa senang dengan acara itu. Aneh memang, tapi itulah faktanya karena dia datang kemari dengan tujuan lain. Bukan ingin mendapatkan uang dari pekerjaan sampingan yang sedang dia jalani atau ikut meramaikan suasana pesta. Dia punya misi tersendiri dan tidak ada satu orang pun di sana yang mengetahui hal itu. Gadis itu melangkah dengan perlahan dan hati-hati. Dia fokus melihat sekeliling untuk membaca situasi. Sangat profesional sekali dia mengintai Sam dan juga Sarah dari jarak beberapa meter saja. Saat ini pasangan itu sedang berdiri dan memegang gelas wine untuk memberikan tanda bersulang pada setiap tamu yang hadir. "Siti, kenapa malah di sini?! Sana kamu layani tamu yang lain!" ucap salah satu rekannya, membuyarkan lamunan gadis itu. "I-iya, sebentar!" jawab
Juna seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Saat ini Sarah baru saja duduk di kursinya dibantu oleh beberapa karyawan WO. "Kalau Nyonya Sarah ada di sini? Lalu Tuan Sam bersama siapa di ruangan VIP?" gumamnya bingung. Lalu sedetik kemudian Juna pun tersadar dan segera meletakkan gelas yang dipegangnya dengan buru-buru. "Tuan Sam!!!" pekiknya dengan mata melotot tajam dan langsung bergegas berlari. Di Ruang VIP…Sam pun berjalan semakin mendekat ke arah tembok itu. "Sayang, kenapa harus sembunyi? Kita kan sudah menikah jadi tidak perlu malu!" ucapnya dengan kekehan geli. Saat sudah sampai dan melihat sosok yang berdiri menunggunya di sana, Sam pun terkejut. Gadis itu langsung tersenyum puas karena berhasil menjebaknya untuk datang kemari. "Si-siapa kau? Dimana istriku? Apa yang kau lakukan di sini?" teriak Sam dengan kening berkerut heran. Gadis itu p
Juna pun bingung. Di luar ramai sekali tamu, bagaimana mungkin menutupi hal ini dari semua orang. Dia pun dengan cepat memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. "Pergi bawa gadis ini lewat pintu darurat! Setelah sampai di bawah langsung saja bawa dia ke kantor polisi. Aku akan menyusul nanti!" perintah Joseph cepat. "Baik, Pak!" jawab mereka patuh. "Lepaskan aku! Brengsek kalian semua! Kalian mau saja dibodohi pria ini! Sialan!" pekik Dinda meronta sekuat tenaganya. Juna pun dengan cepat membuka dasi yang dipakainya dan langsung mengikatnya di mulut Dinda, sehingga suara gadis itu bisa teredam. Jangan sampai orang lain mendengarnya berteriak di sepanjang jalan dan itu bisa menimbulkan kekacauan di luar sana. Beruntung juga sekarang musik sedang diputar karena penyanyi sedang menyumbangkan suaranya di panggung, jadi suara lain bisa tersamarkan. "Hmmpphhh!!!" Hanya itu yang terdengar dari gadis itu
Pupil mata gadis itu melebar seperti tidak percaya dengan ucapan yang didengarnya barusan. Dia pun menggenggam jeruji besi itu dengan erat. Menatap pria itu dengan kilatan api kebencian yang menyala. Baginya Juna sama saja dengan Sam. Membuatnya menderita. Dia mencoba untuk tetap kelihatan kuat. "Kau tidak akan bisa melakukan hal itu! Pria brengsek! Sialan kalian semua!" makinya dengan berteriak kencang. Juna pun tersenyum miring dengan menatap remeh pada gadis itu. "Apa kau lupa sedang berhadapan dengan siapa Nona cantik? Dengan semua kekayaan yang Tuan Sam miliki, sekarang juga aku bisa memerintahkan mereka untuk mengeksekusi dirimu! Paham!" desis Juna dengan geram. Lagi-lagi dia harus mengepalkan kedua tangannya dengan erat untuk menahan emosinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Gadis yang dianggapnya sudah gila ini benar-benar menguji kesabarannya. Dinda pun terdiam mendengar ancaman yang diucapk
(ada adegan dewasa, harap pembaca bijak!) "Shit! Siapa yang berani datang kemari?!" desisnya sambil mengatupkan rahang. Sarah pun berusaha untuk menenangkan suaminya. "Sam, sabar. Siapa tahu itu penting atau Mama yang datang," ucapnya lembut. Sam pun akhirnya mengalah dan mengikuti ucapan istrinya. "Oke, tunggu sebentar!" ujarnya sedikit ketus. Sam pun mengambil bathrobe di kamar mandi lalu pergi keluar untuk melihat siapa yang sudah berani mengganggu kegiatan pentingnya malam ini. Ketukan pintu pun kembali terdengar. Hal itu semakin membuat Sam kesal saja. Dia berjalan cepat dan membuka pintu dengan sedikit kasar. "Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu, aku ingin melaporkan tentang gadis gila tadi," ucapnya datar tanpa rasa bersalah. "Juna!!!" pekik Sam kesal sambil mengepalkan tangan kanannya. Juna pun mengernyitkan dahinya dan juga sedikit heran melihat penampilan Sam.
Besok paginya…. Matahari sudah mulai menampakkan diri dengan sinar cerahnya. Kedua pasangan pengantin baru itu masih tidur dengan sangat nyenyak. Sprei yang terlihat berantakan dan pakaian yang berserakan di lantai.Sam yang memeluk Sarah dari belakang dengan erat menjadi pemandangan indah pagi hari ini. Tubuh mereka hanya ditutupi dengan selimut tebal berwarna putih. Beberapa menit kemudian Sarah terbangun. Matanya perlahan terbuka dan mengerjap beberapa kali. Dia merasa tubuhnya menahan beban berat, ternyata ada tangan Sam yang melingkar di perutnya. Dia pun kaget sampai terduduk. "Aakhhh!!!" pekiknya spontan lalu menutup mulutnya. Dia pun melihat sekeliling dan akhirnya baru sadar kalau berada di kamar hotel dan saat menoleh ke samping, wajah tampan suaminya yang tertidur pulas menyejukkan matanya. Sarah pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia masih malu kalau mengingat kejadian semalam. Apalagi penampilannya sangat berantakan dengan rambut yang sudah tidak be
Wira pun melongo. "A-apa? Maksud Kakak? Apa hubungannya semua ini dengan Kak Reno? Apa dia juga ikut terlibat?" berondongnya dengan berbagai macam pertanyaan. Dia pikir mereka kembali bekerja sama untuk melakukan rencana penyerangan itu. Dinda hanya mengangkat kedua bahunya. Terlihat sangat acuh. "Tidak kok! Aku bekerja sendirian, tapi aku yakin kalau Sam akan mencarinya. Dia tidak tahu kalau aku sudah putus dari pria sialan itu!" ucapnya kesal karena mengingat lagi saat diusir paksa dari rumah mantan pacarnya itu. Wira pun menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Kak. Setelah ini aku akan pindah dan semoga saja tidak ada yang tahu tentang masa lalu keluarga kita!" ungkapnya dengan kilatan mata sedih. Sudahlah sekarang hidup miskin dengan pekerjaan sederhana, dia juga harus menahan malu pada orang-orang di sekitar mereka yang tahu saat Dinda kembali masuk penjara.
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak