“Minum ini dulu sebelum kita ke atas.”
Sore itu Vicco membawa Tamara ke sebuah hotel untuk bertemu dengan klien penting.
Katanya pada Tamara, kliennya itu merupakan pasangan paruh baya yang bersedia memberikan dukungan pada kampanyenya nanti, jika dia merasa Vicco merupakan pribadi yang hangat dan dapat dipercaya.
Saat ini Vicco sedang melebarkan sayapnya di dunia politik. Dalam sembilan bulan ke depan, Vicco akan mengikuti pemilihan pemimpin distrik sebagai wakil gubernur.
Jika berhasil dia bahkan akan menjadi wakil gubernur termuda.
Untuk itu dia membutuhkan penyokong dana yang sangat besar dan Tuan Kozlov adalah salah satunya.
Namun, dia perlu membuat dirinya memiliki citra diri seperti yang diharapkan Pasangan Kozlov.
Maka dari itu, Vicco meminta Tamara untuk mendampinginya di pertemuan sore ini.
Sebagai kekasih yang sangat mensupport kesuksesan satu sama lain, Tamara tentu saja bersedia.
Saat ini mereka sudah tiba di parkiran hotel dan Vicco menyodorkannya sebotol jus stroberi kesukaannya.
“Trims, Vic, kapan kamu membuat jus stroberi ini?” ucap Tamara sembari menyambut sebotol jus yang masih terlihat dingin dan segar, tanpa curiga sedikit pun.
Di benaknya sudah terbayang kelezatan minuman itu, terlebih lagi sore ini udara sangat kering dan panas.
“Segar?” tanya Vicco yang melihat Tamara meminum jus stroberi buatannya itu dengan tawa puas dalam hati.
Tamara hanya minum beberapa teguk saja, tapi Vicco tahu itu sudah lebih dari cukup.
Obat perangsang yang dituangnya di minuman itu memiliki efek yang kuat. Hanya minum setengah saja, Tamara takkan bisa menahan ledakan libido dalam dirinya.
Di hadapannya, Tamara mengangguk dengan senyum lebar. Kesegaran minuman tadi dianggapnya sebagai perhatian dan kasih sayang Vicco padanya.
“Ayo kita ke atas. Jangan biarkan pasangan Kozlov menunggu kita terlalu lama,” kata Vicco lagi sambil turun.
Pria 24 tahun itu juga membukakan pintu untuk Tamara dan bersama-sama mereka memasuki hotel.
Tiba di atas, Vicco tiba-tiba merogoh saku celana dan bajunya seperti kehilangan sesuatu.
“Sial! Ponselku ketinggalan di mobil. Kamu duluan saja ke kamar 1919, aku akan kembali ke mobil dulu untuk mengambil ponsel,” kata Vicco lagi seraya mendorong lembut tubuh Tamara agar melangkah lagi menuju kamar yang mereka tuju.
“Aku rasa, lebih baik aku ikut ke mobil juga, setelah itu baru kita naik sama-sama,” tolak Tamara yang enggan bertemu dengan rekan bisnis Vicco sendirian.
Biar bagaimana pun dia hadir hanya sebagai pendamping Vicco.
Tapi pria itu menolak.
“Jangan! Pasangan Kozlov selalu datang lebih cepat dan mereka tidak suka kalau partner bisnis mereka datang terlambat.
Ini sudah tinggal dua menit lagi menuju waktu perjanjian kita. Jadi lebih baik kamu duluan ke sana, ya. Lagipula kalau aku sendirian yang turun ke basement, aku bisa berlari dan lebih cepat kembali ke sini. Ayolah, Tamara, help me this time.”
Melihat raut memohon dari Vicco juga karena alasan yang dikemukakan pria itu masuk akal, Tamara pun menurutinya.
“Ingat 1919. Ketuk pelan tiga kali karena mereka pasti sudah menunggu di dalam kamar. Setelah itu sapalah mereka dengan hormat. Oke, Baby?”
Tamara mengangguk dan Vicco gegas memasuki lift.
Tamara pun melangkah dan tiba di depan pintu kamar 1919.
Dia memastikan dua kali bahwa dia tidak salah kamar dan tangannya mulai terangkat untuk mengetuk pintu tiga kali seperti yang Vicco jelaskan tadi.
Terdengar bunyi 'ceklek' tanda pintu dibuka. Tapi tidak ada siapa-siapa di balik pintu dan kamar ternyata dalam keadaan gelap.
Sedikit ragu Tamara melangkah masuk.
Tangannya mencari-cari saklar, tapi sialnya pintu kamar itu menutup perlahan dengan sendirinya.
Ceklek!
Entah mengapa jantung Tamara nyaris melompat dari rongganya.
Kedua tangannya semakin buru-buru meraba dinding mencari saklar untuk menyalakan lampu.
Di saat yang sama, penciumannya menangkap aroma cendana yang mahal bercampur musk yang maskulin. Jika memang pasangan Kozlov belum tiba, kenapa ada aroma maskulin di ruangan ini?
Tamara kembali mencari-cari saklar lampu berharap bisa segera melihat seisi ruangan ini.
Namun tiba-tiba saja sebuah tangan yang keras dan kokoh menangkap pinggangnya dan menarik tubuhnya dengan cepat.
“Argh!” Tamara berteriak terkejut tapi di detik yang sama tubuhnya sudah terhempas ke atas tempat tidur.
Meskipun gelap, Tamara bisa mengetahui ada seseorang -seorang pria- yang mengukungnya di atas ranjang.
Pria itu tidak mengenakan baju. Kulitnya terasa hangat dan dada serta lengannya terasa keras. Pria itu seperti beton tebal yang kokoh. Tenaga Tamara saat mendorongnya bukanlah apa-apa.
“Sia- siapa kamu?” tanya Tamara dengan deru jantung tak karuan. Adrenalinnya meningkat cepat.
Apakah Tn. Kozlov? Jika iya, kenapa pria itu menindihnya di tempat tidur? Lalu di mana Ny. Kozlov? Dan kenapa juga Tn. Kozlov tidak bertubuh lembek seperti seorang paruh baya?
“Kau tidak tahu siapa aku?” Suara yang berat yang terdengar berbahaya keluar dari bibir yang berada tepat di atas wajahnya itu.
Tamara sontak merinding. Bulu kuduknya meremang.
“Ap- apakah Anda ... Tn. Kozlov?” Tamara berusaha keras mengucapkan nama itu.
Pria itu terdengar mendengus kecil sebelum menjawabnya, “Ya! Itu nama belakangku.”
“La- lalu Anda mau apa?” tanya Tamara lagi yang mulai merasakan jari Tn. Kozlov merayapi pelipisnya hingga menjalar ke pipi sedangkan deru napas pria itu menerpa-nerpa wajahnya.
“Kau masih bertanya apa mauku?” tanya pria itu lagi seperti desissan ular mematikan.
“Aku rasa kekasihmu itu tidak memberitahumu bahwa dia sudah menumbalkanmu padaku sebagai ganti dukungan yang akan dia dapatkan saat kampanye nanti, huh?”
Apa? Menumbalkannya?
Glek! Tamara menelan ludahnya dengan susah payah.
“Menumbalkanku bagaimana?” tanyanya lagi seakan dia salah mendengar.
Suara berat itu kembali bergema, “Ya, menjadikanmu sebagai tumbal! Kau tidak salah dengar! Dia ingin aku mensuport-nya selama masa kampanye agar dia bisa menang di pemilihan nanti.
Tapi karena dia tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar dukunganku, dia pun memberikanmu sebagai gantinya!” ucap Tn. Kozlov lagi dengan nada cuek, seraya menurunkan rayapan jarinya menuju leher Tamara.
Gadis itu semakin gugup dan berusaha menepis tangan Tn. Kozlov.
Di sisi lain, Tamara juga takut pada Tn. Kozlov karena aura pria itu yang kuat dan mendominasi.
Dia takut membuat Tn. Kozlov marah. Sedangkan dia masih ingin tahu lebih banyak akan kebusukan Vicco.
“Tapi kenapa Tuan bersedia hanya karena mendapatkan seorang gadis? Dengan uangmu, Tuan bisa membeli gadis manapun daripada repot-repot menerima pemberian Vicco seraya harus mesupport Vicco lagi.”
Suara Tamara kini sudah mulai bergetar.
Terdengar kekehan sinis suara Tn. Kozlov. “Tidak perlu mempertanyakannya! Ini hanyalah bisnis. Aku mendapatkan apa yang aku butuhkan, begitu pun dia. Hanya hubungan timbal balik!” desis Tn. Kozlov lagi.
“La- lalu bagaimana denganku?” tanya Tamara lagi.
Tn. Kozlov diam sejenak dan mengambil waktu untuk mengamati wajah Tamara dalam keremangan kamar. Lewat tatapan dinginnya jari itu turun merayapi belahan dadanya, membuat sekujur kulit Tamara bagai disetrum listrik ringan. Jari itu akhirnya mengunci pinggang Tamara.
“Kamu? Aku hanya ingin menikmatimu malam ini. Setelah itu, kamu bebas.
Vicco menumbalkanmu padaku karena katanya kamu masih perawan. Aku ingin mencoba bagaimana rasanya perawan,” sahut Tn. Kozlov seiring bibirnya mulai membekap bibir Tamara dan langsung melumatnya dengan rakus.
“Hmmpt! Hmmpt!” teriak Tamara sambil berusaha mendorong tubuh Tn. Kozlov, tapi suara itu tertelan lumatan Tn. Kozlov, dan tenaganya pun tak mampu menggeser seinchi pun dari tubuh pria itu.
Ketika tangan besar dan kuat Tn. Kozlov mulai mengunci pergelangan tangan Tamara di atas kepalanya, lalu sebelah tangannya menjelajah tubuh Tamara, tubuh gadis itu pun mulai panas.
Degup jantungnya meningkat drastis. Deru napasnya memberat. Dan akhirnya kewanitaannya berdenyut-denyut bagai meronta ingin agar Tn. Kozlov segera menyentuh tubuhnya.
Di parkiran mobil, Vicco mengamati jarum jam di pergelangan tangannya. Dia tersenyum sinis membayangkan saat ini pastilah obat perangsang yang dituang ke jus stroberi tadi sudah bekerja pada tubuh Tamara.
Entah pukul berapa, Tamara mengerjap dan terbangun. Kepalanya terasa berat dan otot-otot tubuhnya terasa nyeri.Tapi kamar sudah lebih terang daripada semalam, sekalipun langit di luar belum terang benderang.“Di mana ini?” gumam gadis 21 tahun itu sembari memandang sekelilingnya. Dia baru menyadari jika dia berada di sebuah kamar hotel. Ingatannya tentang semalam pun mulai bertayangan di benaknya.Oh, tidak! Dia sudah digerayangi Tn. Kozlov dan pria itu seperti harimau buas melampiaskan hasrat pada dirinya.Tamara tercekat dan langsung menoleh ke sebelahnya.Deg! Jantungnya nyaris copot.Kejadian semalam adalah nyata. Pria itu masih tertidur di sampingnya. Berarti ... pria ini adalah Tn. Kozlov.Dengan jantung yang bertalu tak karuan, Tamara mengamati wajah tentram yang tertidur di sampingnya itu.Ternyata Tn. Kozlov bukanlah pria paruh baya. Malahan dia tampak masih cukup muda dan sangat tampan.Hidungnya mancung, bibirnya tipis dan dikelilingi sisa cukuran cambang yang halus. Alisn
Enam tahun kemudian ...“Waaah anak-anak mami sudah ganteng dan cantik-cantik nih!” puji Tamara dengan senyum lembut dan penuh kasih pada kembar tiga yang dilahirkannya lima tahun lalu.Apa yang saat dulu dia takutkan dan dipandangnya sebagai mimpi buruknya, ternyata tidaklah seburuk itu.Sekalipun, Tamara sampai diusir ayah dan ibu tirinya saat ketahuan hamil, setidaknya triplet yang dia kandung dan lahirkan ternyata memberinya warna ceria dalam hidup.Bagi Tamara kini, triplet adalah hartanya yang paling berharga. Tiga anak kembarnya itu adalah pusat hidupnya.Untuk merekalah dia hidup. Karena merekalah dia bersemangat, berkarya, dan berbahagia.“Kami cantik tentu saja karena mewarisi kecantikan Mami Ratu sejagad raya ini!” seru Tilly dengan nada diplomatisnya.Cekikikan Thea pun bergema mengiringi pujian setinggi langit Tilly pada sang mami.“Aduuuh, kamu bisa aja, Tilly!” seru Tamara sembari tersenyum merona. “Mami kan jadi malu ...”Di hadapan tiga kembarnya, Tamara menjadi sosok
Seperti enam tahun lalu, poster-poster yang serupa juga berjejer di sepanjang jalan dan di billboard-billboard besar. Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan enam tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur. Hati Tamara terasa bagai diremas kuat. Dia adalah korban keserakahan Vicco. Dia kehilangan mahkota yang dia jaga sebagai seorang wanita pada pria asing yang tak dia inginkan sehingga dia diusir keluarganya saat rahimnya membuahkan benih pria asing itu. Saat Tamara berjuang melahirkan triplet, Vicco dilantik menjadi wakil gubernur. Belum cukup sampai di sana, atas dukungan Vicco, Darla juga mencuri rancangan gaun pengantin karya-nya lalu menjadikan rancangan itu sebagai karyanya sendiri. Darla mendapatkan pujian dan hadiah bonus dalam jumlah besar, sedangkan Tamara dipecat karena dianggap tak mampu bersaing secara sportif sehingga dia menebar fitnah pada Darla. Selain itu juga, selama lima tahun ini Vicco menikmati kehidupan gemilangnya sebagai wakil gub
Tamara kebingungan. Dia tidak merasa melakukan hal yang salah, tapi kenapa pelanggannya ini marah.“Maaf, Miss- Eh ... bukan, maksudku ... Bu. Aku memanggil Anda-”“Eh, eh, eh, tadi ‘Miss’ sekarang ‘Bu’! Kamu pikir aku ibu-ibu?” Suara Miss El-Mia semakin melengking dan terdengar menjengkelkan.Tamara kembali terperangah. Baru kali ini dia berhadapan dengan pelanggan yang sangat sulit disenangkan.Jika bukan karena Ny. Julia berpesan untuk melayani pelanggan ini dengan baik, maka Tamara pastilah sudah menolak melayani Miss El-Mia ini.“Jadi Anda mau disapa dengan sebutan apa?” tanya Tamara lagi dengan suara lembut dan penuh kerendahan hati.Dia masih memberi muka pada Ny. Julia.“Panggil aku Lady! Aku akan menjadi istri dari seorang pebisnis besar di kota ini. Suamiku adalah pria paling berkuasa di kota ini. Bahkan Gubernur pun tunduk padanya!Aku hanya perlu mengadu padanya maka dia akan menghancurkan apapun yang kutunjuk!Uangnya saja mampu membeli hidup matimu!Bahkan meremukkanmu hi
“Apa analisis Anda ini tidak salah? Jangan bermain-main dengan saya!” Suara Trevor bergema kuat di ruang konsultasi dokter yang dia kunjungi. Trevor mengantarkan Lady El-Mia kembali ke rumah tadi karena dia hendak menuju rumah sakit untuk berkonsultasi tentang kesehatannya, bukan karena dia sibuk seperti katanya pada El-Mia tadi. Namun, Trevor berang saat baru saja mendengar analisis dokternya yang mengatakan bahwa dia menderita penyakit yang membuat kesuburannya terganggu. Dari penjelasan dokter, penyakitnya ini skala ringan, tanpa gejala dan tanpa nyeri, sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan sama sekali. Tindakan pengobatan pun hanya memerlukan olahraga ringan seperti jalan kaki, berenang, dan bersepeda. Hanya saja, yang menyebabkan Trevor kesal setengah mati adalah bahwa penyakit ini bisa mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas spermanya, sedangkan orang tuanya sudah tak sabar untuk menimang cucu. “Maaf, Tn. Kozlov, seperti itulah efek dari penyakit ini. Tapi A
Sungguh kebetulan yang luar biasa.Selain itu juga, entah mengapa dia merasa dua wajah di hadapannya ini cukup familier.Trevor sampai tak bisa mengalihkan tatapannya dari mereka.Hanya saja, sekalipun dia mengaduk-aduk ingatannya, Trevor tidak bisa menyebutkan satu pun nama yang memiliki kemiripan wajah di hadapannya itu.Rasa penasarannya semakin bergejolak.“Siapa kalian?” tanyanya pada dua gadis kecil itu.Sontak saja, Thea dan Tilly berkacak pinggang.“Paman yang siapa?” sahut Tilly tak merasa takut sama sekali. Suaranya yang cempreng pun terdengar lucu.Karena pertanyaannya malah dibalas dengan pertanyaan juga, Trevor semakin penasaran. Dia pun terkekeh pelan.“Namaku Trevor. Apa kalian mengenaliku?”Dengan polosnya, Thea dan Tilly menggelengkan kepala mereka.“Aku sudah memperkenalkan namaku. Sekarang giliran kalian,” titah Trevor.Meskipun tidak
“Kalian ini, kenapa tadi berlarian di rumah sakit sampai Bibi cukup lama mencari kalian!” Bibi Beatrice terlihat cemas ketika Thea dan Tilly berlarian kembali ke tempat antrian mereka. Dua gadis kecil itu bukannya merasa bersalah malah tertawa-tawa mendengar gerutuan Bibi Beatrice. Mereka sampai tak melihat di samping Bibi Beatrice, Travish melayangkan tatapan super tajam pada mereka. Jika ada Bibi Beatrice atau mommy bersama mereka, mau Travish menatap tajam atau bahkan menggeram marah pun mereka tidak akan takut. Lain hal jika hanya ada mereka bertiga saja. Mereka sudah pasti tidak akan berani macam-macam pada Travish. “Kami bosan menunggu, Bibi!” seru Tilly menjawab Bibi Beatrice. “Lain kali jangan seperti itu lagi! Kalau tadi kalian hilang dan tersesat bagaimana?” tanya Bibi Beatrice lagi. Wanita yang cocok untuk menjadi nenek mereka ini memiliki hati seluas samudera. Kesabaran Bibi Beatrice sangat besar. Dia tak pernah marah menghadapi tingkah laku triplet, senakal apapun m
Tamara terkesiap.Setahu Tamara, wajah Travish merupakan miniatur dari wajah pria yang di malam enam tahun lalu.Tapi lalu Tilly dan Thea mengatakan wajah paman galak yang mereka temui di rumah sakit mirip dengan Travish, bahkan tatapan matanya pun persis sama.Tamara terkejut juga penasaran.Bagaimana bisa?Apakah paman galak yang mereka sebut itu merupakan pria enam tahun lalu?Biar bagaimana pun, pria enam tahun lalu memiliki wajah yang tidak pasaran. Jika benar paman galak itu adalah pria enam tahun lalu, Tamara merasa bersyukur Thea dan Tilly tidak diapa-apakan pria itu.Tamara juga bersyukur bahwa pria itu tidak bertemu dengan Travish.Malam itu, kembali Tamara tidur dihantui kejadian enam tahun lalu, lalu saat dia melahirkan triplet.Tamara sedang duduk sambil menggendong triplet di lengan kanan, kiri, bahkan merebahkan baby Travish di tengah-tengah dua kakinya yang bersila ketika pria enam tahun lalu tiba-tiba muncul dengan wajah seram, lalu mendekat dan mengambil Travish dari
“Apa tidak salah kau memberitahunya tentang penculikan anak-anaknya? Apa otakmu masih waras?” raung Percy pada Lorry.Rasanya Percy tak percaya rekan kerjanya bisa melakukan tindakan seblo-on itu.Tapi di hadapannya, Lorry malah tersenyum bangga dan mengangguk. “Tentu saja aku masih waras. Aku juga cerdas dan baik hati. Tiga hal itu haruslah ada bersamaan. Baru lengkap!”“Tapi untuk apa?” bentak Percy tak habis pikir.Lorry tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak percaya pertanyaan itu bisa datang dari Percy.“Kalau aku tidak memberitahukannya, saat pagi ini dia bangun dan mendapati tripletsnya tidak ada di apartemen, bisa-bisa dia histeris dan ketakutan. Apa kau tidak kasihan padanya?”Percy merasakan kepalanya ditusuk ribuan jarum. Entah kepalanya yang eror atau Lorry yang eror.Tapi dilihat dari raut wajahnya, Lorry terlihat tidak eror.“Kita ini pengawal seorang boss mafia. Lalu kau masih kasihan pada wanita seperti Tamara? Yang menjadi target operandi kita? Atau kau ada perasa
Suara garang dan berat tadi seketika melunak, menyisakan suara yang serak seakan menampung penyesalan Trevor dari dalam hati.Tatapan berang itu pun telah berubah menjadi sendu.Di matanya sekarang ini, dua gadis kecil itu menjelma menjadi bocah yang tak pernah mendapatkan kasih sayang darinya selama lima tahun.Tak pernah sekalipun Trevor pernah membayangkan selama ini bahwa anak-anaknya akan hidup dalam kondisi berkekurangan seperti ini, yang harus berjuang untuk diri mereka sendiri, tanpa ada sosok ayah selama lima tahun, bahkan sosok ibu pun harus meninggalkan mereka di pagi hingga sore hari demi mencari nafkah.Anak-anaknya ... darah dagingnya ... harus melalui kehidupan seperti itu! Sedangkan dia sebagai ayah mereka ...?Sulit untuk merelakan atas segala hal yang mereka alami. Dan lebih sulit lagi memaafkan dirinya sendiri.Selama ini dia tak pernah berkekurangan. Dia bahkan menggaji banyak orang untuk melakukan segala hal untuknya!Waktu luangnya bahkan diisi dengan penuh kesen
Dengan hati tercubit secuil ... Trevor mendelik tajam pada Tilly, wajah itu mulai menggelap dan kepala itu mendongak tinggi untuk menatap dua bocah itu dari atas.Dua tangan nya pun sudah berkacak pinggang. Tarikan napasnya sangat dalam dan akhirnya keluar sangat amat perlahan.Untuk pertama kalinya, dia berhasil mengendalikan kekesalannya dan berhasil menyingkirkan ke sudut lain yang tak terpakai. Setidaknya untuk saat ini.Trevor memilih untuk mengalihkan pertanyaan mereka.“Kenapa kalian sampai memanggang roti sendiri pakai kompor pula?Apa kalian tidak takut terkena api dari kompor?” tanya Trevor dengan nada galak tapi hangat. Siapapun bisa mendengar dengan jelas kepedulian dari nada suaranya itu.Ada rasa tak rela membayangkan dua putrinya yang begitu menggemaskan berkutat dengan kompor di usia sekecil ini.Dirinya sendiri saja baru setelah dewasa menyentuh kompor dan membuat roti bakar sendiri. Itu pun sangat jarang dia lakukan. Hanya di moment-moment terpaksa.“Ck, paman macam
Tilly jelas tak puas jika dia disuruh mempercayai apa yang Trevor ucapkan. Jadi, dia menanyakannya pada Thea dan Travish.“Aku juga tidak percaya. Apa yang dikatakan paman menyeramkan tadi itu tidaklah mungkin terjadi.” Thea sudah menyuarakan pikirannya.Kini Tilly memandangi Travish meminta pendapatnya.“Paman itu berkata jujur. Hanya saja ... tentu saja kejadiannya tidak persis seperti itu, bodoh!Paman menyeramkan hanya menceritakan setengah bagian saja. Yang sebenarnya terjadi adalah kita pastilah diculik oleh pengawal-pengawal paman menyeramkan itu. Jadi, saat ini kita adalah tahanan paman menyeramkan.”Mendengar penuturan Travish, dan kata diculik dan tahanan, sontak Tilly dan Thea membelalak ketakutan.“Aku tidak mau menjadi tahanan paman menyeramkan!”“Aku juga tidak!”Tilly dan Thea berseru bergantian.Tapi Travish menjawab dengan santai. “Aku juga tidak mau. Tapi ini sudah terjadi. Kita sudah menjadi tahanan paman menyeramkan. Tak ada gunanya kau berseru tidak mau!”Wajah Til
Sedang berpikir keras, tiba-tiba semerbak bau roti panggang dengan selai cokelat yang manis menguar di udara dan merasuk di penciuman mereka.Thea dan Tilly segera memegangi perut mereka.“Aku lapar ...” kata Thea dengan wajah memelas dan perut itu seakan mengiyakan ucapannya dengan mengeluarkan bunyi krucuk ... krucuk ...“Ayo makan kalau begitu!” kata sebuah suara bariton rendah secara tiba-tiba.Tiga bocah menoleh ke arah pintu kamar dan membelalak lebar seketika itu juga. “Paman menyeramkan?!” seru Tilly benar-benar tak percaya dengan penglihatannya. ***Trevor secara tiba-tiba sudah berada di ambang pintu. Pria itu berdiri dengan bahu bersandar pada kusen pintu. Tatapannya menyorot fokus ke arah triplets, tapi bibir tipisnya itu, sedikit terangkat di setiap ujungnya.Wajah yang biasanya sangar, keras, dan tajam, kini terlihat tenang, damai, dan ... mendamba.“Paman menyeramkan?” Tilly memandangi sekelilingnya, kemudian berlabuh di wajah Travish dan Thea berganti-gantian.“S
Trevor melirik jam di dinding lalu melirik dinding kaca di ruang tidurnya.Langit sudah terang. Pagi sudah tiba dan matahari mulai meninggi.Giorgio juga sudah datang dan berupada mengurangi efek bius pada triplet.Hanya saja, triplet masih belum tersadar.“Mereka tidak akan kenapa-kenapa, Signor. Biarkan dulu, nanti mereka akan sadar sendiri. Setelah sadar, perhatikan mereka. Jika ada ketidak beresan di tubuh mereka, atau cara bicara mereka, baru panggil aku lagi.”Trevor mengangguk sembari kedua matanya tetap terpaku pada triplet.Sungguh, hari ini benar-benar hari yang di luar nalarnya.Tak pernah terbayangkan olehnya dia akan mendapatkan triplet dan bocah-bocah yang diperkirakan sebagai hasil benih nya itu ada di atas tempat tidurnya.Hidupnya yang semula datar dan kelam, tiba-tiba berubah drastis ketika dia mulai teringat perawan enam tahun lalu.Lalu hanya dalam beberapa bulan, statusnya tiba-tiba berubah dari seorang suami rasa pria lajang, menjadi seorang daddy beranak tiga!Tr
“Bagaimana?”Suara Arnold bergema menatap Lorry yang baru saja menelpon boss mereka.Dia cukup was-was setiap kali Lorry yang memutuskan untuk menelpon Boss. Sudah beberapa kali Lorry ketika selesai menelpon malah seperti nge-blank dengan apa yang diperintahkan boss mereka.Pernah juga Lorry malah mengartikan lain dari perintah boss mereka.Lorry masih bisa bekerja seperti ini, bersama mereka, semua hanya karena boss mereka masih memberikan Percy kesempatan.Mungkin karena boss juga merasa Lorry cukup kasihan, tidak lagi memiliki keluarga dan tidak memiliki keterampilan lain untuk bisa membuatnya memiliki pekerjaan lain jika dipecat dari jajaran bodyguard Trevor ini.Tapi sungguh, setiap kali boss mereka sedang murka, Arnold selalu berpikir Lorry hanya tinggal menunggu saatnya saja dia untuk dipecat.Sungguh keberuntungan masih berpihak di diri Lorry hingga sampai saat ini dia belum dipecat.“Perintah Boss masih sama. Boss mau kita menangkap Tamara dan anak-anaknya lalu bawa mereka ke
Udara cukup dingin dan kencang membuat Tamara menyesal tidak meraih mantel yang tebal.Tapi tadi dia buru-buru dan pikirannya sedikit kacau melihat kondisi Thea seperti itu.Tamara tak mengingat lagi jika udara malam sekarang sudah mulai lebih dingin dari satu bulan yang lalu.Menghalau dingin sebisanya, Tamara terpaksa mengurai lagi rambut cokelat gelap panjang yang diikatnya asal tadi, kemudian merapatkan cardigannya saat dia hendak menyeberangi jalan.Hatinya kembali sesak memikirkan apa yang baru saja Thea alami hari itu.Jujur saja, Tamara senang ada Logan di sana yang sigap menyelamatkan Thea.Andai pria itu tidak ada di sana, Tamara belum tentu segesit itu langsung melompat ke kolam untuk menyelamatkan Thea. Tamara tidak terlalu pandai berenang.Meski demikan, Tamara sedikit kecewa atas Logan yang membiarkan anak yang mendorong Thea pergi begitu saja.Seharusnya, anak itu dituntut untuk meminta maaf pada Thea. Itu yang Tamara harapkan.Gadis kecilnya tidak boleh diperlakukan de
Demento melakukannya tanpa banyak tanya.Pria itu merupakan programmer handal dan terpercaya Trevor. Jenius dalam teknologi itu mampu menyelinap dalam jaringan resmi pemerintah.Dengan bantuan Demento, Trevor bisa bergerak mudah mencari keberadaan musuh dan informasi-informasi rahasia.Sedangkan Darrio yang ada di sampingnya, dengan tampilan kaku, pendiam, dan begitu dingin, merupakan sniper andalan dan terpercaya Trevor.Dua orang itu menjadikan gudang rahasia sebagai markas mereka.“Ini, Boss. Apa yang dicari?”Demento memperlihatkan dengan satu kali klik dan tampak di layar TV besar di hadapan Trevor berbagai tampilan CCTV jalan raya.Trevor memperhatikan dengan seksama.‘Sial! Sebanyak ini. Harusnya tadi aku mengajak Bruno! Biar dia yang memperhatikan semua ini!’Kemudian Trevor menunjukkan ponsel Tamara pada Demento.“Aku hanya ada foto anak-anaknya. Ibunya tidak ada foto.” Trevor pun mneunjukkan foto triplets yang ada di ponsel Tamara.Demento mengambilnya, melihat, kemudian kem