Enam tahun kemudian ...
“Waaah anak-anak mami sudah ganteng dan cantik-cantik nih!” puji Tamara dengan senyum lembut dan penuh kasih pada kembar tiga yang dilahirkannya lima tahun lalu. Apa yang saat dulu dia takutkan dan dipandangnya sebagai mimpi buruknya, ternyata tidaklah seburuk itu. Sekalipun, Tamara sampai diusir ayah dan ibu tirinya saat ketahuan hamil, setidaknya triplet yang dia kandung dan lahirkan ternyata memberinya warna ceria dalam hidup. Bagi Tamara kini, triplet adalah hartanya yang paling berharga. Tiga anak kembarnya itu adalah pusat hidupnya. Untuk merekalah dia hidup. Karena merekalah dia bersemangat, berkarya, dan berbahagia. “Kami cantik tentu saja karena mewarisi kecantikan Mami Ratu sejagad raya ini!” seru Tilly dengan nada diplomatisnya. Cekikikan Thea pun bergema mengiringi pujian setinggi langit Tilly pada sang mami. “Aduuuh, kamu bisa aja, Tilly!” seru Tamara sembari tersenyum merona. “Mami kan jadi malu ...” Di hadapan tiga kembarnya, Tamara menjadi sosok ibu yang bisa berperan seperti kanak-kanak bagaikan sahabat bagi mereka. Padahal, Tamara juga lah yang mengajarkan Tilly dan Thea untuk memanggilnya ‘Mami Ratu sejagad raya’. “Cuih! Mami saja yang cantik, kalau kalian sih ... Big No!” Giliran Travish yang berseru sinis. Bocah laki-laki itu ada di perbatasan pintu dapur dan ruang duduk, berdiri tegap di sana dengan sebelah tangan melesak dalam saku celana. Walaupun wajah ketiganya sama -kecuali bagian mata, yangmana mata Travish memiliki sorot yang sangat tajam dan kelam, sedangkan Thea dan Tilly bernuansa ramah seperti mata Tamara- Travish juga jauh lebih pendiam. Dia tak suka banyak bicara. Menjawab perintah ibunya seperti yang dilakukan Thea dan Tilly tadi dianggapnya sebagai tingkah konyol dan kekanak-kanakan. “Kami juga cantik, ya, wueeeek!” Thea dan Tilly berseru membalasnya secara serempak, sambil menjulurkan lidah mereka. Bocah berusia lima tahun yang merupakan kakak dari dua bocah perempuan itu pun hanya menatap tajam dalam diam. Lalu kedua bahunya mengedik tanda dia tak setuju tapi juga tidak peduli. “Dasar bocil!” gumamnya sambil membalikkan badan. “Eh, kau juga bocil! Huh tidak sadar diri!” gerutu Thea dan Tilly sambil merengut dan melipat dua tangan mereka di depan dada. Giliran Tamara tersenyum geli melihat tingkah laku tiga anak kembarnya. “Sudah, sudah. Mami mau pergi kerja nih. Kalian bisa kan akur-akur? Baik-baik di rumah, jangan sampai merepotkan Bibi Beatrice. “Siap, Mami! Kami bisa akur kok!” Tilly dan Thea menjawab kompak. Tamara kembali tersenyum lalu menatap ke arah wanita paruh baya yang telah menyelamatkan hidupnya. Enam tahun lalu saat Tamara diusir keluarganya, dia juga dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja karena Darla mencuri rancangan gaun pengantin yang dia kerjakan dan mengakui rancangan itu sebagai hasil karyanya sendiri. Darla mendapatkan promosi, sedangkan Tamara dicibir, lalu dipecat. Di titik terendahnya itu, Tamara sempat berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai yang beraliran deras. Beruntung Bibi Beatrice melihatnya dan mencegah niatnya. Wanita paruh baya yang sebatang kara itu mengulurkan tangan pada Tamara untuk bangkit dari keterpurukan hidup. Pernah kehilangan putrinya di usia yang sama dengan Tamara membuat Bibi Beatrice tergerak untuk menolong Tamara. Bibi Beatrice mengajaknya tinggal bersama. Wanita itu juga menguatkannya untuk tetap mempertahankan kehamilannya. “Kamu beruntung. Sebuah anugerah yang luar biasa bagi seorang wanita untuk bisa hamil kembar tiga, Tamara. Jadi, pertahankanlah. Biar bagaimanapun mereka tidak berdosa. Aku akan membantumu sekuat tenagaku.” Begitulah ucapan Bibi Beatrice waktu itu sehingga Tamara pun terharu dan menerima uluran tangannya. Sejak itulah mereka tinggal bersama dan kini Bibi Beatrice sudah seperti ibunya sendiri. Tanpa wanita itu, dia tak tahu menjadi apa dirinya saat ini. “Baiklah,” kata Tamara seraya menghirup napas dalam-dalam bersiap untuk pergi kerja dan meninggalkan triplets bersama Bibi Beatrice. “Kalau kalian sudah mengerti. Jangan lupa membereskan sendiri mainan kalian nanti. Dan ingat, siang nanti kalian harus ke rumah sakit untuk imunisasi.” “Oh, Mami, bolehkah kami tidak ikut imunisasi?” Tampang memelas Tilly muncul berusaha untuk membujuk sang mami agar membatalkan imunisasi mereka. “Maaf, kesayangan mami. Tidak bisa. Sudah mami jelaskan bukan manfaat dari imunisasi bagi kesehatan kalian?” “Urgh! Tapi kan kami bisa makan sayuran dan buah-buahan agar tubuh kami lebih sehat.” Kini Thea yang cemberut. Melihat keluhan kedua adik perempuannya itu, Travish angkat suara lagi. “Itu tidak sama, Bodoh. Imunisasi penting untuk melawan virus yang bisa menyerang tubuh kita. Kalau sayur dan buah memang diperlukan setiap harinya untuk pertumbuhan tubuh kita.” Tamara pun tersenyum lebar mendengar penjelasan Travish. Entah mengapa dia merasa putranya ini sudah seperti profesor muda saja. Baru berusia 5 tahun, tapi pola pikir dan kemampuan memory nya sudah seperti orang dewasa. Tamara sendiri kadang merasa minder jika harus berbincang dengan Travish. Apa yang didengar Travish bisa langsung diingatnya tanpa salah secuilpun. Bocah itu bahkan hobi membaca ilmu-ilmu science yang tingkat cernanya selevel anak kuliah. Dan dia akan langsung paham. Kedua adik perempuannya pun cemberut hebat mendengar ajaran dari Travish. “Itu benar, Sayang. Apa yang dikatakan Travish tadi sangat benar. Jadi, Mami tidak mau mendengar alasan kalian untuk menghindari imunisasi, ya. Tapi Travish, lain kali bicara yang baik sama adik-adikmu, ya. Jangan panggil mereka bodoh. Itu tidak baik. Tidak ada anak Mami yang bodoh. Kalian semua excellent.” “Oke,” sahut Travish dengan mengangguk kecil. “Baiklah, Mami benar-benar harus berangkat sekarang jika tidak ingin dipecat. Titip mereka, Bibi. Dan nanti siang akan ada taxi pesanan yang datang untuk mengantar kalian ke rumah sakit.” “Tentu, Tamara. Kau cepatlah berangkat. Bossmu akan marah kalau sampai terlambat satu menit saja.” Tamara mengangguk. Kemudian dia menciumi ketiga anak kembarnya itu dan bergantian memeluk mereka sebelum benar-benar melangkah pergi menuju tempat kerjanya. Perjalanan menuju butik tempat Tamara bekerja tidak terlalu jauh. Tamara hanya perlu menaiki bis satu kali saja. Di perjalanan, Tamara tiba-tiba melihat hal-hal yang seperti dejavu dari lima tahun lalu. Ada poster-poster besar di jalanan memajang wajah Vicco yang terlihat tampan, ramah, dan penuh senyuman di sana.Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan lima tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur.
Seperti enam tahun lalu, poster-poster yang serupa juga berjejer di sepanjang jalan dan di billboard-billboard besar. Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan enam tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur. Hati Tamara terasa bagai diremas kuat. Dia adalah korban keserakahan Vicco. Dia kehilangan mahkota yang dia jaga sebagai seorang wanita pada pria asing yang tak dia inginkan sehingga dia diusir keluarganya saat rahimnya membuahkan benih pria asing itu. Saat Tamara berjuang melahirkan triplet, Vicco dilantik menjadi wakil gubernur. Belum cukup sampai di sana, atas dukungan Vicco, Darla juga mencuri rancangan gaun pengantin karya-nya lalu menjadikan rancangan itu sebagai karyanya sendiri. Darla mendapatkan pujian dan hadiah bonus dalam jumlah besar, sedangkan Tamara dipecat karena dianggap tak mampu bersaing secara sportif sehingga dia menebar fitnah pada Darla. Selain itu juga, selama lima tahun ini Vicco menikmati kehidupan gemilangnya sebagai w
Tamara kebingungan. Dia tidak merasa melakukan hal yang salah, tapi kenapa pelanggannya ini marah.“Maaf, Miss- Eh ... bukan, maksudku ... Bu. Aku memanggil Anda-”“Eh, eh, eh, tadi ‘Miss’ sekarang ‘Bu’! Kamu pikir aku ibu-ibu?” Suara Miss El-May semakin melengking dan terdengar menjengkelkan.Tamara kembali terperangah. Baru kali ini dia berhadapan dengan pelanggan yang sangat sulit disenangkan.Jika bukan karena Ny. Julia berpesan untuk melayani pelanggan ini dengan baik, maka Tamara pastilah sudah menolak melayani Miss El-May ini.“Jadi Anda mau disapa dengan sebutan apa?” tanya Tamara lagi dengan suara lembut dan penuh kerendahan hati.Dia masih memberi muka pada Ny. Julia.“Panggil aku Lady! Aku akan menjadi istri dari seorang pebisnis besar di kota ini. Suamiku adalah pria paling berkuasa di kota ini. Bahkan Gubernur pun tunduk padanya!Aku hanya perlu mengadu padanya maka dia akan menghancurkan apapun yang kutunjuk!Uangnya saja mampu membeli hidup matimu!Bahkan meremukkanmu hi
“Apa analisis Anda ini tidak salah? Jangan bermain-main dengan saya!” Suara Trevor bergema kuat di ruang konsultasi dokter yang dia kunjungi. Trevor mengantarkan Lady El-May kembali ke rumah tadi karena dia hendak menuju rumah sakit untuk berkonsultasi tentang kesehatannya, bukan karena dia sibuk seperti katanya pada El-May tadi. Namun, Trevor berang saat baru saja mendengar analisis dokternya yang mengatakan bahwa dia menderita penyakit yang membuat kesuburannya terganggu. Dari penjelasan dokter, penyakitnya ini skala ringan, tanpa gejala dan tanpa nyeri, sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan sama sekali. Tindakan pengobatan pun hanya memerlukan olahraga ringan seperti jalan kaki, berenang, dan bersepeda. Hanya saja, yang menyebabkan Trevor kesal setengah mati adalah bahwa penyakit ini bisa mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas spermanya, sedangkan orang tuanya sudah tak sabar untuk menimang cucu. “Maaf, Tn. Kozlov, seperti itulah efek dari penyakit ini. Tapi A
Sungguh kebetulan yang luar biasa.Selain itu juga, entah mengapa dia merasa dua wajah di hadapannya ini cukup familier.Trevor sampai tak bisa mengalihkan tatapannya dari mereka.Hanya saja, sekalipun dia mengaduk-aduk ingatannya, Trevor tidak bisa menyebutkan satu pun nama yang memiliki kemiripan wajah di hadapannya itu.Rasa penasarannya semakin bergejolak.“Siapa kalian?” tanyanya pada dua gadis kecil itu.Sontak saja, Thea dan Tilly berkacak pinggang.“Paman yang siapa?” sahut Tilly tak merasa takut sama sekali. Suaranya yang cempreng pun terdengar lucu.Karena pertanyaannya malah dibalas dengan pertanyaan juga, Trevor semakin penasaran. Dia pun terkekeh pelan.“Namaku Trevor. Apa kalian mengenaliku?”Dengan polosnya, Thea dan Tilly menggelengkan kepala mereka.“Aku sudah memperkenalkan namaku. Sekarang giliran kalian,” titah Trevor.Meskipun tidak
“Kalian ini, kenapa tadi berlarian di rumah sakit sampai Bibi cukup lama mencari kalian!” Bibi Beatrice terlihat cemas ketika Thea dan Tilly berlarian kembali ke tempat antrian mereka.Dua gadis kecil itu bukannya merasa bersalah malah tertawa-tawa mendengar gerutuan Bibi Beatrice.Mereka sampai tak melihat di samping Bibi Beatrice, Travish melayangkan tatapan super tajam pada mereka.Jika ada Bibi Beatrice atau mommy bersama mereka, mau Travish menatap tajam atau bahkan menggeram marah pun mereka tidak akan takut.Lain hal jika hanya ada mereka bertiga saja. Mereka sudah pasti tidak akan berani macam-macam pada Travish.“Kami bosan menunggu, Bibi!” seru Tilly menjawab Bibi Beatrice.“Lain kali jangan seperti itu lagi! Kalau tadi kalian hilang dan tersesat bagaimana?” tanya Bibi Beatrice lagi.Wanita yang cocok untuk menjadi nenek mereka ini memiliki hati seluas samudera. Kesabaran Bibi Beatrice sangat besar. Dia tak per
Tamara terkesiap.Setahu Tamara, wajah Travish merupakan miniatur dari wajah pria yang di malam enam tahun lalu.Tapi lalu Tilly dan Thea mengatakan wajah paman galak yang mereka temui di rumah sakit mirip dengan Travish, bahkan tatapan matanya pun persis sama.Tamara terkejut juga penasaran.Bagaimana bisa?Apakah paman galak yang mereka sebut itu merupakan pria enam tahun lalu?Biar bagaimana pun, pria enam tahun lalu memiliki wajah yang tidak pasaran. Jika benar paman galak itu adalah pria enam tahun lalu, Tamara merasa bersyukur Thea dan Tilly tidak diapa-apakan pria itu.Tamara juga bersyukur bahwa pria itu tidak bertemu dengan Travish.Malam itu, kembali Tamara tidur dihantui kejadian enam tahun lalu, lalu saat dia melahirkan triplet.Tamara sedang duduk sambil menggendong triplet di lengan kanan, kiri, bahkan merebahkan baby Travish di tengah-tengah dua kakinya yang bersila ketika pria enam tahun lalu tiba-tiba muncul dengan wajah seram, lalu mendekat dan mengambil Travish dari
Di saat bersamaan, ada rekan kerjanya yang memasuki ruangan gaun.Tamara pun langsung menjauh lagi dari tembok agar tidak sampai ketahuan ingin mengintip.Tapi dia masih bisa mendengar suara di ruang depan.“Miss El-May, Anda pasti mau mencoba gaun yang kemarin kan?”Sembari memasang telinganya baik-baik, Tamara bisa membayangkan Lady El-May akan menaikkan kaca mata hitamnya hingga bertengger di atas kepala.Benar saja suara wanita itu terdengar angkuh saat berkata lagi, “Iya! Ada beberapa yang kusuka. Sudah dicatatkan asistenmu, bukan?”“Ada beberapa?” Ny. Julia terdengar bingung.Tamara menjadi tegang. Bukankah dua hari lalu Lady El-May hanya bilang dia menginginkan gaun dari designer Paris yang eksklusif hanya dibuat untuk tujuh negara saja?Tamara jelas sudah mencatat yang itu, lalu mempersiapkan gaun itu dengan hati-hati kemarin.Kenapa sekarang katanya Lady El-May dia memiliki beberapa gaun yang dia taksir?Suara Lady El-May terdengar lagi, lebih menekan. “Iya, ada beberapa. Jan
Deg!Tamara seperti dicabut rohnya sehingga tubuhnya mematung bagai tak bernyawa.Pria itu menatap ke arahnya. Wajahnya masih seperti enam tahun lalu. Sungguh tak berubah.Dan benar apa yang tertanam dalam ingatannya bahwa wajah pria itu sama persis seperti Travish. Travish seolah merupakan miniatur pria itu!Dengan roh yang terbirit-birit, Tamara segera mengalihkan tatapannya ke lantai.Namun, degup jantungnya tak mampu berhenti dari rontakannya.Tamara sampai tak menyadari jika Lady El-May sudah menunjuk dua dari lima gaun yang dibawanya untuk dicobanya ke ruang ganti.“Ssttt! Psssttt!”Rekan kerja Tamara mencolek lengan Tamara agar tersadar dari lamunannya.Tamara gelagapan dan detik berikutnya terdengar lagi suara Lady El-May, “Hei, kamu melamunin apa sih?”Lady El-May tampak kesal. Tamara yang tak berani bersuara pun gegas membawa gaun yang sedang dipegangnya.Ada pria enam tahun lalu, tentu saja Tamara tak berani bersuara. Dia takut pria itu mengenali suaranya.Tapi setelah dia
Bruno hanya bisa menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal.Dia tak tahu harus menjawab apa.Memang sudah tak heran jika boss-nya suka keterlaluan dalam memerintah pekerjaan.Tapi siapapun yang bekerja di sana sudah tahu jelas, mereka betah di sana karena gaji yang besar.Jadi, tak pernah dalam sejarah ada yang pernah mengomel seperti Tamara.Baru kali ini.Padahal ... bukankah Boss sudah memberikan kompensasi? Libur lima hari, plus disediakan mobil dan driver untuk mengajak keluarga jalan-jalan?“Err ... Tamara ... aku rasa lebih baik kita kembali ke dapur. Sarapan ini bisa kau makan saja supaya tidak mubazir. Dan ya ... setidaknya dengan berangkatnya Tuan ke luar negeri, kau bisa pergi mengajak anak-anakmu jalan-jalan. Ya, kan?So ... nikmati saja ...”Bruno berusaha menghibur Tamara, walau dia tidak mengerti kenapa Tamara harus kesal.Dan beruntung bagi Bruno, Tamara sepertinya memahami apa yang disamp
Tamara bangun saat matahari belum bertugas di angkasa.Rasanya begitu gugup dengan perintah dan ancaman hukuman dari Signor Trevor, sampai-sampai Tamara tidak bisa tidur nyenyak malam harinya.Begitu bangun, wanita itu langsung mandi dan bersiap-siap. Meskipun udara terasa dingin menusuk di fajar buta seperti ini, Tamara tetap bertahan.Waktu baru pukul 04.10 ketika Tamara hendak meninggalkan paviliunnya dengan mantel panjang menutupi tubuhnya.Thea dan Tilly masih tidur nyenyak, terlalu lelah karena semalaman ikut menungguinya. Travish yang biasanya bangun pagi pun masih tertidur.Tapi Tamara yakin, setengah jam kemudian, Travish sudah akan bangun.“Aku pergi dulu, Bibi. Kalau ada bahan makanan yang habis, bisa dicatat. Kita akan mencari waktu untuk berbelanja,” kata Tamara.Bibi Beatrice mengangguk.“Juga untuk mendaftarkan sekolah anak-anak,” lanjut Tamara lagi.“Tentu, Tamara. Kau pergil
Tamara berjalan cepat keluar dari paviliun pohon yang arsitekturnya terasa menyatu dengan alam, sederhana, namun tetap modern dengan semua furnitur dan design interior-nya.Jika bukan karena sentimen pribadinya terhadap Trevor, menurut Tamara selera artistik pria itu sangat bagus.Tamara senang melihat keindahan paviliun, serta kamar yang ditempati pria itu.Namun itu hanya terjadi jika Trevor tidaklah membuatnya memiliki rasa sentimen pribadi.Kenyataannya, sangat berbalik.Langkah Tamara sampai mengentak karena kekesalan hatinya.Setelah meminta dibuatkan snack malam di waktu yang begitu larut, ketika akhirnya dengan effort yang dia paksakan dia berhasil membuat snack yang diminta, pria itu tiba-tiba mengatakan dia kenyang!Bagaimana Tamara tidak dongkol?Kedua telapak tangannya sampai menggenggam erat dengan hati menahan diri agar tidak memukul Trevor.Ya, memang dia takkan berani juga memukul boss-nya. Tapi tetap saja... andai dia bisa, andai mereka bukan atasan dan bawahan, Tamar
Lady El berjalan cepat menuju dapur. Dia harus menemukan Trevor.Di dapur, dia berharap menemukan Bruno atau Betty.Salah satu dari mereka pasti tahu kamar mana yang sekarang dipakai suaminya itu.Tapi ketika sampai di dapur, ruangan itu tidak berisi satu manusia pun.Lady El berdecak kesal.“Ke mana semua orang sih?”Dia seperti tidak ingat jika saat ini sudah tengah malam.Lalu ketika dia sedang diredam kesal, terdengar bunyi embusan angin yang terdengar mendesis.Lady El menoleh untuk memelototi dua bocah yang dianggapnya tak berbudi tadi.Tapi ternyata, tidak ada siapa-siapa di luar.Bahkan daun pohon pun tidak terlihat bergerak.Langit malam pun tidak terlalu berbintang sehingga suasana terasa suram. Lampu taman terasa minim. Entah karena Lady El baru pertama kali ini merasakan suasana malam di tempat ini, atau memang Trevor menghemat lampu taman.Tapi rasanya tidak mungkin dengan semua kekayaan Trevor dia masih menghemat lampu taman.Tapi kenapa rasanya lampu yang ada tidak cuku
Dua gadis kecil itu berceloteh dengan gerakan tangannya seakan-akan bertemu dengan Lady El adalah hal yang menyebalkan.Dan itu membuat Lady El semakin tak senang.Dia mendengus kesal.“Hei, kau meniruku? Jangan meniruku!” seru Lady El ketus.“Idiiih, siapa yang meniru Bibi?”“Tadi...! Kau meniru kalimatku!”“Aku tidak meniru! Lagian untuk apa meniru bibi? Kami jauh lebih imut dan menggemaskan daripada Bibi yang sudah menuju tua.”“Apa kau bilang? Apa mami kalian sudah tua juga? Aku sama mami kalian sama usia, tahu?!”Dua gadis kecil terlihat berpikir dengan serius lalu menjawab lagi. Tapi Thea seakan bicara pada Tilly.“Masa ya? Mami terlihat lebih muda dari bibi ini. Wajah mami glowing alami. Kalau bibi ini kan kayaknya penuh bedak.”“Eh, eh, eh, bocil saja kok bicara seenaknya sih? Kalian ini tidak tahu sopan santun!”“Lho ... bibi itu daritadi marah-marah saja. Kami kan hanya berbincang saja. Kenapa bibi harus marah?”“Kalau berbincang jangan membicarakan orang lain! Apalagi di had
“Tentu saja aku mempunyai keluarga! Kalau tidak mempunyai keluarga, apakah aku lahir dari batu?” sahut Tamara dengan susah payah menahan kedongkolannya.Tapi Trevor yang masih penasaran, terus bertanya,“Bukan itu maksudku. Tapi ... keluarga yang kau bentuk lewat pernikahan. Apa kau mempunyai suami dan anak? Kalau kau di sini bekerja seorang diri saja, kau tentu tidak keberatan jika lembur sampai fajar sekalipun, bukan?Tentu saja uang lembur akan aku bayarkan dalam jumlah besar. Kau bisa segera membeli rumah besar jika kau lembur tiap hari selama satu tahun.”Tamara nyaris melotot mendengar kata-kata Trevor. Bahkan otot di kepalanya sudah berdenyut kesal.“Lembur satu tahun? Kau mau membunuhku?” seru Tamara sampai-sampai dia lupa memanggil Trevor dengan Anda.“Aku bukan mau membunuhmu. Aku hanya bertanya, apakah kau punya keluarga sehingga merasa berat untuk lembur?Kau sepertinya ingin cepat pulang. Apa yang membuatmu ingin cepat pulang?”Tamara sampai berteriak dalam hatinya, bahwa
“Pelayan yang membawakan bahan-bahan ke sini?”Tamara merasa lemas lagi. Apa yang telah dia rencanakan demi membuat Thea dan Tilly menjauh dari paviliun Trevor sepertinya harus dia batalkan.Itu juga berarti dia harus berharap dalam hati saja agar Thea dan Tilly tidak sampai ke tempat ini dan Tuan Trevor tidak sampai melihat mereka.‘Tenang, Tamara. Tempat ini cukup tersembunyi. Ada di balik daun-daun pohon yang lebat.’Hati Tamara sedikit lebih tenang.Dia pun berkata, “Baiklah.”Sungguh Tamara pun merasa malas berdebat.Namun, justru itu yang membuat Trevor semakin kesal.Dia menggeram dalam hatinya. Jika memang tidak senang, kenapa tidak membantah?Ada rasa bahwa Trevor ingin membuat Tamara agar berdebat dengannya.Tapi Tamara menerima tanpa debat, Trevor pun terpaksa ikut diam.Sepuluh menit kemudian, pelayan telah tiba mengantarkan berbagai bahan makanan untuk membuat snack malam.Tamara menerimanya dan gegas menuju ke dapur.Sampai di sana, alangkah terkejutnya Tamara karena tern
Selesai mengetik, Trevor hendak menekan tombol send, tapi kemudian, dia ragu-ragu.Trevor menggeleng dan bergumam, “Tidak! Dia akan menertawakanku! Lagipula kenapa aku menulis menjadi kekasih? Aku bukan hendak menjadikan Tamara kekasih. Aku hanya ingin mendapatkan kepastian darinya, bahwa dia adalah wanita enam tahun lalu! Itu saja!”Trevor pun menghapus kembali ketikannya dan menutup ponsel dengan sentakan kesal.Di benaknya, dia memikirkan nama para capo regime lain yang bisa dia tanyakan. Selain Lucas, ada Lorenzo, Edoardo, juga Tomasso, dengan berbagai karakter yang berbeda-beda.Tapi pada akhirnya, Trevor tetap menggeleng. Dia tak yakin pada mereka semua. Yang ada malah dia yang akan ditertawakan. Lagipula, mereka tidak jauh berbeda darinya.Jadi, tidak mungkin dia bisa mendapatkan informasi istimewa dari mereka-mereka yang gaya hidupnya tak jauh berbeda dari dirinya.Tring! Ide lain pun muncul di benak Trevor.Pria itu membuka ponselnya lagi dan mengetik di kolom search goo-gle.
“Ma- maaf, aku tak sengaja sampai di sini. Tadi aku mencari-cari ruang kerja tapi malah nyasar ke sini.Di sini pemandangannya begitu indah sehingga aku tak sadar malah sudah di balkon ini. Maafkan aku, maafkan aku!” Tamara begitu cemas sampai berkali-kali meminta maaf, hingga wajahnya pun tertunduk menghindari tatapan TrevorTak diduga, pria itu malah menyahuti dengan santai. “Pemandangan di sini memang indah. Udaranya pun paling sejuk.”Dia bahkan ikut memandangi sekelilingnya.“Iy- iya.” Tamara menjawab lagi dengan ketakutan yang masih terdengar kental di nada suaranya. Namun entah mengapa, Tamara menyempatkan diri melirik ke arah Trevor, mencari kemarahan di wajah itu.Namun yang dia dapatkan, untuk pertama kalinya, raut wajah Trevor terlihat begitu santai sehingga ketampanannya memancar jauh lebih kuat dari biasanya. Tamara tanpa sadar terpukau akan ketampanan Trevor.Melihat Tamara menatapnya, Trevor jadi terheran. Wajahnya kembali serius dan terlihat mengerikan.Lekas Tamara me