Enam tahun kemudian ...
“Waaah anak-anak mami sudah ganteng dan cantik-cantik nih!” puji Tamara dengan senyum lembut dan penuh kasih pada kembar tiga yang dilahirkannya lima tahun lalu. Apa yang saat dulu dia takutkan dan dipandangnya sebagai mimpi buruknya, ternyata tidaklah seburuk itu. Sekalipun, Tamara sampai diusir ayah dan ibu tirinya saat ketahuan hamil, setidaknya triplet yang dia kandung dan lahirkan ternyata memberinya warna ceria dalam hidup. Bagi Tamara kini, triplet adalah hartanya yang paling berharga. Tiga anak kembarnya itu adalah pusat hidupnya. Untuk merekalah dia hidup. Karena merekalah dia bersemangat, berkarya, dan berbahagia. “Kami cantik tentu saja karena mewarisi kecantikan Mami Ratu sejagad raya ini!” seru Tilly dengan nada diplomatisnya. Cekikikan Thea pun bergema mengiringi pujian setinggi langit Tilly pada sang mami. “Aduuuh, kamu bisa aja, Tilly!” seru Tamara sembari tersenyum merona. “Mami kan jadi malu ...” Di hadapan tiga kembarnya, Tamara menjadi sosok ibu yang bisa berperan seperti kanak-kanak bagaikan sahabat bagi mereka. Padahal, Tamara juga lah yang mengajarkan Tilly dan Thea untuk memanggilnya ‘Mami Ratu sejagad raya’. “Cuih! Mami saja yang cantik, kalau kalian sih ... Big No!” Giliran Travish yang berseru sinis. Bocah laki-laki itu ada di perbatasan pintu dapur dan ruang duduk, berdiri tegap di sana dengan sebelah tangan melesak dalam saku celana. Walaupun wajah ketiganya sama -kecuali bagian mata, yangmana mata Travish memiliki sorot yang sangat tajam dan kelam, sedangkan Thea dan Tilly bernuansa ramah seperti mata Tamara- Travish juga jauh lebih pendiam. Dia tak suka banyak bicara. Menjawab perintah ibunya seperti yang dilakukan Thea dan Tilly tadi dianggapnya sebagai tingkah konyol dan kekanak-kanakan. “Kami juga cantik, ya, wueeeek!” Thea dan Tilly berseru membalasnya secara serempak, sambil menjulurkan lidah mereka. Bocah berusia lima tahun yang merupakan kakak dari dua bocah perempuan itu pun hanya menatap tajam dalam diam. Lalu kedua bahunya mengedik tanda dia tak setuju tapi juga tidak peduli. “Dasar bocil!” gumamnya sambil membalikkan badan. “Eh, kau juga bocil! Huh tidak sadar diri!” gerutu Thea dan Tilly sambil merengut dan melipat dua tangan mereka di depan dada. Giliran Tamara tersenyum geli melihat tingkah laku tiga anak kembarnya. “Sudah, sudah. Mami mau pergi kerja nih. Kalian bisa kan akur-akur? Baik-baik di rumah, jangan sampai merepotkan Bibi Beatrice. “Siap, Mami! Kami bisa akur kok!” Tilly dan Thea menjawab kompak. Tamara kembali tersenyum lalu menatap ke arah wanita paruh baya yang telah menyelamatkan hidupnya. Enam tahun lalu saat Tamara diusir keluarganya, dia juga dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja karena Darla mencuri rancangan gaun pengantin yang dia kerjakan dan mengakui rancangan itu sebagai hasil karyanya sendiri. Darla mendapatkan promosi, sedangkan Tamara dicibir, lalu dipecat. Di titik terendahnya itu, Tamara sempat berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai yang beraliran deras. Beruntung Bibi Beatrice melihatnya dan mencegah niatnya. Wanita paruh baya yang sebatang kara itu mengulurkan tangan pada Tamara untuk bangkit dari keterpurukan hidup. Pernah kehilangan putrinya di usia yang sama dengan Tamara membuat Bibi Beatrice tergerak untuk menolong Tamara. Bibi Beatrice mengajaknya tinggal bersama. Wanita itu juga menguatkannya untuk tetap mempertahankan kehamilannya. “Kamu beruntung. Sebuah anugerah yang luar biasa bagi seorang wanita untuk bisa hamil kembar tiga, Tamara. Jadi, pertahankanlah. Biar bagaimanapun mereka tidak berdosa. Aku akan membantumu sekuat tenagaku.” Begitulah ucapan Bibi Beatrice waktu itu sehingga Tamara pun terharu dan menerima uluran tangannya. Sejak itulah mereka tinggal bersama dan kini Bibi Beatrice sudah seperti ibunya sendiri. Tanpa wanita itu, dia tak tahu menjadi apa dirinya saat ini. “Baiklah,” kata Tamara seraya menghirup napas dalam-dalam bersiap untuk pergi kerja dan meninggalkan triplets bersama Bibi Beatrice. “Kalau kalian sudah mengerti. Jangan lupa membereskan sendiri mainan kalian nanti. Dan ingat, siang nanti kalian harus ke rumah sakit untuk imunisasi.” “Oh, Mami, bolehkah kami tidak ikut imunisasi?” Tampang memelas Tilly muncul berusaha untuk membujuk sang mami agar membatalkan imunisasi mereka. “Maaf, kesayangan mami. Tidak bisa. Sudah mami jelaskan bukan manfaat dari imunisasi bagi kesehatan kalian?” “Urgh! Tapi kan kami bisa makan sayuran dan buah-buahan agar tubuh kami lebih sehat.” Kini Thea yang cemberut. Melihat keluhan kedua adik perempuannya itu, Travish angkat suara lagi. “Itu tidak sama, Bodoh. Imunisasi penting untuk melawan virus yang bisa menyerang tubuh kita. Kalau sayur dan buah memang diperlukan setiap harinya untuk pertumbuhan tubuh kita.” Tamara pun tersenyum lebar mendengar penjelasan Travish. Entah mengapa dia merasa putranya ini sudah seperti profesor muda saja. Baru berusia 5 tahun, tapi pola pikir dan kemampuan memory nya sudah seperti orang dewasa. Tamara sendiri kadang merasa minder jika harus berbincang dengan Travish. Apa yang didengar Travish bisa langsung diingatnya tanpa salah secuilpun. Bocah itu bahkan hobi membaca ilmu-ilmu science yang tingkat cernanya selevel anak kuliah. Dan dia akan langsung paham. Kedua adik perempuannya pun cemberut hebat mendengar ajaran dari Travish. “Itu benar, Sayang. Apa yang dikatakan Travish tadi sangat benar. Jadi, Mami tidak mau mendengar alasan kalian untuk menghindari imunisasi, ya. Tapi Travish, lain kali bicara yang baik sama adik-adikmu, ya. Jangan panggil mereka bodoh. Itu tidak baik. Tidak ada anak Mami yang bodoh. Kalian semua excellent.” “Oke,” sahut Travish dengan mengangguk kecil. “Baiklah, Mami benar-benar harus berangkat sekarang jika tidak ingin dipecat. Titip mereka, Bibi. Dan nanti siang akan ada taxi pesanan yang datang untuk mengantar kalian ke rumah sakit.” “Tentu, Tamara. Kau cepatlah berangkat. Bossmu akan marah kalau sampai terlambat satu menit saja.” Tamara mengangguk. Kemudian dia menciumi ketiga anak kembarnya itu dan bergantian memeluk mereka sebelum benar-benar melangkah pergi menuju tempat kerjanya. Perjalanan menuju butik tempat Tamara bekerja tidak terlalu jauh. Tamara hanya perlu menaiki bis satu kali saja. Di perjalanan, Tamara tiba-tiba melihat hal-hal yang seperti dejavu dari lima tahun lalu. Ada poster-poster besar di jalanan memajang wajah Vicco yang terlihat tampan, ramah, dan penuh senyuman di sana.Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan lima tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur.
Seperti enam tahun lalu, poster-poster yang serupa juga berjejer di sepanjang jalan dan di billboard-billboard besar. Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan enam tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur. Hati Tamara terasa bagai diremas kuat. Dia adalah korban keserakahan Vicco. Dia kehilangan mahkota yang dia jaga sebagai seorang wanita pada pria asing yang tak dia inginkan sehingga dia diusir keluarganya saat rahimnya membuahkan benih pria asing itu. Saat Tamara berjuang melahirkan triplet, Vicco dilantik menjadi wakil gubernur. Belum cukup sampai di sana, atas dukungan Vicco, Darla juga mencuri rancangan gaun pengantin karya-nya lalu menjadikan rancangan itu sebagai karyanya sendiri. Darla mendapatkan pujian dan hadiah bonus dalam jumlah besar, sedangkan Tamara dipecat karena dianggap tak mampu bersaing secara sportif sehingga dia menebar fitnah pada Darla. Selain itu juga, selama lima tahun ini Vicco menikmati kehidupan gemilangnya sebagai wakil gub
Tamara kebingungan. Dia tidak merasa melakukan hal yang salah, tapi kenapa pelanggannya ini marah.“Maaf, Miss- Eh ... bukan, maksudku ... Bu. Aku memanggil Anda-”“Eh, eh, eh, tadi ‘Miss’ sekarang ‘Bu’! Kamu pikir aku ibu-ibu?” Suara Miss El-Mia semakin melengking dan terdengar menjengkelkan.Tamara kembali terperangah. Baru kali ini dia berhadapan dengan pelanggan yang sangat sulit disenangkan.Jika bukan karena Ny. Julia berpesan untuk melayani pelanggan ini dengan baik, maka Tamara pastilah sudah menolak melayani Miss El-Mia ini.“Jadi Anda mau disapa dengan sebutan apa?” tanya Tamara lagi dengan suara lembut dan penuh kerendahan hati.Dia masih memberi muka pada Ny. Julia.“Panggil aku Lady! Aku akan menjadi istri dari seorang pebisnis besar di kota ini. Suamiku adalah pria paling berkuasa di kota ini. Bahkan Gubernur pun tunduk padanya!Aku hanya perlu mengadu padanya maka dia akan menghancurkan apapun yang kutunjuk!Uangnya saja mampu membeli hidup matimu!Bahkan meremukkanmu hi
“Apa analisis Anda ini tidak salah? Jangan bermain-main dengan saya!” Suara Trevor bergema kuat di ruang konsultasi dokter yang dia kunjungi. Trevor mengantarkan Lady El-Mia kembali ke rumah tadi karena dia hendak menuju rumah sakit untuk berkonsultasi tentang kesehatannya, bukan karena dia sibuk seperti katanya pada El-Mia tadi. Namun, Trevor berang saat baru saja mendengar analisis dokternya yang mengatakan bahwa dia menderita penyakit yang membuat kesuburannya terganggu. Dari penjelasan dokter, penyakitnya ini skala ringan, tanpa gejala dan tanpa nyeri, sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan sama sekali. Tindakan pengobatan pun hanya memerlukan olahraga ringan seperti jalan kaki, berenang, dan bersepeda. Hanya saja, yang menyebabkan Trevor kesal setengah mati adalah bahwa penyakit ini bisa mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas spermanya, sedangkan orang tuanya sudah tak sabar untuk menimang cucu. “Maaf, Tn. Kozlov, seperti itulah efek dari penyakit ini. Tapi A
Sungguh kebetulan yang luar biasa.Selain itu juga, entah mengapa dia merasa dua wajah di hadapannya ini cukup familier.Trevor sampai tak bisa mengalihkan tatapannya dari mereka.Hanya saja, sekalipun dia mengaduk-aduk ingatannya, Trevor tidak bisa menyebutkan satu pun nama yang memiliki kemiripan wajah di hadapannya itu.Rasa penasarannya semakin bergejolak.“Siapa kalian?” tanyanya pada dua gadis kecil itu.Sontak saja, Thea dan Tilly berkacak pinggang.“Paman yang siapa?” sahut Tilly tak merasa takut sama sekali. Suaranya yang cempreng pun terdengar lucu.Karena pertanyaannya malah dibalas dengan pertanyaan juga, Trevor semakin penasaran. Dia pun terkekeh pelan.“Namaku Trevor. Apa kalian mengenaliku?”Dengan polosnya, Thea dan Tilly menggelengkan kepala mereka.“Aku sudah memperkenalkan namaku. Sekarang giliran kalian,” titah Trevor.Meskipun tidak
“Kalian ini, kenapa tadi berlarian di rumah sakit sampai Bibi cukup lama mencari kalian!” Bibi Beatrice terlihat cemas ketika Thea dan Tilly berlarian kembali ke tempat antrian mereka. Dua gadis kecil itu bukannya merasa bersalah malah tertawa-tawa mendengar gerutuan Bibi Beatrice. Mereka sampai tak melihat di samping Bibi Beatrice, Travish melayangkan tatapan super tajam pada mereka. Jika ada Bibi Beatrice atau mommy bersama mereka, mau Travish menatap tajam atau bahkan menggeram marah pun mereka tidak akan takut. Lain hal jika hanya ada mereka bertiga saja. Mereka sudah pasti tidak akan berani macam-macam pada Travish. “Kami bosan menunggu, Bibi!” seru Tilly menjawab Bibi Beatrice. “Lain kali jangan seperti itu lagi! Kalau tadi kalian hilang dan tersesat bagaimana?” tanya Bibi Beatrice lagi. Wanita yang cocok untuk menjadi nenek mereka ini memiliki hati seluas samudera. Kesabaran Bibi Beatrice sangat besar. Dia tak pernah marah menghadapi tingkah laku triplet, senakal apapun m
Tamara terkesiap.Setahu Tamara, wajah Travish merupakan miniatur dari wajah pria yang di malam enam tahun lalu.Tapi lalu Tilly dan Thea mengatakan wajah paman galak yang mereka temui di rumah sakit mirip dengan Travish, bahkan tatapan matanya pun persis sama.Tamara terkejut juga penasaran.Bagaimana bisa?Apakah paman galak yang mereka sebut itu merupakan pria enam tahun lalu?Biar bagaimana pun, pria enam tahun lalu memiliki wajah yang tidak pasaran. Jika benar paman galak itu adalah pria enam tahun lalu, Tamara merasa bersyukur Thea dan Tilly tidak diapa-apakan pria itu.Tamara juga bersyukur bahwa pria itu tidak bertemu dengan Travish.Malam itu, kembali Tamara tidur dihantui kejadian enam tahun lalu, lalu saat dia melahirkan triplet.Tamara sedang duduk sambil menggendong triplet di lengan kanan, kiri, bahkan merebahkan baby Travish di tengah-tengah dua kakinya yang bersila ketika pria enam tahun lalu tiba-tiba muncul dengan wajah seram, lalu mendekat dan mengambil Travish dari
Di saat bersamaan, ada rekan kerjanya yang memasuki ruangan gaun. Tamara pun langsung menjauh lagi dari tembok agar tidak sampai ketahuan ingin mengintip. Tapi dia masih bisa mendengar suara di ruang depan. “Miss El-Mia, Anda pasti mau mencoba gaun yang kemarin kan?” Sembari memasang telinganya baik-baik, Tamara bisa membayangkan Lady El-Mia akan menaikkan kaca mata hitamnya hingga bertengger di atas kepala. Benar saja suara wanita itu terdengar angkuh saat berkata lagi, “Iya! Ada beberapa yang kusuka. Sudah dicatatkan asistenmu, bukan?” “Ada beberapa?” Ny. Julia terdengar bingung. Tamara menjadi tegang. Bukankah dua hari lalu Lady El-Mia hanya bilang dia menginginkan gaun dari designer Paris yang eksklusif hanya dibuat untuk tujuh negara saja? Tamara jelas sudah mencatat yang itu, lalu mempersiapkan gaun itu dengan hati-hati kemarin. Kenapa sekarang katanya Lady El-Mia dia memiliki beberapa gaun yang dia taksir? Suara Lady El-Mia terdengar lagi, lebih menekan. “Iya, ada bebe
Deg!Tamara seperti dicabut rohnya sehingga tubuhnya mematung bagai tak bernyawa.Pria itu menatap ke arahnya. Wajahnya masih seperti enam tahun lalu. Sungguh tak berubah.Dan benar apa yang tertanam dalam ingatannya bahwa wajah pria itu sama persis seperti Travish. Travish seolah merupakan miniatur pria itu!Dengan roh yang terbirit-birit, Tamara segera mengalihkan tatapannya ke lantai.Namun, degup jantungnya tak mampu berhenti dari rontakannya.Tamara sampai tak menyadari jika Lady El-May sudah menunjuk dua dari lima gaun yang dibawanya untuk dicobanya ke ruang ganti.“Ssttt! Psssttt!”Rekan kerja Tamara mencolek lengan Tamara agar tersadar dari lamunannya.Tamara gelagapan dan detik berikutnya terdengar lagi suara Lady El-May, “Hei, kamu melamunin apa sih?”Lady El-May tampak kesal. Tamara yang tak berani bersuara pun gegas membawa gaun yang sedang dipegangnya.Ada pria enam tahun lalu, tentu saja Tamara tak berani bersuara. Dia takut pria itu mengenali suaranya.Tapi setelah dia
“Apa tidak salah kau memberitahunya tentang penculikan anak-anaknya? Apa otakmu masih waras?” raung Percy pada Lorry.Rasanya Percy tak percaya rekan kerjanya bisa melakukan tindakan seblo-on itu.Tapi di hadapannya, Lorry malah tersenyum bangga dan mengangguk. “Tentu saja aku masih waras. Aku juga cerdas dan baik hati. Tiga hal itu haruslah ada bersamaan. Baru lengkap!”“Tapi untuk apa?” bentak Percy tak habis pikir.Lorry tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak percaya pertanyaan itu bisa datang dari Percy.“Kalau aku tidak memberitahukannya, saat pagi ini dia bangun dan mendapati tripletsnya tidak ada di apartemen, bisa-bisa dia histeris dan ketakutan. Apa kau tidak kasihan padanya?”Percy merasakan kepalanya ditusuk ribuan jarum. Entah kepalanya yang eror atau Lorry yang eror.Tapi dilihat dari raut wajahnya, Lorry terlihat tidak eror.“Kita ini pengawal seorang boss mafia. Lalu kau masih kasihan pada wanita seperti Tamara? Yang menjadi target operandi kita? Atau kau ada perasa
Suara garang dan berat tadi seketika melunak, menyisakan suara yang serak seakan menampung penyesalan Trevor dari dalam hati.Tatapan berang itu pun telah berubah menjadi sendu.Di matanya sekarang ini, dua gadis kecil itu menjelma menjadi bocah yang tak pernah mendapatkan kasih sayang darinya selama lima tahun.Tak pernah sekalipun Trevor pernah membayangkan selama ini bahwa anak-anaknya akan hidup dalam kondisi berkekurangan seperti ini, yang harus berjuang untuk diri mereka sendiri, tanpa ada sosok ayah selama lima tahun, bahkan sosok ibu pun harus meninggalkan mereka di pagi hingga sore hari demi mencari nafkah.Anak-anaknya ... darah dagingnya ... harus melalui kehidupan seperti itu! Sedangkan dia sebagai ayah mereka ...?Sulit untuk merelakan atas segala hal yang mereka alami. Dan lebih sulit lagi memaafkan dirinya sendiri.Selama ini dia tak pernah berkekurangan. Dia bahkan menggaji banyak orang untuk melakukan segala hal untuknya!Waktu luangnya bahkan diisi dengan penuh kesen
Dengan hati tercubit secuil ... Trevor mendelik tajam pada Tilly, wajah itu mulai menggelap dan kepala itu mendongak tinggi untuk menatap dua bocah itu dari atas.Dua tangan nya pun sudah berkacak pinggang. Tarikan napasnya sangat dalam dan akhirnya keluar sangat amat perlahan.Untuk pertama kalinya, dia berhasil mengendalikan kekesalannya dan berhasil menyingkirkan ke sudut lain yang tak terpakai. Setidaknya untuk saat ini.Trevor memilih untuk mengalihkan pertanyaan mereka.“Kenapa kalian sampai memanggang roti sendiri pakai kompor pula?Apa kalian tidak takut terkena api dari kompor?” tanya Trevor dengan nada galak tapi hangat. Siapapun bisa mendengar dengan jelas kepedulian dari nada suaranya itu.Ada rasa tak rela membayangkan dua putrinya yang begitu menggemaskan berkutat dengan kompor di usia sekecil ini.Dirinya sendiri saja baru setelah dewasa menyentuh kompor dan membuat roti bakar sendiri. Itu pun sangat jarang dia lakukan. Hanya di moment-moment terpaksa.“Ck, paman macam
Tilly jelas tak puas jika dia disuruh mempercayai apa yang Trevor ucapkan. Jadi, dia menanyakannya pada Thea dan Travish.“Aku juga tidak percaya. Apa yang dikatakan paman menyeramkan tadi itu tidaklah mungkin terjadi.” Thea sudah menyuarakan pikirannya.Kini Tilly memandangi Travish meminta pendapatnya.“Paman itu berkata jujur. Hanya saja ... tentu saja kejadiannya tidak persis seperti itu, bodoh!Paman menyeramkan hanya menceritakan setengah bagian saja. Yang sebenarnya terjadi adalah kita pastilah diculik oleh pengawal-pengawal paman menyeramkan itu. Jadi, saat ini kita adalah tahanan paman menyeramkan.”Mendengar penuturan Travish, dan kata diculik dan tahanan, sontak Tilly dan Thea membelalak ketakutan.“Aku tidak mau menjadi tahanan paman menyeramkan!”“Aku juga tidak!”Tilly dan Thea berseru bergantian.Tapi Travish menjawab dengan santai. “Aku juga tidak mau. Tapi ini sudah terjadi. Kita sudah menjadi tahanan paman menyeramkan. Tak ada gunanya kau berseru tidak mau!”Wajah Til
Sedang berpikir keras, tiba-tiba semerbak bau roti panggang dengan selai cokelat yang manis menguar di udara dan merasuk di penciuman mereka.Thea dan Tilly segera memegangi perut mereka.“Aku lapar ...” kata Thea dengan wajah memelas dan perut itu seakan mengiyakan ucapannya dengan mengeluarkan bunyi krucuk ... krucuk ...“Ayo makan kalau begitu!” kata sebuah suara bariton rendah secara tiba-tiba.Tiga bocah menoleh ke arah pintu kamar dan membelalak lebar seketika itu juga. “Paman menyeramkan?!” seru Tilly benar-benar tak percaya dengan penglihatannya. ***Trevor secara tiba-tiba sudah berada di ambang pintu. Pria itu berdiri dengan bahu bersandar pada kusen pintu. Tatapannya menyorot fokus ke arah triplets, tapi bibir tipisnya itu, sedikit terangkat di setiap ujungnya.Wajah yang biasanya sangar, keras, dan tajam, kini terlihat tenang, damai, dan ... mendamba.“Paman menyeramkan?” Tilly memandangi sekelilingnya, kemudian berlabuh di wajah Travish dan Thea berganti-gantian.“S
Trevor melirik jam di dinding lalu melirik dinding kaca di ruang tidurnya.Langit sudah terang. Pagi sudah tiba dan matahari mulai meninggi.Giorgio juga sudah datang dan berupada mengurangi efek bius pada triplet.Hanya saja, triplet masih belum tersadar.“Mereka tidak akan kenapa-kenapa, Signor. Biarkan dulu, nanti mereka akan sadar sendiri. Setelah sadar, perhatikan mereka. Jika ada ketidak beresan di tubuh mereka, atau cara bicara mereka, baru panggil aku lagi.”Trevor mengangguk sembari kedua matanya tetap terpaku pada triplet.Sungguh, hari ini benar-benar hari yang di luar nalarnya.Tak pernah terbayangkan olehnya dia akan mendapatkan triplet dan bocah-bocah yang diperkirakan sebagai hasil benih nya itu ada di atas tempat tidurnya.Hidupnya yang semula datar dan kelam, tiba-tiba berubah drastis ketika dia mulai teringat perawan enam tahun lalu.Lalu hanya dalam beberapa bulan, statusnya tiba-tiba berubah dari seorang suami rasa pria lajang, menjadi seorang daddy beranak tiga!Tr
“Bagaimana?”Suara Arnold bergema menatap Lorry yang baru saja menelpon boss mereka.Dia cukup was-was setiap kali Lorry yang memutuskan untuk menelpon Boss. Sudah beberapa kali Lorry ketika selesai menelpon malah seperti nge-blank dengan apa yang diperintahkan boss mereka.Pernah juga Lorry malah mengartikan lain dari perintah boss mereka.Lorry masih bisa bekerja seperti ini, bersama mereka, semua hanya karena boss mereka masih memberikan Percy kesempatan.Mungkin karena boss juga merasa Lorry cukup kasihan, tidak lagi memiliki keluarga dan tidak memiliki keterampilan lain untuk bisa membuatnya memiliki pekerjaan lain jika dipecat dari jajaran bodyguard Trevor ini.Tapi sungguh, setiap kali boss mereka sedang murka, Arnold selalu berpikir Lorry hanya tinggal menunggu saatnya saja dia untuk dipecat.Sungguh keberuntungan masih berpihak di diri Lorry hingga sampai saat ini dia belum dipecat.“Perintah Boss masih sama. Boss mau kita menangkap Tamara dan anak-anaknya lalu bawa mereka ke
Udara cukup dingin dan kencang membuat Tamara menyesal tidak meraih mantel yang tebal.Tapi tadi dia buru-buru dan pikirannya sedikit kacau melihat kondisi Thea seperti itu.Tamara tak mengingat lagi jika udara malam sekarang sudah mulai lebih dingin dari satu bulan yang lalu.Menghalau dingin sebisanya, Tamara terpaksa mengurai lagi rambut cokelat gelap panjang yang diikatnya asal tadi, kemudian merapatkan cardigannya saat dia hendak menyeberangi jalan.Hatinya kembali sesak memikirkan apa yang baru saja Thea alami hari itu.Jujur saja, Tamara senang ada Logan di sana yang sigap menyelamatkan Thea.Andai pria itu tidak ada di sana, Tamara belum tentu segesit itu langsung melompat ke kolam untuk menyelamatkan Thea. Tamara tidak terlalu pandai berenang.Meski demikan, Tamara sedikit kecewa atas Logan yang membiarkan anak yang mendorong Thea pergi begitu saja.Seharusnya, anak itu dituntut untuk meminta maaf pada Thea. Itu yang Tamara harapkan.Gadis kecilnya tidak boleh diperlakukan de
Demento melakukannya tanpa banyak tanya.Pria itu merupakan programmer handal dan terpercaya Trevor. Jenius dalam teknologi itu mampu menyelinap dalam jaringan resmi pemerintah.Dengan bantuan Demento, Trevor bisa bergerak mudah mencari keberadaan musuh dan informasi-informasi rahasia.Sedangkan Darrio yang ada di sampingnya, dengan tampilan kaku, pendiam, dan begitu dingin, merupakan sniper andalan dan terpercaya Trevor.Dua orang itu menjadikan gudang rahasia sebagai markas mereka.“Ini, Boss. Apa yang dicari?”Demento memperlihatkan dengan satu kali klik dan tampak di layar TV besar di hadapan Trevor berbagai tampilan CCTV jalan raya.Trevor memperhatikan dengan seksama.‘Sial! Sebanyak ini. Harusnya tadi aku mengajak Bruno! Biar dia yang memperhatikan semua ini!’Kemudian Trevor menunjukkan ponsel Tamara pada Demento.“Aku hanya ada foto anak-anaknya. Ibunya tidak ada foto.” Trevor pun mneunjukkan foto triplets yang ada di ponsel Tamara.Demento mengambilnya, melihat, kemudian kem