"Zahra Aurelia," ucap wanita paruhbaya tersebut, berdiri di ambang ruang pembatas antara dapur. Dagunya terangkat ke atas dan tatapan matanya menghunus ke arah Zahra. Dia begitu angkuh. Zahra menaikkan sebelah alis, dia sama sekali tak mengenali perempuan tersebut. Namun melihat perempuan tersebut begitu angkuh, Zahra menebak jika perempuan ini adalah orang yang membencinya. "Dia siapa?" bisik Zahra kemudian pada Alana. "Dia Anita, ibu dari Deana sekaligus Tante Tuan Zein. Mereka dari keluarga ibu Tuan Zein," jawab Alana dengan balas berbisik pada Zahra. "Dulu Anita tinggal di kota lain, karena ibu dari Tuan Zein melarang mereka memasuki kota. Namun, setelah ibu mertuamu meninggal, mereka kembali ke kota ini. Dua tahun setelah anda menghilang, Deana pulang dari luar negeri."'Pasti tujuan mereka mendekati Pak suami.' batin Zahra, meletakkan spatula lalu bersedekap dengan mengangkat dagu–tak ingin kalah arogan dari sikap Anita. "Maaf, tetapi apa sekarang tamu tidak memerlukan izin
"Iya, Zein sayang. Tante datang ke sini dengan niat baik, untuk menemui Zahra yang sudah lama menghilang. Tetapi kedatangan Tante tidak disambut dengan baik." Anita ikut menjelek-jelekkan Zahra, mendukung permainan putrinya supaya Zahra semakin tersudutkan. Anita pernah menjodohkan Deana dengan Zein, akan tetapi kakak iparnya–ibu Zein, tidak setuju dengan alasan Deana terlalu muda untuk Zein. Anita bahkan mengiming-imingkan harta, menjodohkan keduanya supaya bisnis yang baru Zein pegang punya dukungan yang kuat dari perusahaan Anita. Namun, Yolanda tetap menolak–mengatakan Zein sudah memiliki kekasih dan akan menikah dengan kekasihnya. Selang dari rencana perjodohan itu, Yolanda menyuruh adiknya–suami Anita supaya pindah ke kota lain. Akhirnya Anita pindah kota dan perjodohan batal. Anita sangat menginginkan Zein karena tujuannya adalah sebuah status. Melviano merupakan keluarga terhormat, KristalRoyal'M adalah perusahaan ternama dan berkuasa. Jika Deana menikah dengan Zein tentu a
Zein menganggukkan kepala, menuruti ucapan Zahra untuk tak melakukan hal lebih buruk pada Anita dan Deana. "Suruh Marcus untuk mengusir mereka," titah Zein pada Alana, setelah itu menarik Zahra untuk ikut dengannya. Zein membawa Zahra ke kamar, mendudukkan istrinya di tepi ranjang. Zein menghela nafas sejenak, lalu beralih duduk di sebelah Zahra."Jangan terpengaruh oleh perkataan mereka." Zein berucap lembut, mengusap lembut pipi istrinya. Zein tentu khawatir, ucapan kedua wanita brengsek itu akan mempengaruhi istrinya. Zahra sedang amnesia, dan hal seperti tadi bisa merusak memori baik istrinya. Zahra bisa tertekan jika terus memikirkan ucapan Anita dan Deana, mungkin bisa berakhir fatal hingga menyerang kejiawan. Zahra tiba-tiba nyengir, membuat Zein cukup kaget. Lalu perempuan itu menggelengkan kepala secara antusias. "Tidak kok, Suami. Aku tidak terpengaruh dengan perkataan mereka. Sejak awal mereka sudah memperlihatkan karakter buruk di hadapanku jadi aku sama sekali tidak t
Zein menaikkan sebelah alis, tersenyum geli lalu berakhir menyentil kening Zahra. "Kabur?" Zein terkekeh, saking tak percaya secara gemas dengan ucapan istrinya. Hell! Tidak mungkin dia kabur, yang ada sebaliknya. Zein yang takut Zahra kabur! Oh, Tuhan. Istrinya memang sangat menggemaskan! Dia lucu! "Kenapa aku harus kabur?" Zein mendekatkan wajah ke arah Zahra, nadanya lebih rendah sehingga terkesan menggoda bagi Zahra. "Aku terus mengejar dan mengemis cintamu, aku sudah melewati karma terberat untuk bisa memilikimu kembali. Bahkan saking ingin mendapatkanmu, aku ingin mengejarmu--menyusulmu ke akhirat," ucap Zein, di mana suaranya semakin pelan di akhir kalimat. Zahra terdiam, mengerjap-erjap. Dia tertegun mendengar ucapan sang suami. "Karma terberatku adalah kehilangan dirimu, dan karma termanisku adalah hanya bisa mencintaimu," lanjut Zein. Cup'Dia mengecup bibir istrinya lembut, perlahan menyesap dan melumatnya. Zahra yang hanyut oleh sentuhan serta kata-kata manis suaminy
"Siapa Nolan dan apa hubungannya denganku?" Zein menaikkan sebelah alis, menatap istrinya cukup kaget. Jujur saja, Zein tak ingin memberitahu Zahra. Dia belum siap! Namun, Zein takut seseorang mencemari pikiran Zahra, sehingga perempuan ini kembali pergi darinya. "Nolan, dia saudara satu ibu denganku." Zein menjawab datar. Mengingat kejahatan Nolan, yang bukan hanya memisahkan dirinya dengan Zahra, tetapi juga melenyapkan ibu mereka sendiri, Zein rasanya marah. Meskipun Nolan telah tiada, kejahatan Nolan selalu berhasil membuat Zein mendidih. "Hubungannya denganku?" tanya Zahra penasaran. Benarkah Nolan selingkuhnya dan Zahra memilih kabur dengan pria itu? "Dia menyukaimu dan berusaha merebutmu dariku. Dia bekerja sama dengan Belle untuk memisahkan kita lalu terakhir kali dia menculikmu." Zahra mendongak, melototkan mata ke arah Zein. Dia menatap seperti tak mempercayai ucapan Zein tersebut. 'Hah! Nolan menculikku? Jangan-jangan kecelakaan yang menimpaku adalah ulah dia.' Zahra
"Ini adalah dokumen yang Pak suami harus tanda tangani," ucap Zahra sembari menyerahkan sebuah dokumen pada Zein. "Hum." Zein berdehem singkat, meraih dokumen tersebut lalu segera menandatanganinya. "Kau sedang hamil, apa kau menginginkan sesuatu?" tanya Zein tiba-tiba. Zahra mengerjap beberapa kali, pria ini menunjukkan perhatian padanya. Entah kenapa itu membuat jantung Zahra berdebar kencang. "Tidak, Pak." Zahra menggelengkan kepala. Sebenarnya dia menginginkan sesuatu, bukan karena kehamilannya. Karena keinginan Zahra tak ada sangkut pautnya dengan kondisinya yang hamil. Namun, mereka sedang di kantor, Zahra tak enak meminta. Zein menarik Zahra, menyentak tangan perempuan itu sehingga Zahra berakhir jatuh di pangkuannya. Zahra buru-buru beranjak, akan tetapi Zein lebih dulu melilitkan tangan di pinggang Zahra–membuat Zahra tak bisa kemana-mana, berakhir pasrah duduk dipangkuan Zein. "Aku tahu kau menginginkan sesuatu. Katakan saja," bisik Zein tepat di daun telinga Zahra, me
Zahra Aurelia menghela napas sebab tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Saat ini dia sedang sibuk menyusun agenda dari sang CEO di perusahaannya bekerja, tak lain adalah suaminya sendiri–Zein Melviano Adam. Dia sekretaris Zein, sudah tujuh tahun bekerja dengan perusahaan ini. Akhir akhir ini Zahra kurang fokus pada pekerjaannya sebab mantan suaminya yang sangat dicintai telah kembali. Sekarang mantan suaminya tersebut berada di ruangan Zein, harusnya mereka membicarakan proyek kerja sama tetapi sejak tadi mereka terlihat bercanda dan terus tertawa bersama. Zahra bisa melihatnya cukup jelas sebab ruangannya dan Zein dipisah oleh dinding kaca transparan. Melihat Zein yang hangat pada Belle (mantan Zein) itu membuat Zahra sakit hati. Zahra cemburu! Akan tetapi Zahra bisa apa? Sejak dulu, bahkan sebelum mereka menikah, Zein memang telah mencintai Belle. Pernikahannya dan Zein, tiga tahun yang lalu, juga terjadi karena kesalahan satu malam. Dia dan Zein tidak sengaja melakukan one nigh
"Jadi begitukah aku di matamu, Pak? Hanya robot pekerja? Aku tidak berharga sebagai i-istri?"Zein melayangkan tatapan tajam ke arah Zahra, mendekat dengan mengatupkan rahang secara kuat. "Kau berharap apa, Humm? Mencintaimu? Kau adalah perempuan licik dan busuk. Karena jebakan mu tiga tahun yang lalu, Kakekku memaksa untuk menikahiku dan sekarang aku terjebak dengan perempuan busuk sepertimu," ucap Zein, berdesis marah dengan tatapan menjatuhkan pada Zahra. Zahra membatu di tempat, kali ini membiarkan air matanya jatuh. Dia tidak bisa membendung, perkataan Zein sangat menyakitkan. Sedangkan Zein, setelan mengatakan itu, dia langsung pergi–menggenggam tangan Belle secara mesra. Zahra tertunduk sedih, semakin sakit hati ketika melihat Zein pergi dengan menggenggam mesra tangan Belle. "Aku tidak menyangka jika kamu masih menganggapku menjebak mu. Setelah apa yang kulakukan tiga tahun ini sebagai istri, ternyata sama sekali tak membuatmu luluh, Pak," gumam Zahra, menangis sedih seba